Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekretaris Atau Pelayannya?!
Leava cukup kaget dengan apa yang dilakukan oleh Devan. Bagaimana pria itu yang langsung menariknya pergi ke ruang kerja. Leava menatap ke sekeliling ruangan, dan memang ruangan ini begitu luas. Ada buku-buku yang berjejer di dalam rak, dan juga rak khusus untuk semua berkas penting disana.
"Kau pergi bersamanya?"
Leava mengerjap kaget, sejenak dia terkesima dengan desain interior ruang kerja Devan ini. Sampai dia tidak sadar jika Devan sudah duduk di sofa dan menatapnya dengan tajam sekarang. Membuat Leava langsung mengusap tengkuknya yang terasa merinding melihat tatapan Devan.
"Em, maaf Tuan. Sebenarnya saya hanya bertemu dengan Tuan Givan di depan tadi. Jadi kami masuk bareng ke dalam rumah" jelas Leava.
Sebenarnya kenapa juga gue harus jelasin? Ini 'kan tidak melanggar pekerjaan. Bebas aja kalo gue mau bareng siapapun.
Devan masih belum mengalihkan pandangannya. Terlihat sekali jika dia memang masih begitu kesal padanya. Tapi yang membuat Leava bingung, kenapa juga harus kesal? Memangnya dia melakukan kesalahan apa padanya?
"Kau tidak boleh dekat dengannya lagi!" tekan Devan. Dia menatap kantong plastik yang ada di tangan Leava. "Sekarang siapkan saja sarapan itu untukku. Dan bawa kesini, aku malas sarapan di meja makan"
Leava mengerjap, tapi dia hanya mengangguk dengan menghembuskan nafas kasar. Bingung juga dengan sikap pria itu.
"Gue gak lakuin salah apapun, tiba-tiba marah gak jelas. Dasar pria aneh"
Setelah menyiapkan bubur yang dia bawa untuk Devan, Leava langsung mengantarnya ke ruang kerja. Sesuai dengan perintahnya. Menyimpan mangkuk bubur di atas meja.
"Silahkan Tuan, saya permisi dulu keluar" ucap Leava dengan mengangguk sopan.
"Bukannya sudah aku bilang, kau harus merawatku! Kenapa sekarang malah ingin pergi!"
Leava langsung terdiam, tersenyum dengan sedikit dipaksakan pada Devan. Apanya yang harus di rawat, dia 'kan tidak sakit yang sampai tidak bisa jalan. Sudah kelihatan membaik, bahkan sejak kemarin. Tapi, masih saja harus gue rawat. Gerutunya dalam hati.
"Baiklah, saya akan menyuapi anda"
Leava menghembuskan nafas pelan, sebelum dia duduk di samping Devan sekarang. Mengambil mangkuk bubur dan segera menyuapi Bosnya dengan lembut.
"Kau sudah sarapan?" tanya Devan.
Leava menggeleng pelan, karena dia harus segera datang kesini. Maka dia tidak sempat sarapan tadi.
"Kalau begitu kau juga makan"
Makan? Apa yang maksudnya harus dia makan? Bukankah hanya ada semangkuk bubur sekarang? Leava juga tidak sempat membeli dua porsi bubur.
"Nanti saja, Tuan. Saya bisa sarapan di Kantor" ucap Leava.
"Siapa yang menyuruhmu pergi ke Kantor?"
Lagi, suara penuh penekanan itu membuatnya kebingungan sekarang. Tatapan yang semakin tajam, membuat Leava semakin gugup saja. Padahal dia tidak melakukan kesalahan apapun, tapi kenapa dia harus menatapnya dengan tajam seperti itu.
"Saya 'kan memang harus lanjut bekerja di Kantor, setelah memberikan Anda sarapan. Lagian saya lihat, anda sudah baik-baik saja sekarang"
Tatapan mata Givan masih saja begitu tajam. Bahkan terlihat semakin dingin sekarang. "Kau belum diberikan pekerjaan apapun. Jadi, kau tidak perlu ke Kantor. Biarkan saja Givan yang mengurus semuanya!"
Maksudnya gimana sih? Gue 'kan kerja di Perusahaan dia, kenapa sekarang malah berubah jadi pengasuh begini?
Leava masih bisa tersenyum, meski sebenarnya dia cukup bingung dan kesal juga dengan semua keputusan Devan yang terkadang membuatnya sangat bingung.
"Kalau begitu, saya bisa bekerja dengan Tuan Givan. Dia bisa memberikan pekerjaan pada...."
Leava langsung terdiam dengan mata terbelalak, saat Devan yang langsung memegang pergelangan tangannya dengan erat. Mengambil mangkuk dari tangan Leava dan menyimpannya di atas meja. Lalu, dia perlahan memajukan tubuhnya, membuat Leava terdorong dan terjerambah di atas sofa.
Ya Tuhan, dia mau melakukan apalagi? Jantungku... Aaa...
Devan berada tepat di depan matanya sekrang, menatapnya dengan tatapan yang dingin. "Kau hanya boleh bekerja padaku! Tidak untuk orang lain, siapapun itu!"
Leava hanya diam dengan menatap mata Devan. Jantungnya sudah bedebar kencang sejak tadi. "Ba-baik Tuan, saya akan menurut. Hanya pada anda, saya bekerja"
*
Leava hanya menghembuskan nafas kasar, ketika dia keluar dari ruang kerja. Membawa mangkuk kosong bekas bubur tadi.
"Kalo kayak gini, gue lebih kayak pengasuh. Bukannya Sekretaris"
Leava menghela nafas, lalu segera pergi ke dapur. Melewati ruang tengah dan ada Bunda disana, Leava langsung mengangguk sopan padanya.
"Sudah selesai Le?" tanya Bunda dengan senyuman ramahnya.
"Iya Nyonya, sudah"
"Kalau kamu belum sarapan, ambil saja ya. Makanan masih di meja makan" ucap Bunda.
Leava hanya tersenyum saja, bagaimana dia berani berbicara yang sebenarnya pada Bunda. Karena setelah sikap Devan yang membuatnya bingung dengan memojokkannya di sofa, maka pria itu langsung memintanya untuk menyuapinya, tapi dengan Leava juga harus ikut makan.
Akhirnya mereka makan bubur berdua dengan satu sendok yang sama.
Lagi-lagi Leava hanya menghembuskan nafas kasar mengingat kejadian di ruang kerja tadi. "Sebenarnya dia kenapa si? Selalu saja bersikap aneh seperti ini. Tapi aku juga tidak bisa menolaknya"
Leava duduk di kursi meja makan, terdiam dengan beberapa kali menghembuskan nafas kasar. Memikirkan tentang kejadian tadi di ruang kerja, sungguh membuatnya bingung dengan sikap Devan.
"Sebenarnya aku ini seorang Sekretaris atau pelayannya si?"
Leava mulai ragu sekarang dengan pekerjaan ini. Jika saja dia tidak membutuhkannya, mungkin dia sudah berhenti dari hari pertama. Saat dia tahu jika Bosnya adalah pria yang hampir merenggut kesucian Sahabatnya sendiri.
Namun sayangnya, dia masih membutuhkan pekerjaan ini. Bebannya masih begitu banyak, membantu biaya kuliah adiknya. Agar tidak terlalu membebankan pada orang tua mereka yang jelas hanya memiliki usaha kecil. Cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari saja, sudah bersyukur sekali.
"Ayolah Lea, cuma ini pekerjaan ini yang bisa membuat kamu membantu meringankan beban orang tua. Gak papa kalo emang punya Bos seenaknya"
Leava hanya perlu bersabar saja, karena tidak mungkin dia melepaskan pekerjaan ini. Sebelum mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik.
Bersambung