Arkan Pratama, putra kedua dari pasangan Azel dan Renata. Dia adalah anak tengah yang keberadaannya seringkali di abaikan oleh mereka. Tidak seperti kakak dan adiknya yang mendapatkan kasih sayang dan perlakuan yang berbeda dari orang tuanya. Hingga....
Penasaran?
Akankah Arkan mendapatkan kasih sayang dari keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurFitriAnisyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alone 14
"PERGI!" Bentak Arhan dengan mendorong tubuh Azel hingga terjatuh di lantai.
"Arkan...."
"Arkan...."
"Apa ini hanya mimpi?" Ujar Azel yang baru saja membuka matanya.
"Tapi mengapa semua itu terasa begitu nyata?" Pikir Azel dan langsung melompat turun dari tempat tidurnya.
Azel berlari menuju kamar Arkan, putra keduanya. Azel melihat noda darah di sepanjang tembok menuju kamar Arkan yang terlihat sama persis dia lihat sebelumnya. Azel menyentuh noda darah yang ada di tembok dan berharap semua itu hanya mimpi.
"Tidak... Aku harap semua itu hanya mimpi." Gumamnya.
Air mata Azel menitik begitu saja saat menyentuh noda darah yang belum kering itu. Azel melangkahkan kakinya yang terasa lemas dengan memikirkan semua bayangan kejadian yang terjadi di dalam mimpinya.
"Mengapa... mengapa rumah begitu sepi?”
"Dimana semua orang?" Monolog Azel.
Sampailah Azel di depan pintu kamar Arkan, seketika tangannya gemetar saat akan membuka pintu kamar sang anak.
Ceklek!
Dengan perlahan Azel mendorong pintu kamar sang anak yang tidak terkunci tersebut. Dan berjalan mendekat ke arah tempat tidur Arkan.
"Arkan...." Panggil Azel.
“Maafkan Ayah...."
Azel segera memeluk tubuh Arkan yang terluka dan duduk bersandar di tepi kasur dengan mata yang masih terpejam.
"Arkan... maafkan ayah... bangun Nak."
Ujar Azel menepuk-nepuk pipi Arkan yang terasa dingin itu, kemudian menaruh tangannya di bawah hidung sang anak untuk memeriksa nafasnya.
Untungnya Arkan masih bernafas. Azel segera memeluk erat tubuh Arkan, dirinya sangat takut jika mimpinya akan menjadi kenyataan.
"Arkan... Ayah mohon bangunlah nak."
Sesaat kemudian, Arkan mencengkram lengan Azel dan meremas perutnya seraya terus mengatakan sakit. Dengan mata yang terpejam.
"Sakit... argh... sakit."
Arkan perlahan membuka matanya, dan terkejut dengan kehadiran sang ayah yang tengah memeluknya dengan erat saat ini.
"Ayah? Ayah sedang apa disini? Dan kenapa ayah menangis?" Tanya Arkan pelan dengan sura seraknya.
Azel tidak menjawab Arkan, melainkan menanyainya balik soal keluhan yang Arkan katakan sebelum membuka matanya.
"Dimana yang sakit, Nak? Ayo kita ke rumah sakit sekarang...." Ujarnya.
"Sakit? Tidak ayah, Arkan baik-baik saja.... Ini hanya luka ringan, Ayah tidak perlu khawatir." Ujar Arkan seperti biasa menyembunyikan semuanya di balik senyuman.
"Sedang apa Ayah disini? Apa Arkan membuat masalah lagi?" Tanya Arkan lagi.
"Tidak... kau tidak membuat masalah." Jawab Azel cepat.
"Maafkan Ayah.... Jangan tinggalkan Ayah Arkan...." Tambahnya.
Arkan dibuat bingung oleh ucapan Ayahnya, yang tidak seperti biasanya.
"Bukankah semua orang ingin aku pergi Ayah? Aku hanya pembuat masalah yang selalu membuat kalian marah...." Ujar Arkan dengan menundukkan wajahnya.
"Tidak... kau anak yang sangat baik. Maafkan Ayah karena selama ini telah mengabaikan dan meremehkan semua kebaikan yang selalu kau lakukan untuk Ayah dan keluarga kita." Ujar Azel.
"Jangan tinggalkan Ayah, Arkan. Ayah tidak ingin lagi menyesal karena kehilangan permata yang Ayah miliki." Lanjut Azel yang mengingat mimpinya.
"Ciihh... permata." Cibir Arief yang sejak tadi berdiri di depan pintu kamar Arkan.
"Ayah sudah mulai tertipu oleh drama yang dia lakukan dengan wajah sok lugunya itu. Ini tidak bisa di biarkan." Batin Arief.
"Bang Arief ngapain berdiri disini?" Tegur Arhan, yang melihat Arief berdiri di depan pintu kamar Arkan.
"Bunda minta tolong untuk membangunkan mu, tapi Abang liat pintu kamar Arkan terbuka, jadi Abang ngintip dikit." Jawab Arief sambil tersenyum.
“Apa Bang Arkan lupa menutup pintu?"
Pikir Arhan, sambil berjinjit mencoba untuk melihat kedalam kamar. Tapi Arief segera menarik tangannya.
"Ayo, Bunda sudah menunggu kita untuk sarapan."
"Abang pergilah duluan. Aku mau melihat keadaan bang Arkan dulu, setelah di hajar sama ayah tadi malam."
"Nanti aja lihatnya, kita sarapan dulu saja. Kasihan Bunda udah nungguin dari tadi." Ajak Arief lagi.
"Hahh, baiklah." Jawab Arhan dengan berat hati.
...ℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱ...
tapi syukur deh, semoga dengan mimpi itu sang ayah bisa merubah sikap nya sama Arkan
dan buat bunda jangan hanya bisa menyalahkan saja kau juga sama 🤧
duh kalau Arif tau pasti nyesel banget itu, Arkan udah berkorban buat dia
arkan selalu sendiri padahal memiliki keluarga yang lengkap