NovelToon NovelToon
Mawar Merah Berduri

Mawar Merah Berduri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Aini

Mawar merah sangat indah, kelopak merah itu membuatnya tampak mempesona. Tapi, tanpa disadari mawar merah memiliki duri yang tajam. Duri itulah yang akan membuat si mawar merah menyakiti orang orang yang mencintainya.

Apakah mawar merah berduri yang bersalah? Ataukah justru orang orang yang terobsesi padanyalah yang membuatnya menjadi marah hingga menancapkan durinya melukai mereka??!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14 Terluka

Setelah Adit merasa lebih baik, dia pun mengantar Inne pulang.

"Maaf ya, In. Aku gak bisa bawa kamu makan malam."

"Iya gak apa. Aku juga harus pulang cepat, bunda menunggu."

"In, jangan berpikir untuk putus ya?"

"Iya." jawab Inne sambil tersenyum.

"Aku sayang kamu, In. Aku marah marah karena aku cemburu, aku takut kehilangan kamu."

"Aku tau, Dit. Aku juga sayang kamu." jawab Inne sambil tersenyum manis.

"Hati hati pulangnya, jangan ngebut."

Inne hendak keluar dari mobil, tapi Adit menahannya. Dia pun memberi pelukan pada Inne dan mencium puncak kepalanya sebelum akhirnya membiarkan Inne keluar dari mobilnya.

Begitu Inne turun dari mobil, Adit pun langsung pulang dan Inne tiba di rumahnya.

"Assalamualaikum, bunda."

"Waalaikumsalam, sayang. Sudah pulang!"

"Iya bunda."

"Capek ya?"

"Hmm." Inne duduk di sofa dekat bundanya.

"Sini baring dekat bunda." Menepuk pelan pangkuannya.

Inne pun dengan senang hati berbaring dipangkuan bundanya.

"Maafkan bunda ya, nak. Harusnya kamu bisa fokus belajar. Tapi, karena ketidak mampuan bunda, kamu harus bekerja sekeras ini."

"Bunda selalu bicara seperti ini setiap kali aku pulang telat."

"Itu karena bunda khawatir dan merasa bersalah sama kamu, In."

"Jangan merasa bersalah sama aku, bunda. Aku anak bunda, yang aku butuhkan bukan rasa bersalah bunda, tapi pelukan hangat bunda."

Bunda pun memberi kecupan hangat di kening putrinya itu. Mengelus wajah lelah Inne dan memijatnya pelan.

"Tadi adikmu Idil telpon bunda."

"Oya? Terus Idil bilang apa, bunda?"

"Dia sehat?"

"Hmm, adekmu sehat. Dia menelpon untuk mengatakan kalau dia butuh uang untuk mulai ujian praktek. Jumlah uang yang dia minta cukup banyak. Tabungan bunda semakin menipis."

Mendengar itu membuat Inne terdiam. Inilah masalah keluarganya yang tidak bisa dipahami oleh Adit, karena Adit tidak pernah berada di posisi ini.

"Bunda tenang saja. Akhir minggu ini, aku dapat bayaran pertama dari mengajar Brian."

"Maaf ya nak, harusnya kamu gunakan uang itu untuk kebutuhan kamu sendiri."

"Bunda mulai lagi deh." Inne bangkit dari posisi baringnya.

"Aku baik baik saja bunda. Aku butuh pelukan bunda sekarang."

Dengan cepat bunda memeluk Inne. Pelukan itu sangat hangat, sehingga membuat air mata Inne menetes. Dia merasa sangat buruk untuk bundanya dan juga Adit.

"Maafkan aku bunda. Aku sangat mencintai Adit, sehingga aku membohongi bunda. Tapi, sekarang aku tahu, bunda jauh lebih berharga dan sepertinya aku harus membohongi Adit juga." batinnya.

Inne mengeratkan pelukannya pada bunda. Tentu itu membuat bunda khawatir. Dia tahu putrinya itu sedang tidak baik baik saja.

"Kamu sudah melakukan yang terbaik, nak. Kamu anak bunda yang paling hebat dan kuat. Kamu bisa menghadapi masalah sebesar apapun itu. Dan kamu harus tau, bunda selalu ada di sini tepat disampingmu." ucap Dahlia memberi semangat pada putrinya yang sedang tidak baik baik saja itu.

~

~

~

Malam ini Inne masih sibuk di depan laptopnya. Dia mempersiapkan materi untuk mengajar les sekaligus mengerjakan tugas tugas kuliahnya.

"In, boleh bunda masuk!" Seru bunda dari luar kamar.

"Iya bunda, masuk aja!"

Bunda pun masuk ke kamar Inne. Melihat Inne masih belajar, membuat bunda merasa kasihan pada putrinya itu yang lagi lagi harus terus berkerja keras bahkan sampai malam sekalipun.

"Masih banyak tugasnya?" Duduk di pinggir ranjang Inne.

"Gak kok, bunda. Bentar lagi selesai."

Bunda melirik foto yang ada di meja nakas. Itu foto Inne bersama dengan Idil adiknya.

"Adek sangat ingin jadi dokter. Dia bilang, biaya sekolah kedokteran sangat mahal. Tapi, kamu dengan kemurahan hatimu, mengirimkan adikmu ke sekolah kedokteran." ujar bunda.

"Idil harus mencapai cita citanya bunda. Aku yakin, suatu saat nanti adek bakalan jadi dokter hebat."

"Hebat seperti kamu, In. Kamu rela mengorbankan kebahagiaanmu demi adek."

"Aku bahagia kok bunda. Gak ada kebahagiaan apapun yang aku korbankan. Yang ada saat ini aku penuh dengan kebahagiaan yang kalian berikan padaku."

Bunda diam sebentar sambil melirik setiap sudut kamar Inne. Matanya berakhir tertuju pada botol minuman yang ada inisial huruf A love I. Seketika tangan dan mata bunda agak gemetar. Tapi, dia tidak ingin menanyakan apapun sebelum Inne sendiri yang cerita.

"In, apa ada yang mau kamu katakan sama bunda, nak?"

"Hmm, gak ada bunda."

"Jangan sungkan untuk berbagi cerita sama bunda ya. Apapun itu tentang kamu, bunda akan dengan senang hati mendengarkan."

"Iya bunda. Aku akan berbagi cerita dengan bunda setiap saat. Tapi, saat ini memang tidak ada cerita apapun."

"Ya sudah, kalau gitu bunda tidur duluan ya."

"Iya bunda."

"Kamu juga jangan terlalu lama lagi, kamu harus segera tidur."

"Siap bunda."

"Aduh, buda hampir lupa ngasih tau kamu..."

"Tentang apa bunda?"

"Itu, pak direktur mau ketemu kamu, In."

"Pak direktur? Ada apa ya bun?"

"Bunda juga gak tau, tapi semoga saja ada hal baik."

"Hmm, semoga saja."

Bunda pun langsung keluar dari kamar setelah mengatakan hal itu pada Inne.

Saat tiba di luar kamar, bunda pun terduduk lemas di lantai. Dia masih tidak menyangka Inne berbohong tentang hubungannya dengan Adit. Bunda sangat yakin botol itu pemberian Adit dan huruf itu nama mereka.

"Sejak kapan tepatnya mereka pacaran? Ya Allah, aku telah membiarkan anakku berbuat hal yang tidak engkau sukai. Ampunilah dosa dosaku ya Allah, ampunilah dosa dosa putriku." batin bunda yang diikuti dengan tetesan air matanya.

"Aku gagal mendidik anakku. Aku tidak pantas menjadi seorang ibu." ucapnya gemetar.

Selama ini dia menaruh kepercayaan besar pada putrinya. Dia yakin putrinya patuh pada ajaran agamanya dan menghormatinya sebagai seorang ibu. Tapi malam ini semua kepercayaan itu hancur dan menyakiti hatinya.

Bunda bagaikan pemilik mawar merah berduri. Dia merawatnya sepenuh hati, menjaganya, memberikan kasih sayangnya, tapi pada akhirnya bunda terluka oleh duri tajam mawar kesayangannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!