Yura adalah gadis kecil yang terlahir dari keluarga berada. Bapak Yura bernama Alwi merupakan Kepala Polisi Angkatan Darat yang bertugas di Tanjung Batu-Kepulauan Riau. Dan Ibunya bernama Lili hanya bekerja sebagai IRT. Yura kecil hidup dalam keluarga yang harmonis dan bahagia. Tetapi setelah dewasa, kehidupannya berubah 180° tak seindah masa kecil nya. Semua bermula saat Bapak nya menjodohkannya dengan lelaki pilihan Bapak nya, yang sama sekali tidak ia cintai. Hingga mengakibatkan Yura hidup dalam penderitaan setelah ia menikah. Yura membesarkan keempat anaknya seorang diri dan hidup dalam kesederhanaan, sebab suami pilihan Bapaknya telah berani mengkhianatinya. Kini Yura hanya pasrah kepada takdir yang sudah Tuhan tetapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Oren, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 Patah Hati
...***************...
"Insyaallah adek siap." Jawab Yura ragu.
Tanpa pikir panjang, Rio langsung....
Membuka kedua matanya, dan memegang bokongnya, pasalnya Yura yang sedang tertidur gelisah sempat menendang bokong Rio tanpa sadar.
"Aduhhhh.... Sakitnya bokong ku." Adu Rio sambil mengelus-elus bokongnya.
"Dia kira bokong ku bola kali ya? Main tendang-tendang aja. Lagian ganggu orang lagi mimpi indah aja." Kesal Rio pada orang yang dia mimpiin barusan.
Rio yang masih merasakan sakit di bagian bokongnya akibat tendangan maut dari Yura, perlahan menutup mata melanjutkan mimpinya.
"Lebih baik aku lanjut tidur aja, mana tau mimpi indah lagi. Soalnya mimpi ku lebih indah dari kenyataan." Gumam Rio sembari menutup kedua matanya.
Keesokan paginya, Yura terbangun saat mendengar suara adzan berkumandang. Yura pun membangunkan Rio yang tampaknya sedang tertidur nyenyak.
Padahal tanpa sepengetahuan Yura, Rio tidur tak senyenyak yang ia pikirkan, justru sebaliknya, Rio tidur menahan sakit akibat tendangan Yura.
"Abang... Bangun... Sudah adzan subuh." Yura mencoba membangunkan Rio sambil menggoyang-goyangkan badan Rio.
Rio yang merasa ada orang yang mengusik tidurnya, dengan berat hati membuka matanya perlahan, dilihatnya wajah bangun tidur Yura yang tetap kelihatan cantik natural.
"Hooooaamm.... Iya dek." Rio mulai bangkit dari tidurnya, bergegas ke kamar mandi untuk mandi terlebih dahulu baru melaksanakan sholat subuh.
Sembari menunggu Rio keluar dari kamar mandi, Yura membereskan tempat tidurnya. Serta menyiapkan pakaian koko dan sarung untuk suaminya.
Tidak lama kemudian, selesai Rio mandi, dia menuju lemari untuk mengambil pakaian nya. Namun langkahnya terhenti saat Yura menyapanya.
"Abang, baju Koko dan sarung Abang, sudah adek siapkan diatas tempat tidur." Beritahu Yura, sebelum Rio mengambil bajunya di lemari.
"Owhh iya... Terimakasih ya dek." Ucap Rio dengan tulus.
Yura hanya menganggukkan kepalanya saja, kemudian berlalu ke kamar mandi.
"Tidak apa-apa belum menikmati malam pertama, yang penting Yura sudah menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan baik, meskipun hanya menyiapkan pakaian ku saja." Gumam Rio sambil tersenyum.
Rio segera memakai pakaian yang sudah disiapkan oleh Yura. Setelah itu Rio bergegas pergi ke masjid menjalankan ibadah sholat subuh.
Setelah kepergian Rio, Yura akhirnya selesai juga dengan ritual mandinya, kemudian melaksanakan sholat subuh di rumah.
Selesai sholat, Yura beranjak ke dapur untuk membantu bik Ijah membuat sarapan.
"Selamat pagi bik Ijah." Sapa Yura kepada ART yang sudah lama bekerja dengan keluarganya.
"Selamat pagi kembali nak Yura yang cantik jelita." Balas bik Ijah yang tidak lupa memuji anak majikannya tersebut.
"Ada yang bisa Yura bantu bik?" Tawar Yura.
"Gak ada, biar bibik aja yang masak nak, Yura duduk manis aja di meja makan." Tolak bik Ijah.
"Kalau seperti ini terus, kapan Yura bisa masaknya bik?" Keluh Yura, pasalnya Yura sampai saat ini belum pandai masak, akibat semua pekerjaan rumah diserahkan pada ART.
"Nak Yura tidak perlu pandai masak selagi ada bik Ijah." Ucap bik Ijah sambil memotong-motong sayuran.
"Kalau suami Yura mau makan masakan Yura gimana? Pokoknya bik Ijah sekarang harus ajarin Yura masak" Yura tetap bersikeras ingin belajar masak.
"Apa nak Yura mau tanggung jawab lagi kalau kompor gas meledak?" Tanya bik Ijah yang sudah trauma melihat anak majikannya tersebut masak sampai-sampai kompor gasnya meledak.
Yura tampak memikirkan apa yang dikatakan bik Ijah. Memang benar adanya saat Yura pertama kali mencoba memasak ternyata bukannya menghidangkan makanan yang lezat malah membuat dapur berantakan bahkan hampir terbakar satu rumah akibat ledakan dari kompor gas. Beruntungnya para pekerja dirumah Alwi ramai dan segera memadamkan apinya.
Semenjak kejadian itu Yura tidak mau lagi memasak. Dan trauma nya masih membekas hingga saat ini.
"Gak, ya udah deh gak jadi Yura belajar masak nya." Kesal Yura sambil mengerucutkan bibirnya.
Bik Ijah yang melihat kelakuan Yura hanya tersenyum penuh kemenangan. Kemudian bik Ijah melanjutkan acara masak memasaknya ditemani oleh Yura.
Tak terasa, sarapan pun telah selesai. Yura membantu bik Ijah menata makanan di meja makan.
"Sini bik, biar Yura bantu bawa makanannya ke meja makan." Tawar Yura sambil mengambil masakan bik Ijah dari tangannya.
"Iya, hati-hati bawanya ya nak, soalnya masih panas." Ucap bik Ijah.
"Oke, bik Ijah yang bawel." Jawab Yura sambil menjulurkan lidahnya.
"Dasar anak usil." Geram bik Ijah.
Yura tertawa puas habis menggoda bik Ijah. Begitulah kedekatan antara Yura dengan para pekerja yang ada dirumahnya.
Selesai menata makanan diatas meja makan, satu persatu anggota keluarga pak Alwi datang ke meja makan lalu duduk di kursi nya masing-masing.
Mereka pun makan dengan tenang, hanya suara dentingan sendok yang terdengar. Selesai makan, mereka melanjutkan aktivitas nya masing-masing. Begitulah keseharian dirumah Pak Alwi.
Malam harinya, Yura dan Rio masih sama-sama canggung berada dalam 1 kamar.
Yura melihat ada yang tidak beres dengan cara berjalan Rio.
"Abang kenapa? Cara berjalanannya kok seperti kakek-kakek?" Tanya Yura penasaran.
"oh... Ini tadi Abang terpeleset waktu ke kamar mandi." Bohong Rio, menutupi kesalahan yang Yura perbuat tanpa sadar.
"Sudah diberi obat?" Tanya Yura lagi.
"Belum, tidak terlalu sakit kok, paling sebentar lagi juga hilang." Yakin Rio.
"Ya sudah, kalau begitu Yura tidur dulu bang." Pamit Yura ingin pergi ke alam mimpi.
"Iya, tidurlah. Hari sudah malam." Ucap Rio.
Yura pun langsung terlelap menjemput mimpi-mimpinya. Malam ini Yura tidurnya tidak se-gelisah malam kemarin.
Rio yang melihat Yura sudah tidur nyenyak, akhirnya menjemput Yura ke alam mimpi. Mereka pun tidur dengan pulas dan masih belum melakukan kewajiban sebagai suami istri.
Ditempat lain, Hamdan yang mendengar berita pernikahan Yura dengan Rio, dadanya terasa sesak.
Apalagi saat ini Hamdan tengah melihat foto Yura dan Rio yang berhasil di ambil oleh salah satu teman sekampung Yura, yang menghadiri acara pernikahan Yura.
"Selamat ya dek, atas pernikahan mu." Lirih Hamdan, sambil meneteskan air mata nya.
"Sudahlah Hamdan, tidak ada yang perlu kamu tangisi, mungkin ini takdir Tuhan bahwa kalian tidak berjodoh." Ucap Feri teman Hamdan dan Yura.
"Tapi, aku masih sangat mencintainya Fer." Ucap Hamdan dengan nada sendu.
"Jika kamu mencintainya, kamu harus mengikhlaskan nya." Nasehat Feri.
"Ngomong itu memang gampang Fer, tapi aku yang menjalaninya itu sulit." Ucap Hamdan.
"Yura itu cinta pertama aku, dan aku sudah berjanji sama Yura dan diriku sendiri, bahwa sampai kapanpun aku akan tetap mencintainya Fer." Curhat Hamdan.
Feri hanya bisa menjadi pendengar yang baik saat ini untuk Hamdan yang sedang patah hati.
"Semoga kelak, kamu bisa melupakan Yura, dan menemukan pendamping yang lebih baik dari Yura." Ucap Feri dalam hati.
Jangan lupa ya pembaca setia yang saya cintai, untuk meninggalkan jejak komentarnya, like, subscribe, vote, serta tolong membacanya jangan di skip yaa… 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Terimakasih banyak atas dukungan pembaca dan teman-teman selama ini, dan mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan, kesamaan nama tokoh, tempat dan latar. ❤️❤️❤️
...***************...