NovelToon NovelToon
DEMI KAMU,NAK

DEMI KAMU,NAK

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Nikah Kontrak
Popularitas:8.2k
Nilai: 5
Nama Author: sunflowsun

Pemerkosaan yang terjadi di masa lalu menciptakan trauma yang hebat dalam diri Viela.
Namun, seiring berjalannya waktu, sekali lagi semesta mempertemukannya dengan seorang pria yang menyambut dia dan tak mempersalahkan masalalunya.

Desakan orang tua dan saudaranya memaksa Viela untuk segera mengiyakan maksud dari pria itu. Namun,Viela masih meragu dan memilih untuk menjalani hubungan sebatas pertemanan dulu. Hingga suatu hari keluarga dan pria itu sekongkol untuk membuat sang pria tidur dengan Viela. Dengan begitu kedepannya tak mungkin lagi Viela bisa menolak lamaran sang pria.


Apakah rencana mereka berhasil?
Dapatkah dengan cara itu trauma yang dalam diri Viela bisa teratasi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sunflowsun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Akhir

"Dek, maaf. Tapi mamaku tak menginginkan perempuan mandul untuk menjadi menantunya. Anggap saja kita tidak pernah menjalin hubungan ini. Aku tak bisa mempertahankan perempuan mandul. "

Ucapan Reno barusan berhasil menjatuhkan air mata, tanpa pamit Vei.

Sudah terbiasa dia merasakan sakit, terlampau terbiasa. Namun, entah kenapa rasa sakit itu masih saja terasa sama. Masih sakit. Tak membuatnya kebal meski se terbiasa itu.

"Reno! Apa kau masih lama dengan perempuan mandul itu? Cepatlah! Nenek sudah sangat ingin bertemu denganmu! " 

Mama berteriak dari arah pintu kamar yang sengaja Reno kunci, agar bisa berbicara untuk yang terakhir kalinya pada Vei. Reno tak berharap lagi bertemu Vei di masa depan nantinya, tak mau berurusan lagi kedepannya.

" Aku mencintaimu, tapi Mama-ku lebih tahu mana yang pantas untuk gelar sebagai istriku. "

Reno berdiri, melangkah untuk membuka pintu. "Maaf, Ma. Reno cuma mau menyelesaikan hubungan Reno dengan Vei, agar tak lagi berurusan di masa depan nantinya! "

"Bagus itu! Bijak anak mama! " Puji Mama.

"Vei! kita selesai sampai disini! " Reno melangkah pergi meninggalkan Ruangan itu.

Memastikan Reno sudah pergi jauh, sang Tante dan Mama pun masuk ke kamar di mana Vei berada.

Menampar, dan menjambak rambut Vei, tak peduli sudah berapa helaian yang tersangkut di tangan mereka.

Vei membungkuk terpekik menahan sakit yang teramat.

Cacian dan makian terus di cacikan pada Vei yang kini sudah lebam dan berdarah dimana-mana.

Lagi-lagi ia berada di titik penyiksaan yang sangat senang menyiksanya.

"Sudah, sudah cukup, Kak! Ntar mati pula, runyam ntar masalah! "

"Iyah! " Tapi Tante masih menyempatkan menendang tubuh Vei. "Aku hanya tak terima, keponakanku di jebak perempuan mandul ini dengan modal cinta! Habis pasti Reno kita diporotin jalang ini! Cuihk! "

Dengan kasar kedua wanita itu menarik paksa Vei. "Keluar kamu! Tak layak kamu masuk ke Vila ini! Ini Vila mahal yah! Tujuh ratus juta dibayar cash, lalu dengan mudahnya kamu masuk dan tidur disini? jika dihitung-hitung kamu itu harusnya sudah banyak hutang ke keluarga kami! Lancang banget perempuan murahan kayak kamu malah bikin anak saya jatuh cinta."

" Hampir durhaka anakku gegara perempuan mandul ini! " Mama menoyor kepala Vei kasar. "Cuihk! "  Membuang ludah ke rambut Vei yang sudah berantakan.

Tin! Tin!

Terdengar suara mobil yang diklakson Reno dari luar gerbang.

Tentu saja posisi Vei masih bisa di lihat oleh Reno dari sana, tapi ia memilih untuk bungkam sendiri.

Salah Vei, tak mau dihamili olehnya.

Seandainya Vei tidak sok jual mahal, pastilah ia sudah hamil kini. Dan sudah pasti apapun kemauan Vei pasti dikabulkannya.

"Jangan ganggu anak saya lagi! Awas kamu kalau berani! " Ancam Mama.

Sang tante menyeringai senang dengan hiburan yang didapatkannya hari ini. Dengan lenggak-lenggok mereka meninggalkan Vei di luar Vila yang berada di tengah hutan.

***

Vei berjalan lemah, menelusuri jalan tanah yang tak beraspal. Terus berjalan saja, tanpa tujuan. Tanpa uang. Tanpa ponsel. Tak ada apapun, hanya dirinya sendiri.

Sesekali ia berjumpa dengan ular.

Monyet dan kera juga melompat-lompat di dahan pohon di atasnya.

Rasa haus dan lapar sudah semakin terasa. Dengan terpaksa ia memakan dedaunan muda yang tumbuh di pinggir jalan, meminum air genangan yang dilihatnya.

Rasa benci dan balas dendam memenuhi hatinya.

Suatu saat Vei akan membalaskan semua rasa sakit yang dialaminya kini.

Hari semakin gelap, Langkahnya entah kemana lagi harus melangkah.

Semua sudah gelap. Tiada penerangan.

Rasa lapar dan haus kembali menyapanya. Angin malam yang dingin menggetarkan tubuh nya, membuat bulu roma berdiri.

Lelah dengan perjalanan jauh yang tiada hasil juga, mulai melahirkan keputus asaan dalam diri. Namun, tetap ia berjalan menapaki jalan yang dirasanya tak di tumbuhi rumput tinggi.

Bagai orang buta kini Vei menelusuri dengan langkah yang tertatih.

Kunang-kunang kini memenuhi pandangannya. Entah itu benar kunang-kunang atau khayalan saja, entahlah. Namun, begitu indah dan nyaman kini perasaannya.

"Ahk! " Vei terpekik, merasakan tubuhnya roboh.

Vei tersenyum garis. Menyadari kematian sepertinya sudah mendekat.

"Mati pun, yasudah lah. " Gumam Vei. Lalu terpejam.

Di gelapnya malam di dalam hutan, dalam kesendirian,  tak ada lagi yang bisa di harapkan. Pupus sudah.

***

Kicauan burung dan sinar matahari berhasil membangunkan Vei.

Sayup-sayup ia membuka kedua mata.

"Masih hidup rupa nya. " gumam Vei, memandang jari tangannya yang masih bisa digerakkan.

Rasa keram di kedua kakinya membuatnya tak mampu untuk langsung berdiri.

Butir-butiran embun diatas daun rerumputan di ambilnya untuk di minum.

Sekiranya ia menemukan rumput yang lunak, dikunyah nya kini.

"Makhluk di hutan pun bisa hidup dari tumbuhan alam ini, jadi Vei kamu juga harus bisa bertahan, ada masa depan yang harus di balaskan! " Ucap Vei pada dirinya sendiri.

Hewan kecil, berwarna coklat, dengan belang hitam di punggungnya, menelisik dan dengan cepat melewati tubuh Vei.

"Kancil, rupanya. " ucap Vei dengan suara jantung yang berdegup kuat.

Takut-takut ia jika bertemu beruang atau harimau di tengah hutan begini. Di tambah tubuhnya masih tak berdaya, di karenakan dingin malam dan kelelahan perjalanan di waktu yang sama.

Vei benar-benar sendiri.

Kedua orang tua, sudah menjualnya.

Saudaranya juga tak terkecuali dalam kesekongkolan itu.

Tersenyum miris kini dia.

Kekasih? semua omong kosong! Tak lagi ia percaya pada makhluk yang di sebut 'kekasih'.

Rasa sesal, benci, marah, kecewa semua menyatu dalam diri.

Ini tempat yang bagus untuk berteriak meluapkan semua.

Tapi lagi-lagi ketidak berdayaan masih saja ada dalam dirinya. Untuk berteriak saja pun belum mampu! Semakin benci kini Vei pada dirinya yang begitu lemah dan pengecut!

Perlahan dengan memakan pucuk-pucuk lunak, dan meminum embun-embun pagi dari pucuk daun yang berbendung.

Energinya pun mulai sedikit pulih.

Entah keajaiban atau mungkin alam memang belum mengizinkannya untuk menuju kepada kematian, sehingga ia masih bisa hidup saat ini. Padahal satu malam di tempat terbuka sungguh tak terbayangkan lagi betapa dinginnya itu.

Dengan ranting kering sebagai tongkat berjalan, ia pun melanjutkan perjalanan panjangnya.

Entah kemana jalan itu mengantarkan langkahnya, Vei menyerahkan semua pada takdir saja.

Jika pun akan berakhir di hutan itu, Vei sudah cukup pasrah. Tak kan menuntut lebih untuk di selamatkan siapapun.

Karena pangeran penolong, hanya sebatas dongeng saja.

Nyatanya, dalam kehidupan Vei, sosok pangeran yang muncul adalah pembunuh.

Semestinya, dongeng tanpa kehadiran pangeran harusnya bisa bahagia. Kenapa juga harus ada pangeran.

Dari atas sana, Vei akhirnya bisa melihat ada beberapa rumah panggung di bawah sana.

Dengan antusias, Vei melangkahkan kaki menelusuri rumput-rumput tajam dengan kaki telanjang.

Sayattan di tangan dan tusukan anakan rumput di telapak kaki, tak terasa lagi.

Tanpa sadar Vei, darah sudah pada mengalir dan meninggal bercak di atas tanah. Membuat makhluk berdarah dingin menelisik mengikuti wangi darahnya.

"Sedikit lagi! " Vei melihat Gerbang lorong ke sebuah rumah. "Ayo, Vei! Aku pasti bisa! " menyemangati diri.

Vei sudah berada di halaman, sedikit lagi. Hanya sedikit lagi Vei akan berhasil mengetuk pintu itu.

Anak tangga ia naiki dengan perlahan.

Rasa perih mulai menyeruak dari kedua kakinya.

Vei menatap ke telapak kedua kakinya, Air mata tak lagi bisa di tahannya. Semakin tak berdaya kini melihat banyaknya bintik hitam yang menancap di sana.

Dengan cepat mahkluk bersisik itu mengeluarkan lidahnya. Mencium aroma mangsanya yang mulai dekat.

Terseok-seok Vei ke arah pintu.

"Tolong! " Vei mengetuk daun pintu. "Mohon, tolong saya! " Suara Vei parau. Tangannya terus mengetuk pintu. Suaranya lagi-lagi hilang entah kenapa. Sial!

Dengan mantap mahluk itu pun bersiap menikmati mangsa manisnya.

1
Nurfiza Tarigan
ceritax sih seru tpi,,,,,,,,,,
Aegis Aetna
aku mampir kak, semangat.
anggita
trus berkarya tulis👏
anggita
👍👍..
anggita
like👍+ hadiah iklan☝.. utk author. smoga sukses novelnya👌.
Sunflowsun🌻
Terimakasih atas dukungan positifnya🌻
lyaa
Ini baru novel keren, author kudu bangga!!
Ryner
Sukses terus, sekali baca novel author bikin nagih terus.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!