Rysta Maura Lian,
dia seorang wanita cantik yang telah berusia 33 tahun.
ia tumbuh dan besar di panti asuhan.
hidupnya yang sebatang kara dan pernah di vonis sulit memiliki keturunan membuatnya menjadi seorang wanita yang memiliki sudut pandang berbeda tentang kehidupan.
ia pun memutuskan, jika ia hanya akan hidup sendiri selamanya...sebuah hubungan hanya akan membuat hidupnya rumit dan membuang buang waktunya.
hingga di usianya 17 tahun seorang wanita konglomerat membawanya dari sana.
merubah dirinya dari yang bukan siapa siapa menjadi dia yang keberadaannya sangat di segani dan di hormati.
karena ia adalah sang asistan pribadi wanita konglomerat itu.
hingga di malam naas itu, seseorang memaksakan dirinya kepadanya.
merenggut apa yang ia miliki dan ia agungkan.
apa yang akan Rysta lakukan jika seseorang itu memaksanya untuk menjalin sebuah hubungan yang tak pernah ia ingin jalani selama ini...??
dan mampukah seseorang itu merubah sudut pandang wanita itu tentang kehidupan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khitara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sedikit harapan Rysta
Rysta memegang realling pagar besi di balkon kamar apartemennya kuat kuat.
Matanya menatap lurus ke depan.
Ingatannya melayang pada kejadian beberapa waktu yang lalu di depan pintu apartemennya.
Tak pernah ia duga sama sekali...
Kenapa Edward bisa berbuat seburuk itu kepadanya.
Apa tadi katanya...
Melakukan lagi seperti malam itu ?!
Gila...
Apa yang salah,
Bukankah ia tak mau menyalahkan atau yang lainnya kepada pria itu, apalagi meminta pertanggung jawaban.
lalu apalagi masalahnya..
Bukankah Edward sama sekali tak di rugikan dalam masalah ini, lalu kenapa pria itu seolah masih ingin terus membahas kejadian malam itu.
sungguh Rysta di buat tak habis pikir dengan perilaku Edward itu.
Rysta masih berada dalam lamunannya ketika sebuh suara membuatnya tersadar dari lamunannya.
Think...
Sebuah pesan masuk,
Sejenak wanita itu melirik ke arah smart phonenya yang berada di atas meja kemudian melangkah mendekat dan membukanya.
( kau di mana, ayo keluar...kita harus bicara )
Sebuah pesan masuk dari pemilik nomor yang sudah ia kenal dan hanya di baca oleh wanita itu.
Rysta mengerutkan keningnya ketika ia melihat sebuah nomor baru berkali kali menghubunginya dan tercatat di riwayat panggilannya.
Kemudian wanita itu terdengar menghela nafas.
" tak ada lagi yang harus kita bicarakan, semua sudah selesai Hose..." bisiknya pelan.
Ia jelas tahu siapa yang mengiriminya pesan karena nama pemilik kontak itu telah tercatat di memory smart phonenya.
Sedangkan untuk panggilan tak terjawab, Rysta mengabaikan saja karena ia merasa tak mengenali nomor itu.
Seminggu telah berlalu tanpa terasa
Siang ini Rysta baru saja selesai memimpin sebuah meeting dan sudah mengirim hasilnya kepada Axel.
Wanita itu berdiri sembari menautkan kedua jemarinya kemudian mengangkatnya ke atas.
Meliukkan sedikit tubuhnya ke kanan dan ke kiri.
Ia ingin sedikit meregangkan tubuhnya.
Rasanya lelah sekali hari ini.
Tiga rapat dengan para klien sekaligus supplier sengaja ia lakukan.
Ia sengaja bekerja keras seminggu ini dan berharap bisa segera menyelesaikan segala urusan dengan para investor itu.
Urusan meyakinkan para investor memang telah Axel jatuhkan kepadanya di samping mendampingi Aresh menyelesaikan operasional proyek tower kembar itu.
Rysta ingin secepatnya kembali ke sisi nyonya besar Tang di Tiongkok.
Setidaknya....berada di sisi nyonya Tang ia tak akan lagi berurusan dengan Edward yang kini bersikap membingungkan kepadanya.
Siang ini, Rysta memutuskan untuk makan siang di luar.
Sedikit refresing pikirnya.
Sejenak ia melirik smart phonenya yang terasa kembali berdering karena ada panggilan masuk.
Namun Rysta memilih mengabaikan saja panggilan dari nomor tak di kenal itu.
Ia tak tahu, pengabaiannya terhadap panggilan itu membuat seseorang di seberang sana di landa kegeraman yang membuncah.
Wanita cantik berambut panjang itu terus melangkah keluar dari ruangannya.
Tak berapa lama ia telah sampai di parkiran gedung perkantoran group Tang.
Baru saja ia hendak masuk ke dalam mobilnya, seseorang berhasil membuatnya sangat terkejut.
" Rysta ku mohon....kita harus bicara " Hose memegang pergelangan tangan Rysta yang hendak masuk ke dalam mobil.
Rysta menghela nafas.
jujur..hatinya selalu berdebar setiap kali berdekatan dengan pria ini.
" Hose..tak ada lagi yang perlu kita bicarakan, mengertilah "
" tidak..kita harus bicara. Aku sudah membawa ibuku ke mari hanya untuk bisa bertemu denganmu " sambung Hose lagi.
Rysta seketika melebarkan matanya.
" kau gila...." omel Rysta, jelas ia tak siap.
" aku hanya ingin kau percaya kepadaku, aku tak main main ketika aku mengatakan aku ingin menikah denganmu.
Aku benar benar ingin menikahimu...dan aku ingin kau tahu, tak ada masalah apapun di antara kita.
Bahkan kau juga harus tahu, orang tuaku juga merestui hubungan kita.
Kau tahu, ibuku bahkan sudah sangat menyukaimu sejak pertama ku perlihatkan fotomu kepadanya " Hose kembali bicara panjang lebar dan membuat Rysta semakin membelalak.
Rysta tak bisa lagi mengelak, ia telah kehabisan alasan.
Dan lagi....
Jauh di sudut hatinya, ada sebersit harapan
Mungkinkah keluarga Hose akan bisa menerima dirinya berikut dengan ketidak sempurnaannya.
Dan sekarang, di sinilah wanita cantik itu berada.
Di salah satu restauran bintang lima yang ada di kota ini.
Duduk berhadapan dengan seorang wanita baya yang masih terlihat cantik di usianya yang tak lagi mudah.
Kerudung warna hitam yang senada dengan gamisnya menutupi kepalanya.
Penampilan wanita baya itu begitu terlihat bersahaja dan mengingatkannya pada penampilan sahabatnya.
Shafeeya.
Wanita baya itu terlihat begitu cantik. Dan sangat kentara jika dia bukanlah wanita asli Indonesia.
Darah Timur Tengah sangat kentara mengalir di dalam tubuhnya.
Ayah Hose, tuan Ismail Ibrahim Khan berdarah asli Mesir. Sementara sang ibu memiliki darah campuran pribumi dan Arab.
Ayah ibu Hose yang tak lain adalah kakeknya adalah seorang pria yang berasal dari Sumatera Barat.
Sementara istrinya adalah wanita Arab.
Dan sepertinya garis wajah sang ibu lebih dominan terukir di wajah wanita baya itu.
Begitu melihat Hose datang dengan membawa Rysta, wanita itu segera bangkit dari duduknya.
Senyum lebar dan hangat terukir jelas di bibirnya.
Ketika Rysta telah mendekat, wanita baya itu segera menyambut Rysta dan memeluknya.
" duduklah nak....namamu Rysta bukan ?! namamu sangat cantik, secantik orangnya "
sapa wanita itu pada awalnya tadi kepada Rysta
Rysta tersenyum kikuk.
Akhirnya,
" benar nyonya..."
" jangan panggil aku nyonya, aku bukan majikanmu.
Panggil uma..sama seperti Hose memanggilku.
Kau tidak keberatan bukan ?! " kata wanita itu dengan lembut.
Rysta menunduk, malu..juga bahagia
Mungkinkah harapannya akan terwujud..?!
" aku suka melihatmu, kau cantik sekali..." puji wanita itu lagi dan membuat Rysta semakin tertunduk.
Sungguh hangat perlakuan wanita ini kepadanya.
Dan...
Bolehkah ia kembali sedikit berharap...
" terimakasih...uma..." jawab Rysta lirih.
Wanita baya bernama Narra itu tersenyum.
Perlahan jemarinya terangkat ke atas meja dan meraih jemari wanita yang masih tertunduk di hadapannya itu.
" kau tahu, kami hanya memiliki Hose sebagai anak kami. Aku sangat senang ketika ia berkata ia ingin memberi kami lagi seorang anak perempuan.
usia Hose tak lagi muda, mendengar keinginannya itu tentu kami sangat bahagia " ucap wanita itu lagi.
" uma yakin, kehadiranmu di antara kami akan menambah kebahagiaan kami...
Karena setelah kehadiranmu nanti, uma yakin kau akan membuat rumah kami yang sepi menjadi ramai karena anak anak kalian nanti "
kata kata terakhir nyonya Narra sukses membuat Rysta seketika mengangkat kepalanya.
Kata kata itu benar benar bagai petir yang menyambar tubuhnya.
Sejenak ia menoleh kepada pria yang duduk di sisinya.
Dan Hose seolah paham,
pria itu tersenyum namun juga menggelengkan kepalanya dengan pelan.
Rysta menarik nafas dalam dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan.
" nyonya..." ucapan Rysta terhenti sejenak karena Hose tiba tiba menggenggam jemari Rysta.
Sekali lagi, Rysta menatap sejenak kepada Hose kemudian kembali beralih kepada wanita baya di hadapannya setelah mengangkat jemari Hose yang tengah menggenggamnya.
" jangan memanggilku seperti itu...." jawab nyonya Narra masih dengan lembut.
Rysta tersenyum, meski kini hatinya tengah jelas kembali terluka.
Untuk kesekian kalinya ia benar benar merutuki kemunafikannya.
Bisa bisanya ia berpikir, keluarga Hose akan bisa menerima dirinya apa adanya.
" maafkan saya nyonya....sepertinya, saya tak berhak memanggil anda dengan sebutan seperti yang anda inginkan " jawab Rysta kemudian dengan tak kalah lembut pula.
Kata katanya sontak membuat wanita yang duduk di hadapannya itu mengerutkan keningnya.
Sementara Hose terlihat kacau, wajahnya berubah muram.
Lanjut