Sassy Savannah menempelkan kepalanya di kaca jendela kereta, yang akan membawanya kembali ke tanah kelahirannya. Lima tahun bukan waktu singkat, untuk mengubur kenangan yang telah terjadi. Apalagi harus kembali berhadapan dengan orang dari masalalunya, yang hingga saat ini masih bersemayam di lubuk hatinya paling dalam. Rasanya malas harus kembali bertemu dengan mantan suaminya, yang mencampakkannya dengan semena-mena.
Aidan Darma Saputra, lelaki yang dicintainya sekaligus di bencinya. Dia telah menorehkan sebuah kesakitan, juga sekaligus kebencian dalam jiwanya. Hanya karena sebuah aduan tidak berdasar yang di tuduhkan padanya, dia dengan teganya mencampakkan dirinya.
Dengan kekuatan yang tersisa, Sassy bisa keluar dari istana yang mengurungnya selama ini. Berbekal tekad kuat dan dorongan semangat dari ke dua orangtuanya, Sassy melanjutkan hidup jauh dari lelaki yang di cintainya sekaligus orang yang mematahkan harapannya bisa bersanding hidup bersama sampai ajal memisahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Mencari kebenaran
Aidan tidak pernah menyangka, keluarganya terlibat dalam menghancurkan pernikahannya. Yang ia tau, selama ini keluarganya memang kurang mensupport. Tetapi mereka tidak terang-terangan menolak, bahkan terkesan acuh. Namun ketika mendengar dari mulut Sassy perlakuan keluarganya, yang dengan tega berbuat tidak menyenangkan membuatnya kaget setengah mati.
Kini ia sedang melaju ke tempat kediaman ke dua orang tuanya, untuk menanyakan kebenarannya. Hatinya nelangsa bila mengingat peristiwa itu, ia dengan seenaknya mempermainkan kata cerai keluar dari belahan bibirnya. 'Ah, tololnya aku' batin Aidan, sambil memukul-mukul stir mobilnya. Seharusnya Aidan sebagai suami menjadi pelindung istrinya, tetapi nyatanya ia tak mampu. Pantas saja Rian menghajarnya habis-habisan, karena kelalaiannya. "Ya Allah, aku berdosa besar pada Sassy" gumamnya pilu. Tetapi penyesalannya tidak berarti lagi, yang ada hanya kekecewaan mendalam pada keluarganya. Terutama sang Mami, yang dengan teganya memisahkan mereka berdua.
Tiba di tempat orang tuanya bermukim, Aidan mematikan mesin kendaraannya. Tanpa perlu memasukkan mobilnya ke halaman rumah, ia hanya menepikannya di pinggir jalan. Rumah dalam keadaan sepi, pastinya mereka tengah beristirahat. Ia melangkahkan kakinya, ke arah gerbang yang menjulang tinggi. Lalu, membunyikan bel yang ada di depan gerbang. Agak lama, tidak ada yang datang. 'Kemana Pak Syamsul?' batin Aidan bertanya-tanya. Tetapi kemudian terdengar dari arah dalam, suara langkah kaki di susul dengan terbukanya pintu gerbang.
"Oh Den Aidan, maaf saya dari belakang" ucapnya, berusaha mendorong gerbang.
"Gak usah di buka, Pak. Saya, cuma sebentar" perintah Aidan cepat. "Mami sama Papi ada, Pak."
"Ada Den, silahkan masuk."
"Terimakasih ya, Pak."
Aidan berjalan melewati kebun bunga milik Maminya, ia melihat pintu rumah terbuka lebar.
"Assalamualaikum" Aidan berucap salam, sembari melongokkan kepalanya. Ruang tamu dalam keadaan sepi, mungkin orangtuanya berada di dalam. Sebelum masuk, ia melepaskan sepatunya terlebih dahulu.
"Waalaikum salam!" Nyonya Rianty berseru senang. "Tumben, mau mampir" ucapnya, sumringah. "Kamu sendirian ke sini, dimana Clara?" tanya Nyonya Rianty, ketika tidak mendapati calon menantu kesayangannya.
Aidan mengambil tangan Maminya, untuk di salaminya. "Iya Mi, Clara sibuk. Jadi, gak bisa ke sini. Gimana kabarnya, Mi?"
"Alhamdulillah sehat, duduk Nak!"
"Kemana Papi, kok gak keliatan?"
"Papi mu, baru aja masuk kamar. Sepertinya kecapean, maklum tadi pagi ikutan bapak-bapak jogging keliling kompleks."
"Oo, pantesan gak keliatan. Biasanya kan, selalu bersama" ucap Aidan menggoda
"Ya, biar kami sudah tua tetapi tetap harmonis" kilah Nyonya Rianty senang. "Makan dulu, ya. Mami udah masak banyak, kali aja kamu sama Clara mau berkunjung."
"Aku udah makan di kantor, Mi" tolak Aidan halus. "Sebenarnya, ada yang ingin aku tanyakan sama Mami. Itu pun, seandainya tidak berkeberatan menjawab" lanjutnya serius.
"Kamu mau nanya apa? Kalo Mami tau, pasti di jawab" ucap Nyonya Rianty, sembari mengambil duduk berhadapan dengan putranya.
"Soal kejadian lima tahun lalu, ketika kita memergoki Sassy dengan laki-laki tidak di kenal di kamar Cindy" ucap Aidan hati-hati, ia takut Maminya murka bila mengingat malam itu.
"Untuk apa, kamu tanyakan lagi? Sudah jelas istri mu berselingkuh, dengan temannya Cindy. Apa kamu masih belum percaya? dengan keterangan dari sepupu kamu." kata-kata keras yang keluar dari Maminya, membuat Aidan terkejut. Tidak biasanya m, sang Mami meninggikan suaranya.
"Bukan begitu, Mi. Rasanya gak adil, bila mengingat kejadian itu. Aku menuduh Sassy seenaknya, tanpa mau mendengar keterangan dari yang bersangkutan."
"Istri mu tertangkap basah, bersama lelaki yang bukan mahramnya. Kenapa kamu tanyakan lagi? Peristiwa, yang telah lama berlalu" ucap Nyonya Rianty, dengan kening berkerut. "Atau jangan-jangan, kamu sudah bertemu kembali dengan mantan istri mu" sambungnya dengan tatapan penuh curiga.
"Iya, Mi. Aku sudah bertemu dengan Sassy, dan mendengar pengakuan darinya. Malam itu ia di jebak oleh seseorang, dengan meminum minuman yang telah di beri obat tidur" tutur Aidan. Ia ingin melihat reaksi Maminya, dengan tidak memberitahu siapa pelakunya.
Nyonya Rianty terkesiap mendengar penuturan putranya, ia tidak menyangka perbuatan jahatnya malam itu ketahuan.
"Memangnya, perempuan rendahan itu punya bukti" ujar Nyonya Rianty, meremehkan mantan menantunya.
"Namanya Sassy, Mi. Tolong jangan menghina dia, karena aku pernah merasa bahagia hidup dengannya sebelum prahara itu datang."
"Cukup Aidan, Mami tetap gak suka sama perempuan itu. Lupakan dia, dan menikahlah dengan Clara. Mami udah tua, ingin cepat menimang cucu dari mu."
"Bagaimana, aku bisa menikah lagi? Sedangkan masa lalu ku, belum selesai. Aku ingin membina rumah tangga dengan Clara, tanpa membawa masa lalu ke dalam kehidupan ku yang sekarang" tutur Aidan, penuh kesedihan.
"Kamu pasti bisa, Nak! Percaya sama Mami, Clara dapat memahami mu yang pernah gagal."
"Aku gak yakin, Mi. Hati ku, masih tertambat pada Sassy. Aku takut, membuat Clara gak bahagia."
"Aidan! Dengarkan Mami" Nyonya Rianty, mengguncang-guncang tangan putranya geram. "Kamu akan bahagia, camkan ucapkan Mami !"
Aidan mengusap wajahnya kasar, ia tertunduk lesu di ruang tamu. Sedangkan sang Mami, berusaha mempengaruhi pikiran putranya dengan menggebu-gebu.
Keadaan menjadi hening, ke duanya sama-sama mempertahankan argumennya. Aidan yang Keukeh dengan pendiriannya begitu pun Nyonya Rianty yang tak mau kalah.
****