Imamku, Surgaku

Sore hari, Azalea dan Husain duduk bersantai di halaman depan rumah sambil ditemani dengan teh dingin dan beberapa gorengan. Menyaksikan anak - anak yang asik bermain bersama teman seumurannya tanpa ada rasa takut dan cemas akan pertanyaan bagaimana hari esok.

Beberapa kali Azalea akan merasakan dejavu saat melihat anak-anak itu bermain permainan yang duhalu nya ia mainkan bersama teman- temannya.

Bertambah dewasa, Azalea menyadari banyak hal. Salah satunya, dewasa itu bukan lagi perihal bermain, bercanda dan tertawa tanpa beban. Tapi dewasa itu perihal menentukan sebuah pilihan untuk masa depan yang cerah. Pastinya penuh tantangan, penuh perjuangan dan penuh kejutan. Karena itulah fase saat dewasa disebut sebagai fase yang merumitkan.

Selain itu, jika dahulu ia akan berfikir bahwa akan terus bersama dengan mereka di masa kecilnya, ketika beranjak dewasa ia baru menyadari. Bahwa pada akhirnya kita akan hidup masing-masing, candaan dan tertawaan orang-orang disekitar yang biasa dinikmati bersama kini tak lagi bisa dilakukan.

Mereka bukan berubah, namun ada mimpi dan harapan yang tak sejalan yang harus di raih. Masa kanak-kanak tak selamanya membersamai kita. Karena akan ada masa muda yang harus dilalui dengan penuh perjuangan, lalu setelahnya akan ada masa tua untuk kita beristirahat.

Ketika beranjak dewasa, mereka akan bertanya bagaimana caranya bahagia?

Pepatah lama menyebutkan bahwa ignorance is bliss (ketidaktahuan dan ketidakpedulian adalah kebahagiaan). Benar adanya. Terkadang, kita harus hidup dengan ketidaktahuan tentang pandangan orang lain tentang kita dan ketidakpedulian pendapat orang lain tentang kita.

Beberapa orang mungkin memberikan pandangan dan pendapat terbaik untuk kita. Tapi beberapa orang juga akan memberikan pandangan dan pendapat buruk tentang kita. Kamu hanya cukup menerima yang baik dan membuang yang buruk.

Membiarkan pembencimu tetap membencimu sebagaimana dia mau. Karena pembencimu tak akan peduli dengan semua kebaikan mu. Dan pengagum mu tidak akan peduli dengan hasutan pembencimu.

"Menurut abang, siapa orang yang bahagia di dunia ini?" tanya Azalea.

Tanpa pikir panjang, Husain langsung menjawab tegas pertanyaan Azalea, "Orang yang tak pernah berharap pada manusia. Tapi berharap dengan harapan besar kepada Allah,"

"Alasannya?"

"Karena manusia bisa berubah. Sementara Allah tidak akan pernah berubah,"

Benar sekali. Berharap pada manusia hanya sebuah seni menyakiti diri sendiri.

Hening sesaat.

Azalea menghela nafasnya dengan pelan. Matanya menatap lembut ke arah keponakannya yang ikut bergabung bermain bersama anak tetangga mereka.

Orang lain yang melihat Azalea sekilas akan merasa bahwa Azalea dalam keadaan baik - baik saja. Namun, jika ditelisik lebih dalam, banyak riuh yang akan terdengar dari dalam kepala serta banyak retakan yang terdengar dari dalam dada wanita itu.

"Jadi, Aza tak boleh berharap dengan Abang?"

Husain menoleh.

"Benar. Kamu tidak boleh berharap dengan Abang. Tapi biarkan abang yang berusaha semampu Abang untuk mewujudkan apa yang ada di hati dan pikiran kamu tanpa kamu ucapkan di lisan dan kamu harapkan di dalam hati," jawab Husain tersenyum.

"Tugas kamu hanya menerima. Sedangkan tugas Abang adalah memberi. Memberi segala apa yang Abang miliki untuk kamu." lanjutnya.

Mata mereka bersitatap. Ada desiran aneh yang menghinggapi hati keduanya. Rasanya sejuk, mengalahkan rasa sejuk dari es batu yang ada diminumkan mereka berdua.

Bibir mereka mungkin tak mampu mengatakannya, namun mata mereka mampu menyampaikan banyak rasa cinta dan kasih sayang yang akan mereka berikan untuk satu sama lain.

Azalea memutuskan pandangan mereka berdua. Memilih kembali menatap hamparan anak - anak yang berlalu lalang kesana kemari dengan tawa lucu yang terdengar dari bibir kecil mereka. Begitu pula dengan Husain yang kembali menatap ke arah depan.

"Jauh sebelum Aza, Abang sudah pernah merasakan sakitnya tentang arti sebuah kehilangan seseorang yang paling dicintai. Bagaimana cara abang menghadapinya?" tanya Azalea kembali.

Husain menoleh kembali ke arah Azalea yang sedang menatap lurus dengan pandangan menerawang jauh. Pandangan itu memiliki banyak rasa sedih sakit dan luka.

Sebelum menjawab, tangan kekarnya Husain bawa untuk menggapai tangan mungil Azalea untuk ia genggam.

"Cara menghadapi sebuah kehilangan adalah dengan cara berbesar hati. Berbesar hati menerima segala takdir yang sudah Allah tentukan. Karena kita harus percaya, takdir yang Allah pilihkan jauh lebih indah dari apa yang kita rencanakan dan inginkan,"

Sederhana. Namun memiliki arti yang dalam. Tak semua orang bisa berbesar hati menerima segala takdir yang sudah Allah tetapkan untuk mereka. Bahkan tak sedikit yang memilih jalan mengakhiri hidup mereka ketika takdir tidak sesuai dengan yang mereka inginkan.

"Bagian menyakitkan dari kehilangan orang yang paling kita cintai adalah saat merindukan namun tak bisa terwujudkan," ada jeda sejenak sebelum Husain kembali berbicara.

"Kita tak memiliki bahkan sekedar alamat yang dituju untuk mengirimkan rindu pada mereka yang sudah berpulang mendahului kita," lanjutnya.

Semua yang diucapkan Husain benar adanya. Tapi yang Azalea pernah baca, ada yang paling menyakitkan dari bagian merindukan. Momen dimana ketika dunia sudah mulai melupakan 'mereka yang telah pergi'.

Lupa akan rasanya pelukan hangat mereka, lupa akan suara mereka seperti apa, dan lupa akan wangi yang terpancar dari tubuh mereka seperti apa.

Karena pada akhirnya, kita yang masih ada dipaksa untuk terus berjalan, sekalipun harus tertatih-tatih. Mungkin berat, tapi dunia tetap terus berjalan tanpa peduli seberapa terpuruknya kita.

...-HUSAIN dan AZALEA-...

Malam harinya, Husain dan Azalea menikmati malam dengan saling berpelukan. Membagi sebuah kehangatan dengan dibaluti romansa yang syahdu. Kata orang, malam hari adalah waktu yang sangat pas untuk pasangan bercerita dari hati ke hati. Tapi bagi mereka yang tak memilik pasangan untuk berkeluh kesah, mereka cenderung hanya akan merenungkan apa yang terjadi sepanjang hari. Bahkan tak jarang mereka ber-overtinking karena tak adanya sang penenang dikala keresahan memeluk diri.

Tangan Husain mengelus surai panjang Azalea yang tergerai indah. Sesekali dirinya mengirup wangi manis berpadu lembut yang menguar dari rambut Azalea.

"Kamu tahu tidak segelintir kisah cinta Rabiatul Al-adawiyah?" tanya Husain memecah keheningan diantara mereka.

Azalea menggeleng. Jari jemarinya ia tautkan dengan jari jemari kokoh Husain. Menunggu sang suami mencerita kisah cinta tentang Rabiatul Al-adawiyah.

"Ada seorang lelaki yang mencintai Rabiatul Al-adawiyah. Lelaki itu menemui Radiatul Al-adawiyah lalu berkata, "Aku jatuh cinta dengan matamu dan kesolehanmu." Mendengar itu, Rabiatul Al-adawiyah mengatakan pada lelaki itu." Kalau begitu aku mempunyai adik perempuan yang lebih cantik. Matanya lebih indah dan dia lebih sholehah dariku, rasanya dia lebih sesuai untukmu. Itu dia ada dibelakangmu". Lelaki itu dengan sigap berpaling ke belakang. Melihat reaksi lelaki itu, Rabiatul Al-adawiya lantas berseru."Anda pendusta."

"Rabiatul Al-adawiya benar. Lelaki itu berbohong," komentar Azalea dengan bersungut-sungut.

"Iya. Setelah mendengar cerita tentang kisah cinta Rabiatul Al-adawiya tadi, apa kesimpulan yang kamu dapatkan?"

Azalea terdiam sejenak. Otaknya berpikir keras mencari sebuah kesimpulan dari cerita yang Husain ceritakan padanya barusan.

"Kesimpulannya, adakah cinta menoleh pada yang lain?" tutur Azalea sambil menatap manik mata milik Husain.

Husain tersenyum. Kesimpulan yang Azalea berikan benar. Sesuai dengan apa yang ingin ia dengar.

"Benar. Istri abang pinter banget sih." puji Husain sambil mencolek dagu Azalea.

Dipuji seperti itu oleh suaminya, Azalea menjadi salting bercampur besar kepala.

"Cinta tidak akan pernah menoleh bahkan berpaling ke belakang. Karena cinta hanya akan menatap ke depan. Menurut abang, wanita akan terlihat cantik sampai ia menikahinya. Begitupun kamu. Sebelum kita menikah, kamu memang cantik. Tapi setelah kita menikah, abang baru menyadari kamu jauh lebih cantik dari apa yang abang lihat sebelum kita menikah." ujar Husain mempertegas kecantikan Azalea dimatanya.

Malam itu, Azalea dibuat melayang oleh perlakuan manis dan lembut dari suaminya. Husain memang tidak menunjukkan keromantisannya secara gamblang. Namun Husain mampu membuat Azalea merasa disayangi dan amat dicintai sepenuh hati.

-To Be Continue-