NovelToon NovelToon
Tubuhku, Takhta Sang Dewa

Tubuhku, Takhta Sang Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti / Romansa Fantasi / Fantasi
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Cencenz

Satu tubuh, dua jiwa. Satu manusia biasa… dan satu roh dewa yang terkurung selama ribuan tahun.

Saat Yanzhi hanya menjalankan tugas dari tetua klannya untuk mencari tanaman langka, ia tak sengaja memicu takdir yang tak pernah ia bayangkan.
Sebuah segel kuno yang seharusnya tak pernah disentuh, terbuka di hadapannya. Dalam sekejap, roh seorang dewa yang telah tertidur selama berabad-abad memasuki tubuhnya. Hidupnya pun tak lagi sama.

Suara asing mulai bergema di pikirannya. Kekuatan yang bukan miliknya perlahan bangkit. Dan batas antara dirinya dan sang dewa mulai mengabur.

Di tengah konflik antar sekte, rahasia masa lalu, dan perasaan yang tumbuh antara manusia dan dewa… mampukah Yanzhi mempertahankan jiwanya sendiri?
Atau justru… ia akan menjadi bagian dari sang dewa selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cencenz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21: Altar yang Akan Menghakimi

Malam berikutnya, hujan kabut makin tebal. Paviliun Dalam sunyi. Di luar pagar bambu, seorang penjaga jalur menguap, tak sadar bayangan hitam melompat dari atap, menyusup cepat, bagai asap menembus kabut.

Di celah atap bambu, mata-mata sekte lain, orang bayaran yang disuruh Wei Ren diam-diam merayap. Tubuhnya dibungkus jubah hitam tipis, simbol sekte ditutup rapat di dada. Jemarinya menggenggam belati hitam, belati penarik energi, racunnya bisa melemahkan aliran spiritual dalam satu tebas.

Di dalam, Yanzhi duduk bersila. Pecahan segel di lengannya mendidih pelan, Roh berbisik di belakang tengkuknya.

"Jangan berhenti… energi itu sedang membuka jalan. Sedikit lagi…"

Yanzhi menggertakkan gigi. Tubuhnya bergetar, keringat dingin menetes di dagu. Ia tak tahu, di langit-langit kayu, bayangan hitam merayap turun pelan, belati menempel di batang bambu, menajamkan hembusan angin dingin di lehernya.

Tiba-tiba, lantai berderit halus. Cekkk! Bayangan itu melayang, belati berkilat, menusuk ke punggung Yanzhi.

"Bagus… akhirnya celahmu terbuka untuk kami."

Yanzhi terhenyak. Pecahannya menyala liar, roh menjerit, memaksa Yanzhi menarik tenaga lebih cepat. Urat di lehernya membiru. Dalam sekejap, hawa panas meledak ke belakang, membakar udara di sekitar penyerang.

Mata-mata itu terhuyung, belatinya nyaris menembus bahu Yanzhi tapi hawa panas memukulnya mundur. Energi liar bocor, kilau pecahan merembes keluar pori-pori.

Penjaga di luar mencium hawa retakan, teriak panik.

Yanzhi setengah tersungkur ke lantai, tangannya menekan dada, menahan pecahan agar tak meledak keluar.

Dengan napas terputus-putus, Yanzhi mendesis pada Roh, rahangnya mengeras dan suara pecah di tenggorokan.

"Tahan! Kau mau aku mati sekarang?!"

Roh tertawa, separuh suara, separuh raungan menahan keserakahan.

"Ini jalanmu. Mau kuat? Serap sekarang, atau biarkan semuanya lepas."

Belum sempat Yanzhi menarik napas, penyerang itu sudah maju lagi, belatinya bergetar, menajam pada jalur segel di lengan Yanzhi. Jika berhasil menusuk, pecahan akan terlepas paksa, memanggil retakan di lembah makin terbuka.

BRAK!

Pintu Paviliun mendadak terbuka. Han Ye menerobos, pedang di punggung langsung terhunus, bilahnya memantulkan cahaya lentera terakhir yang berkedip.

Sekejap, Han Ye melihatnya. Yanzhi terjatuh, hawa panas dari pecahan liar menembus tubuhnya, matanya setengah putih, urat nadi di leher menonjol, roh mendominasi jalur tenaga. Sementara penyerang berdiri di belakang Yanzhi, belati terangkat.

Han Ye menebas cepat, pedangnya memukul belati ke lantai, suara logam memercik, menelan lenguhan pendek si mata-mata. Dalam satu gerakan, Han Ye merangkul bahu Yanzhi, menekan jalur tenaga di punggungnya.

"Apa yang kau lakukan?! Kau mau mati di sini?!"

Yanzhi hanya sempat memelototi Han Ye, matanya kosong setengah sadar. Suara Roh tertawa dalam di kepalanya, menertawakan Han Ye.

"Lihat dia panik. Biar saja dia rasakan betapa panasnya kau sekarang."

Pecahan di tubuh Yanzhi hampir pecah. Han Ye menekan titik nadi di bawah leher Yanzhi, tangan satunya menempel di bahu, jurus segel darurat ditekan ke tubuh Yanzhi. Cahaya kebiruan muncul di jemarinya, menahan kebocoran energi.

Darah menetes dari sudut bibir Yanzhi, ia setengah menggigit napas, tubuhnya limbung. Han Ye memeluk erat, menahan getaran di bahu Yanzhi.

"Bodoh… kau sembunyikan ini dari aku?"

Penyerang di belakangnya berbalik, mencoba kabur. Han Ye melepaskan satu tangan, melempar pisau pendek. Pisau itu menembus tenggorokan bayangan hitam, menutup mulutnya dengan desis berdarah.

Di lantai, Yanzhi gemetar di pelukan Han Ye. Pevahannya mengejang, Roh tertawa di kepalanya. Dan di sela napasnya yang pecah, Han Ye tahu, malam ini, retakan di lembah benar-benar hidup.

......................

Langit pagi dipenuhi awan berat. Kabut belum naik sepenuhnya dari pegunungan, tapi aula utama Sekte Tianhan sudah ramai. Dindingnya tinggi, menggemakan setiap napas yang masuk terlalu keras. Di tengahnya, lantai batu giok membentuk lingkaran, tempat para murid atau pelanggar sekte biasa dihadapkan.

Hari ini, yang berdiri di tengah bukan siapa-siapa, melainkan Yanzhi, murid Lu Ming, dengan luka baru yang masih dibalut tergesa.

Ia menunduk separuh. Bukan karena takut, tapi karena napasnya masih belum utuh. Energi di tubuhnya kacau, dan ia terlalu sadar bahwa satu gerakan salah bisa membocorkan pecahan yang mengendap di bawah tulang dadanya.

Di kursi utama, Tetua Fan duduk tegak. Wajahnya keras seperti ukiran batu, sorot matanya menusuk. Di sampingnya, Wei Ran terlihat lebih tenang, tapi senyumnya tipis dan berbahaya, seperti orang yang sudah tahu hasil sebelum permainan dimulai.

Lu Ming berdiri di belakang Yanzhi, jubah birunya bergoyang pelan. Ia tidak bicara, tapi dari garis rahangnya yang menegang, terlihat ia menahan banyak hal.

Wei Ren membuka percakapan, suaranya lirih tapi terdengar ke seluruh aula.

"Jalur altar di bawah Lembah bergerak dini hari tadi. Penjaga kami merasakan getaran spiritual. Beberapa... seperti aura iblis lama."

Tatapan beralih ke Yanzhi. Ia tetap diam. Tak menyangkal, tak membenarkan.

Tetua Fan mencondongkan tubuh, suaranya pelan.

"Kau terluka. Tapi bukan luka biasa. Ada jejak energi yang asing di tubuhmu. Jelaskan."

Yanzhi mengangkat kepala. Pandangannya lurus.

"Aku diserang."

"Siapa?"

"Tidak sempat kulihat."

"Dan apa yang kau sembunyikan di tubuhmu?"

"Aku tidak tahu maksud kalian."

Lu Ming akhirnya bicara. Suaranya tenang, tapi dinginnya menusuk. "Yanzhi. Setidaknya katakan padaku. Kau masuk ke ruang altar? Pecahan... Kau menyentuhnya?"

Yanzhi tak menjawab. Rahangnya mengeras.

Dari sudut aula, Han Ye berdiri, diam. Tak ada yang menanyainya. Tapi ia tahu lebih dari siapapun. Ia yang melihat pecahan itu menyatu ke tubuh Yanzhi. Ia yang tahu ada roh yang masuk. Tapi ia juga yang memilih bungkam.

Tetua Fan memicingkan mata.

"Han Ye. Kau menemukannya semalam?"

Han Ye mengangguk. "Ya."

"Dan?"

Han Ye tak langsung menjawab. Tatapannya hanya sebentar mengarah ke Yanzhi.

"Dia hampir mati. Tapi tidak ada tanda pecahan darinya," katanya dingin.

"Kalau ada, aku pasti lihat."

Yanzhi mencuri satu napas. Lu Ming menatap Han Ye lama, mencoba membaca sesuatu.

Tetua Fan bersandar. "Kalau begitu... kita akan buktikan. Dalam dua hari, kau akan dibawa ke altar utama. Di sana, pecahan akan bicara sendiri."

Wei Ran tertawa kecil. "Kalau ada pecahan... tak ada cara menyembunyikannya dari altar leluhur."

Yanzhi diam. Tapi di dalam dirinya, Roh mendesis, tajam, panik.

"Jangan dekat altar itu. Jika mereka tarik aku keluar, aku... akan bertarung, Yanzhi. Bahkan dengan tubuhmu."

Dan di pinggir ruangan, Han Ye mencengkeram sarung pedangnya lebih erat.

......................

Angin sore membawa hawa lembab dari pegunungan, menyusup pelan ke celah jendela Paviliun Dalam. Cahaya merah matahari tenggelam merambat tipis ke dalam ruangan sempit tempat Yanzhi kembali dikurung. Kali ini lebih dalam, lebih dingin, dan jauh dari suara siapa pun.

Tangannya masih dibalut kain kasa, dadanya naik-turun tak teratur. Luka di tubuhnya belum pulih, tetapi yang paling menyiksa bukan itu, melainkan desakan dari dalam. Suara itu... yang tak pernah sepenuhnya diam.

"Kau dengar sendiri, bukan? Dua hari. Mereka akan menarikku keluar, seperti mencabut duri busuk dari daging yang membusuk."

Yanzhi mendengus keras, memalingkan wajah ke arah dinding.

"Setiap hari kau bicara, tidak pernah lelah. Kau kira aku ini apa? Boneka kayu yang bisa kau kendalikan semaumu?"

Tangannya mencengkeram lutut. Napasnya pendek, bahunya gemetar. Tapi matanya tajam, tak menyerah.

"Aku sudah tahu niatmu sejak awal. Kau hanya menunggu tubuhku melemah, menunggu kesadaranku retak, lalu kau akan mencoba mengambil alih segalanya. Kau pikir aku sebodoh itu?"

"Bukan bodoh... tapi lemah. Begitu mereka mulai menarikku keluar, tubuhmu tak akan mampu menahan. Kau akan hancur dari dalam. Tulangmu retak, darahmu berantakan. Tak satu pun dari mereka bisa menolongmu."

Yanzhi terdiam sejenak. Ia menunduk, memejamkan mata. Tapi tak lama, ia tertawa kecil, tawa lirih yang lebih mirip dengusan marah.

"Aku tahu tubuh ini lemah, aku tahu waktuku tak banyak... Tapi aku masih waras. Aku tahu satu hal, kau harus keluar dari tubuhku."

Matanya menajam. Ia mencengkeram lututnya erat-erat, menahan getar halus di ujung jari.

"Keluar, ya... Tapi bukan dengan cara mereka. Bukan dengan paksa. Aku tidak sudi mati hanya karena mereka menarikmu seperti mencabut duri dari luka. Tubuh ini masih milikku. Dan kalau aku harus mengusirmu, aku akan melakukannya dengan caraku sendiri, bukan dengan tangan orang lain yang bahkan tak paham apa yang mereka sentuh."

Suara itu tertawa rendah. Suara yang tak sepenuhnya terdengar oleh telinga, tetapi menggema tajam dalam dada Yanzhi. Tawa itu berat, seperti besi yang beradu dengan batu.

"Kau ini benar-benar keras kepala... Tapi kau lupa satu hal."

"Tubuh ini memang milikmu. Tapi jiwa kita sudah terikat. Jika aku ingin, aku bisa meremukkan kesadaranmu dalam sekejap... dan mengambil alih semuanya."

"Kalau mereka terus memaksaku keluar. Aku yang akan keluar dengan caraku. Aku akan bangkit, dan satu per satu, aku akan hancurkan mereka. Sektemu. Gurumu. Semuanya akan kulenyapkan dari muka tanah!"

Hawa panas naik dari dalam dada Yanzhi, bukan amarah, tapi tekanan roh itu yang mulai membesar, menekan dinding pikirannya. Seperti ada tangan tak terlihat yang mencengkeram belakang kepalanya.

"Kau bisa terus bicara soal caramu sendiri, tapi waktumu tinggal sedikit. Kalau kau tak bisa bertindak, maka aku yang akan bertindak!"

Tapi Yanzhi mengangkat wajahnya. Nafasnya masih berat, namun sorot matanya tetap tajam.

"Aku tak akan membiarkanmu keluar seperti itu," gumamnya dingin.

"Kalau kau mengamuk, kalau mereka tahu keberadaanmu... aku benar-benar akan habis. Sekalipun kau bisa lepas, kau tetap akan terkurung lagi, mungkin disegel, dihancurkan. Aku juga tahu itu."

Ia menggertakkan giginya.

"Karena itu aku harus cari jalan. Jalan agar kau keluar... tapi tidak dengan membunuhku, dan tidak dengan membuat seluruh sekte mengejarmu."

Pelipisnya basah, tapi tubuhnya tak bergeser.

"Aku tidak butuh bantuan mereka. Aku hanya butuh waktu…"

Yanzhi mengangkat wajahnya, sorot matanya keras meski tubuhnya gemetar.

"Jadi jangan coba-coba ambil alih."

Roh terdiam. Lalu tertawa pelan.

"Waktu? Yanzhi… kau bahkan tidak punya itu."

...****************...

1
dewi roisah
lanjut lagi seru serunya..
Zhenzhen: Siap! Makasih banyak, senang banget kamu menikmati ceritanya /Heart//Heart/
total 1 replies
Nanik S
Lembah Angin
Nanik S
Kepala baru memang sangat bodoh
Nanik S
Pasti Yanzhi adalah sasaran Lu Ming
Nanik S
mereka seperti teman tapi yang sat keras kepala yg satu Usil 🤣🤣🤣
Nanik S
💪💪💪👍👍👍
Nanik S
Lanjutkan Tor
Zhenzhen: Lanjut terus dong! Makasih sudah ngikutin ceritanya/Joyful//Determined/
total 1 replies
Nanik S
Benar sekali untuk apa ramah pada merdeka yang merendahkan kita
Nanik S
Keras kepala bener Yanzhi
Zhenzhen: Hehe iya, Yanzhi memang keras kepala banget, tapi itu yang bakal bikin perkembangan karakternya menarik/Scream/
total 1 replies
Nanik S
Yanzhi... lemah tapi keras kepala
Zhenzhen: Betul sekali! Dia masih lemah di awal, tapi tekadnya yang keras bakal jadi pondasi pertumbuhannya nanti./Determined/
total 1 replies
Nanik S
Cerita awal yang menarik
Zhenzhen: Senang banget kalau awal ceritanya terasa menarik! Semoga bab-bab selanjutnya juga bikin penasaran ya. Terima kasih sudah membaca/Pray/
total 1 replies
Nanik S
Hadir
Zhenzhen: Terima kasih sudah hadir dan mulai baca dari Bab 1! Semoga ceritanya bisa menemani harimu. /Determined//Determined/
total 1 replies
k
Ternyata seru banget!/Angry/ceritanya ringan tapi tetap bikin penasaran. Cocok buat kalian yang suka fantasi tapi tetep mudah diikuti. Rekomen banget!/Kiss//Kiss/
Zhenzhen: Terima kasih banyak untuk ulasannya!/Heart/
Senang banget tahu kalian enjoy sama ceritanya.
Aku bakal terus usaha biar makin seru ke depannya /Determined//Determined/
total 1 replies
Aji Pangestu
waw sangat bagus
Zhenzhen: Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca dan meninggalkan ulasan seindah ini /Kiss/
Aku benar-benar senang ceritanya bisa sampai ke hati pembaca /Heart//Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!