Diumur yang tidak lagi muda, susah mencari cinta sejati. Ini kisahku yang sedang berkelana mencari hati yang bisa mengisi semua gairah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengajak jalan-jalan Bagian 2
Senyumannya adalah kepuasan tersendiri bagiku. Senang saja wajah yang awalnya cemberut kini berubah dratis banyak tawanya yang manis.
"Makasih ya, Dio. Kamu hari ini yang terbaik," ungkap majikan dengan tangan membawa kembang gula kapas.
"Iya, Non. Sama-sama," jawabku sibuk membawa boneka.
"Oh ya, semua permintaan kamu hari ini sudah aku penuhi, sekarang giliran non Dilla harus memenuhi keinginanku, gimana?" lanjutku berkata.
"Maksudnya?."
"Kalau Non mau, aku ingin mengajak naik itu!" tunjukkku ke wahana kincir angin.
Tangan sudah menunjukkan yang dimaksud ke atas. Kami berdua sudah mendongak. Wahana yang indah, dipenuhi lampu berkelipan warna-warni.
"Haah, enggak ... enggak! Itu tinggi banget, aku ngak mau. Nanti kalau jatuh gimana? apa kamu yang akan tanggung jawab," jawabnya sudah berusaha menolak.
Langkahnya mundur-mundur ingin kabur saja.
"Iya, aku akan tanggung jawab. Sekarang ngak usah banyak bicara. Ayo langsung saja kita naik itu!" perintahku dengan cekatan menarik tangan majikan.
"Tapi Dio, aku benar-benar takut akan ketinggian!" ujarnya yang sudah menarik tangannya, supaya tidak bisa ikut.
Sebab aku menariknya terlalu kuat, akhirnya majikan yang meronta ingin menolak, kini dapat juga ingin kuajak naik wahana itu.
Sebelum naik, berulang kali merengek tidak mau ikut. Ada paksaan. Akhirnya dia pasrah, dan kini majikan hanya menutup matanya secara rapat-rapat, dengan tangannya mencengkram kuat lenganku.
"Buka mata kamu, Non. Lihatlah disana! Pemandangan disini begitu indah lho! Ayo bukalah," suruhku.
Majikan hanya mengeleng-gelengkan kepala kuat, yang masih mencengkram kuat lenganku.
"Ngak mau, Dio. Ini tinggi amat. Lihat, anginnya saja bikin ngeri bertiup kencang sekali."
Ada anggota tubuhnya gemetaran. Berusaha menenangkannya supaya bisa menikmati moment ini dengan tidak sia-sia.
"Gak usah takut, 'kan ada aku disini," cakapku meyakinkan.
"Duh, aku takut."
"Ayolah. Sedikit saja. Sayang banget kalau dilewatkan.
Perlahan-lahan mata majikan akhirnya terbuka juga, dan wajahnya sekarang terlihat mengekspresikan keterkejutan.
"Waaaah, pemandangan dari atas sini bangus banget Dio, lihat! Bintang-bintang dan rembulan terlihat menakjubkan sekali, jika dipandang dari atas sini," cakapnya yang tak henti-henti melihat gembira.
Sungguh aneh, tadi saja menolak sampai mau menangis, tapi setelah tahu malah takjub bukan kepalang.
"Makanya aku mengajak kamu, biar Non Dilla bisa merasakan pemandangan keindahan ini. Lagian ini akan menghilangkan stres saat bekerja, dan kalau menurutku tempat yang romantis ketika berkencan dengan kekasih adalah menaiki wahana ini," terangku.
"Ciieh, kamu aja belum punya pacar. Sok tahu banget kamu itu," ucap majikan tak percaya.
"Tapi bener 'kan indah?."
"Iya, Dio."
Wajah kami berdua sibuk melihat pemandangan yang menenangkan jiwa.
Dibawah banyak sekali orang telah berlalu lalang berjalan, diiringi lampu yang berkelap-kelip menyalakan keindahannya.
Setelah puas-puas bermain, akhirnya kami berduapun pulang. Kepala majikan sudah bersandar dibangku mobil, dengan mata sudah terpejam. Dan akupun masih terjaga, untuk terus fokus menjalankan kendaraan milik majikan.
Tidak ingin membangunkan majikan yang kelihatan lelah dan ngantuk sekali, dengan terpaksa kini tubuhnya sudah kugendong.
Perlahan namun pasti, kaki terus saja melangkah berjalan menaiki anak tangga rumah yang tak banyak. Wajahnya yang cantik, sungguh tak jemu-jemu untuk terus kutatap secara seksama.
"Wajahmu sangat cantik dan meneduhkan sekali," guman hati yang terus saja memandanginya.
Pintu kubuka dengan satu tangan, yang masih berposisi berat mengendong. Badan kumiringkan agar kami berdua bisa masuk bebas. Tidak bisa menutup pakai tangan, dengan terpaksa kaki menendang pintu memakai kaki.
Brak, suara kerasnya pintu terbanting.
"Aaaaa ... awww," Suara kesakitan Non Dilla mengelus-elus bagian kepala.
Wajahnya mringis. Mencoba memeriksa apa yang terjadi, dan setelah melihat dibagian kepalanya ternyata rambut yang tergerai tersangkut didaun pintu.
"Kamu turun dulu. Sebentar."
Sebab sudah khawatir atas rasa kesakitannya, segera kuturunkan tubuh majikan. Kepala masih miring berusaha menahan sakit.
"Awww ... Dio, apa yang kamu lakukan pada rambutku" tanyanya masih mengelus bagian kepala.
Pintu segera kubuka lebar, dan menarik rambut.
"Duh, rusak dah. Pasti ada yang tercabut
"Memang. Tapi dikit, nih!"
Tangan sudah menunjukkan beberapa helai rambut.
"Aaah, gila kamu, Dio. Huhu, masak cantik-cantik begini sudah botak sih."
"Mmmphh, hahahah mmph. Maafkan aku, Non! Aku tadi tidak sengaja," gelak tawaku tak tahan atas kelucuan yang barusan terjadi.
"Gak sengaja ... ngak sengaja. Masak ngak sengaja, bisa sampai ada yang tercabut begini!" keluhnya.
"Mmphh, hihihi. Aku beneran ngak tahu dan sengaja!" jawabku mencoba menjelaskan.
"Takkan kalau memang tidak sengaja, bisa membuat kepalaku jadi kehilangan rambut. Kamu pasti sengaja ingin balas dendam, dengan cara dijauhi cowok sebab sudah botak. Dasar bocil kurang ajar," cakapnya marah.
"Suuuer ... deh, Non! Aku beneran gak sengaja. Lagian itu dikit, ngak akan bikin kamu botak juga. Jangan lebay 'lah."
"Rasanya ini beneran sakit banget tahu. Oh ya, karena kamu sudah mencelakaiku, maka kamu harus mendapatkan hukuman dariku," cakapnya yang sudah melepaskan sepatu hak tingginya.
"Eeiiit kamu mau ngapain?" ujarku binggung.
"Aku akan membunuhmu dengan sepatu ini, mengerti, hah!" respon majikan sudah ingin mengayunkan tangan seperti ingin memukul.
"Coba saja kalau bisa, hahahaa! Kamu takkan bisa memukulku. Sungguh cantik sekali wajah kamu itu, karena hidung bisa keluar asap dan mengeluarkan api merah padam, hahahahha!" ledekku yang sudah berlari.
"Kamu jangan lari bocil, sini! Dasar pengawal tak tahu diuntung, berani-beraninya mencelakai majikan sendiri, berhenti ngak?" emosi non Dilla sudah mengejarku.
"Ayo kejar. Hahahaha."
"Awas saja kalau kena. Dasar tidak ada Akhlak main ngatain orang sembarangan.
Kami terus kejar-kejaran bagaikan kucing ingin memangsa tikus. Tidak ada lelah kami terus berkejaran. Bahkan mungkin sudah dua puluh kali lebih mengitari sofa.
Blooogh, sebuah higheeels telah terlempar, yang ternyata meleset tidak mengenaiku.
"Hahahaha, dasar perawan tua yang sudah melemah, melempar sepatu saja ngak bisa, hahahahaha," ejekku yang terus saja berlari.
"Aiits. Hey, bocil Dio. Sini kamu?" pekiknya kuat sambil berdecak pinggang kesal.
Kamar tamu langsung saja kututup rapat-rapat, sebab majikan masih saja mengejarku untuk memukul.
"Bocil, buka ngak pintu ini?" Kemarahannya menyuruh.
"Aku gak akan buka, jika kamu masih ingin memukul, hahahaa ," Ketakutanku bersembunyi.
"Awas Dio, akan kubejek-bejek tubuh kamu itu sampai penyek sepenyek-penyeknya jadi rempeyek," Kekesalannya berkata.
"Lakukanlah kalau kamu bisa, sebab aku tidak akan keluar sampai besok, hahahaha! Selamat menikmati tidur dengan hati dongkol," tawaku puas akhirnya bisa balik mengerjai majikan.
"Hhhh ... hiiiiiih, kalau kamu keluar akan benar-benar mati, lihat saja!" ancamnya lagi.
"Bodoh amat, yang penting tidak bisa menangkapkan, hahaha."
Sungguh aku tak menyangka atas diriku sendiri, yang bisa-bisanya melawan majikan. Hidupku yang dulu pendiam, ternyata bisa berubah bahagia, sebab ada majikan yang bisa kuajak bercanda.
anyway bagi satu perusahaannya ga akan bangkrut kalii bole laa
jangan suka merendahkan orang lain hanya karna orang itu dari kampung..
ntar km kena karma.
semoga dio bisa tahan y jadi pengawal Dilla
nekat banget sih km,,agak laen y cewe satu ini.. 😂🤦♀️