Terpasung Gairah 3 Cogan
Hati kini kian bersorak gembira, saat pacarku Reyhan akan mengajak kencan. Sudah lama sekali kami tak bertemu, yang kemungkinan sudah hampir satu bulan lamanya.
Kesibukkannya sebagai artis, sungguh tak menyempatkan waktunya untuk menemaniku. Kami hanya sering berkomunikasi lewat handphone, sebagai obat lara dalam kerinduan.
[Hallo, assalamualaikum]
[Hallo juga, walaikumsalam]
[Gimana kencannya nanti?]
[Jadi dong, apa sih yang gak buat kamu, wanita yang paling kusayangi. Oh ya, nanti tempatnya seperti biasa, seperti kencan-kencan kemarin]
[Ok]
[Ya sudah kalau begitu, aku mau melanjutkan pemotretan. Sampai ketemu nanti malam, bye ... bye]
[Baiklah, bye ... bye]
Rasa kegembiraan tak terukur lagi rasanya, sungguh kebahagiaan bagaikan menang lotere disiang bolong, saat orang yang kucinta begitu mengebunya ingin ketemuan sama sepertiku.
Kring ... kring, suara gawai telah berbunyi, dan disitu sudah tertera nama Joan.
[Hallo, sayang. Gimana kabarnya? Sudah lama nih! Tak mendengar kabar kamu]
[Hallo juga. Kamu 'kan lagi ke luar kota, jadi mana bisa mendengar kabarku. Handphone kamu aja mati terus, jadi akupun malas untuk memberi kabar]
[Maaf ya, aku tak mengaktifkan handphone beberapa hari ini, sebab aku sedang ada kepentingan dengan kerjasama perusahaan lain, jadi aku tak mau ada yang menggangu urusanku, sehingga handphonepun mati]
[Iya, aku bisa memahami, sebab memang bisnis lebih penting daripada diriku]
Kepura-puraanku sedang ngambek, kepada Joan pacar keduaku.
[Yah ... yah, bukan begitu, Sayang. Perusahaan memang sedikit ada masalah, jadi kerjasama ini harus berhasil, untuk memajukan kembali perusahaanku]
[Iya ... iya, gak usah bawel lagi. Ayo cepetan bilang, kapan kita bisa ketemuan, aku sudah rindu nih!]
[Aku sudah pulang sayang, dan malam ini kita bisa ketemuan]
[Apa?]
[Kamu kenapa? Kayak terkejut begitu? Gak senangkah aku pulang?]
[He ... he ... he, enggak kok. Aku senang akhirnya kamu bisa pulang, dan kita bisa ketemuan secepatnya]
[Bisa ... bisa, sangat bisa]
[Baiklah, kamu kirim pesan saja dimana kita akan bertemu. Ya sudah, aku mau ketemu klien lagi, jadi sampai ketemu nanti malam]
[Ooh, ok]
"Aah ... aah mati aku, kenapa juga Joan harus minta ketemuan malam ini. Aah ... aku bakalan melakukan skenario kencan ganda, hu ... hu ... ahh sial ... sial," umpatku sebab kesal.
Rasa pusing kini mendera kepalaku, sebab binggung bagaimana nanti mengatur kencan ganda dalam satu tempat. Kenapa hari ini begitu apes, dua cowok yang kucintai harus mengajak kencan secara bersamaan.
Pesan sudah kukirim pada Joan agar berkencan diwaktu awal, agar tak terjadi bentrok dengan Reyhan nanti. Waktupun sudah cepat berlalu, dan sekarang ini aku tengah disibukkan dengan berdandan cantik-cantik, untuk menemui dua kekasih. Baju diatas lutut berwarna hitam berlegan pendek sebahu, telah menjadi pakaianku sekarang. Wajah sudah kupoles menggunakan lipstik setipis-tipisnya, tapi masih menampakkan cantik dan elegan. Sepatu hak tinggi yang senada dengan baju sudah terpakai, untuk segera berjalan menuju mobil, yang tengah tepat terparkir didepan rumah sendiri.
Tak butuh waktu lama agar aku sampai di restoran. Kenyamanan dan kebersihan restoran menjadi daya tarik tersendiri bagiku, sehingga akupun menempahnya tanpa muluk-muluk, dengan dua tempat sekaligus yaitu dilantai satu dan dua, sebab aku ingin kencan ini terpisah.
"Hey, Sayang!" Sapaku pada Joan sambil bercipika-cipiki, yang kini sudah duduk dilantai satu.
"Hay juga, Sayang," balasnya ramah.
"Kamu hari ini cantik banget dengan pakaian itu, yang kontras sekali dengan kulit putihmu," puji Joan.
"Terima kasih," ucapku sambil memberikan senyuman manis.
Kini akupun duduk sejajar dengan Joan, yang sama-sama saling berhadapan.
"Kamu pesanlah apa yang kamu sukai," suruh Joan.
"Siip beres."
Mata terus saja memperhatikan daftar menu, untuk memilih makanan yang menurutku sering kufavoritkan. Joanpun kelihatan sibuk juga, mencari makanan yang akan dia pesan.
"Kamu sudah dapat menunya?" tanya Joan.
"Belum nih!" jawabku dengan mata masih berkeliling melihat-lihat.
"Aku sud---?" Suaraku tertahan.
Wajah seketika kusembunyikan, saat netra telah kaget melihat Reyhan sedang berjalan masuk ke dalam restoran.
"Mati aku ... mati ... mati, kenapa juga Reyhan sudah datang? Padahal ini belum waktunya dia datang. Aah ... mati ... mati," bathinku yang merancau panik.
"Hei Dilla ... ada apa? Kok wajah kamu ditutup begitu?" tanya Joan tiba-tiba.
Pertanyaan Joan kuacuhkan, sebab takut jika Reyhan tahu aku sudah ada di restoran. Saat Reyhan tengah bersimpangan lewat dekat tempatku duduk, wajahkupun sudah kusembunyikan, melihat kearah samping dengan muka masih kututup menu makanan. Netra kini sedikit mengitip dibalik menu makanan, mencoba melihat apakah Reyhan sudah pergi menjauh dari tempat yang kududukki.
"Selamat ... selamat, akhinya Reyhan tak mengetahuiku. Huuuf ... untung saja dia sudah naik keatas lantai dua," guman hati merasa lega.
"Hei Dilla ... hey!" panggil Joan penasaran.
"Eeh ... iiiya, Joan," jawabku gugup.
"Maaf ... maaf."
"Kamu kenapa sih, mukanya ditutup tadi? Seperti kayak melihat hantu saja," kebingungan Joan dengan wajah sudah clingak-clinguk mencari tahu.
"Hehehehe, nggak kok Joan, aku gak kenapa-napa. Aku lagi memperhatikan daftar menu secara dekat yang ingin kumakan, sebab mata sepertinya sudah mulai rabun nih!" alasanku memungkiri.
"Masak masih muda sudah rabun! Tapi mata kamu sekarang gak kenapa-napa 'kan?" tanyanya khawatir.
"Iya, aku gak pa-pa."
Dert ... kring ... dert, gawai telah menyala tanda ada panggilan masuk, dan ternyata adalah Reyhan.
"Ya ampun, kenapa nih anak! Harus menelpon sekarang, disaat waktu yang tak tepat," kekesalanku dalam hati.
Dert ... dert, gawai terus saja berbunyi.
Kling, gawai telah kugeser untuk mematikan panggilannya.
Dert ... dert, untuk yang kedua kalinya handphone masih saja sibuk berbunyi.
"Aduuuh ... Reyhan, kenapa kamu menelpon terus sih? Mati ... mati aku," hati yang panik.
"Kamu kenapa Dilla? Kok kelihatan gelisah begitu? Kalau orang penting, kamu angkat saja itu telepon," kecurigaan Joan menyuruh.
"Hehehehe, maaf ya Joan. Ini adalah orang yang benar-benar penting, dan aku harus segera mengangkatnya," izinku.
"Iya angkatlah," jawabnya menyetujui.
Akupun kini sudah menjauh dari hadapan Joan, untuk mengangkat telepom Reyhan yang sudah mengesalkan hati.
Klik, gawai telah kuangkat.
[Iya, ini aku sudah sampai. Benar-benar ngak sabaran betul sih!]
Langkah sudah memasuki dapur, untuk mencari jalan darurat, agar sampai cepat menuju lantai dua. Untung saja pemilik restoran adalah teman baikku, sehingga akupun dengan mudah mencari jalan pintas.
"Hai, sayang," sapaku pada Reyhan.
"Kok lama banget sih datangnya!" ucap Reyhan kesal.
"Bukan aku yang lama datang, kamu saja yang terlalu cepat datang," balikku menjawab kesal.
"Hihihi, maaf ... maaf, sayang. Aku tuh sebenarnya rindu ... rindu sangat kepadamu, jadi seperti yang kamu lihat sekarang, diriku datang lebih awal," penjelasan Reyhan.
"Awal sih awal, tapi ngak juga menelpon terus-menerus. Kamu itu tahu 'kan, kalau aku ini orangnya super sibuk, sebab sepuluh perusahaan lebih milik orang tua kuatasi sendiri," jawabku menerangkan.
"Iya ... iya, aku minta maaf. Sudah jangan marah-marah lagi, ok! Kita ketemu tujuan utama 'kan melepaskan rindu," ujarnya sambil tangan sudah mengelus-elus pipiku pelan.
"Siip, ok dah!."
Makanan sudah terhidang dimeja, dengan beberpaa menu makanan yang telah dipesan Reyhan barusan.
Dert ... dert, gawai telah berbunyi lagi.
"Gila Joan? Aduhh, kenapa aku bisa lupa sama Joan," hati berguman panik lagi.
"Ada apa Dilla?" tanya Reyhan.
"Sebentar ... sebentar, aku mau angkat telepon dulu, sebab ini dari orang penting," pamitku pada Reyhan.
"Ooh iya , silahkan."
Dengan langkah melebar-lebar, aku sekarang tengah tergesa-gesa melewati dapur lagi, untuk menemui Joan dilantai satu.
"Maaf ... maaf Joan, aku kelamaan ya angkat telepon? Maaf ya, tadi perutku sakit jadi mampir ke toilet dulu," Kebohoganku menambah alasan.
"Iya, ngak pa-pa. Sekarang kamu makanlah, sebab aku sudah memesankan makanan kamu," respon Joan tak mempermasalahkan.
"Terima kasih Joan, kamu memang pacar yang bisa diandalkan," pujiku.
"Aaaaa, buka mulutnya."
Mulut kini telah terbuka lebar, untuk mencoba makan, tapi apesnya Reyhan menelpon lagi.
Mata Joan sudah menatapku sinis penuh curiga, dan aku tak memperdulikan itu, yang hanya bisa kubalas dengan senyuman kecut.
"Aduuuh, perutku sakit! Aaa ... maaf Joan ... maaf, aku kayaknya harus ke toilet lagi, sebab perutku sakit nih!"
Alasanku yang sedang memegang perut, sambil wajah berkerut pura-pura mringis.
"Kamu gak pa-pa, Dilla?" tanya Joan khawatir.
"Aku gak pa-pa, cuma harus setor menabung dulu ke toilet, jadi maaf ... maaf permisi dulu," pamitku yang tergesa-gesa.
Belum sempat Joan menjawab ucapanku, kini aku sudah main pergi berlari menuju kedapur lagi.
"Aaa ... aww. Aduh ... duh."
Kesakitanku saat kaki keseleo sebab berlari terlalu cepat-cepat, saat sedang memakai higheels.
Sebab sudah susah berjalan karena keselo, akhirnya higheels kulepas, dan sekarang terbawa ditangan untuk menemui Reyhan. Jalanpun sekarang sudah terpincang-pincang akibat rasa keseleonya begitu terasa sakit sekali.
"Kamu kenapa Dilla?" tanya Reyhan yang kini sudah menghampiriku, saat berjalan ke arahnya.
"Aku gak kenapa-napa, cuma tadi keseleo saja," jawabku.
"Kamu kenapa gak hati-hati, sini biar aku lihat," ujar Reyhan berusaha menolong, dengan tubuh sudah bersimpuh yang ingin memijit.
"Aku ngak kenapa-napa, Reyhan. Cuman luka kecil saja kok!" jawabku agar Reyhan tak khawatir.
"Beneran? Kamu ngak kenapa-napa?" tanyanya.
"Iya, Rey. Sudah ... sudah kita makan saja, daripada acara makan-makannya nanti bubar karena masalah kecil keseleo saja," tuturku menyuruh.
"Ok deh! Kalau kamu tak mau dibantu dipijit," kepasrahan Reyhan berkata, sebab aku memang tak suka merepotkan orang lain, biarlah rasa sakit ini kutanggung sendiri.
Sesuap demi sesuap akhirnya makanan dapat masuk juga dalam perut setelah tingkahku yang bolak-balik menemui pacar, sehingga tadi tak sempat makan. Belum terasa kenyang perut ini, lagi-lagi Joan menelpon.
"Maaf Reyhan, sepertinya orang yang menelponku tadi, ingin berbicara lagi padaku, jadi bolehkan aku mengangkatnya sebentar?" tanyaku pada Reyhan, saat mulutnya sibuk mengunyah makanan.
"Silahkan ... silakan, Dilla!" ujarnya menyetujui.
Untuk kesekian kalinya langkah kembali melewati dapur restoran, dan sakit pada kaki mulai terasa nyut-nyutan, sehingga otak kini berpikir lebih baik aku pulang kerumah saja, dari pada luka keseleoku ini lebih parah lagi. Rencana pulangpun kujalankan, yang melewati pintu bekakang, agar tak diketahui johan dan Reyhan. Kaki sudah berjalan pincang, untuk mendekati dan masuk ke dalam mobil.
[Joan maafkan aku, harus pulang tak pamit padamu, sebab tadi perutku begitu sakit melilit sekali]
[Oh ... gak pa-pa Dilla, mungkin sakit perutmu itu harus diobati secepatnya]
[Makasih Joan, kamu sangat pengertian sekali pada diriku]
Setelah gawai berhasil menelpon Joan, kini aku akan menelpon Reyhan juga, untuk mengabarkan bahwa aku sudah pulang.
[Rey, maaf ya aku sudah pulang, kakiku tadi begitu sakit, jadi tak sempat pamit padamu]
[Gak pa-pa, Dilla. Kamu memang butuh istirahat, yang seharusnya minta maaf adalah aku, sebab tak dapat mengantar kamu pulang. Tapi kaki kamu gak sakit parah 'kan?]
[Aku masih bolehlah, tetap baik-baik saja, walau kaki sedang sakit keseleo]
[Ya sudah, pokoknya kamu hati-hati saja dijalan]
Akhirnya hati merasa lega juga, bisa lepas dari mereka berdua. Walaupun harus bolak-balik turun menaikki tangga, untuk ketemu sama mereka, tapi perasaan senang tetap menyelimuti, disaat janji ketemuan telah bisa ditepati. Ada pepatah memgatakan kalau janji itu adalah hutang, maka aku tak mau mempunyai hutang janji pada mereka, sebab sampai mati bisa terbawa.
"Ya ampun, aaah ... ahhh ... mati .... mati aku, kenapa bisa lupa tas sama higheels tidak dibawa. Tidak ... tidak, jangan sampai Joan dan Reyhan ketemu saat sedang membawa barang-barangku, bisa mati aku jika tengah kencan bersamaan dengan mereka berdua?" kekesalanku telah melupakan sesuatu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
🌟~Emp🌾
ternyata kamu nekat juga ya Dilla 😁
2024-09-28
0
☠︎︎•̀ᴗ•́𝐺ᴇᴍɪɴɪఌ︎
bagi satu dong🤧
2024-07-15
3
Phika
bisa begitu ya😅😅.
apa gak curiga mereka😅
2024-06-30
3