Tantangan Kepenulisan Noveltoon
Bagaimana rasanya dijodohkan dengan 5 laki-laki tampan? Tanyalah kepada Irene Abraham.
Cantik, pintar, dan kayaraya membuat kehidupan Irene serasa sempurna. Apapun yang inginkan selalu bisa didapatkan dengan mudah. Hidupnya sangat bebas sesuka-suka hatinya.
Sampai suatu ketika, sang kakek berencana untuk menjodohkannya dengan salah satu putra keluarga Narendra. Ada lima tuan muda yang bisa Irene pilih menjadi pendampingnya, Alan, Alex, Alfa, Arvy, dan Ares. Kelima tuan muda memiliki sifat dan karakter yang berbeda.
Irene yang belum siap menikah, memutuskan untuk menyamar sebagai wanita jelek dan kampungan. Tujuannya satu, agar tidak ada dari kelima tuan muda yang akan menyukainya.
Apakah tujuan Irene berhasil? Ataukah Irene akan jatuh cinta pada salah satu dari kelima tuan muda itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14: Figuran yang Bersinar
Irene masuk bersama Marco ke dalam ruang make up yang berada di dalam tenda. Ia menjadi pusat perhatian keempat artis yang akan ditanganinya. Terutama dua artis wanita yang memandangnya dengan tatapan jijik. Wajar saja, penampilan Irene memang jelek, sangat berbeda dengan mereka.
"Marco, kamu saja yang mengurusi aku dan Helen, ya. Biar asistenmu yang mendandani Arvy dan Iqbal," ucap Nami. Ia tak mau dipegang-pegang oleh orang jelek. Seharusnya make up artis berpenampilan menarik seperti yang biasa ia lihat.
"Oke. Hari ini aku akan membuatmu cantik paripurna, Nami." Marco berdiri di belakang kursi Nami yang sudah duduk di depan cermin. "Irene, kamu bantu aku mempersiapkan Arvy dan Iqbal, ya," pintanya.
"Iya, Pak." jawab Arvy sembari tersenyum.
Arvy masih berdiri di sudut ruangan sembari melipat tangannya. Wajahnya tampak kesal. Ia juga tak mau disentuh oleh Irene meskipun dia sendiri yang mengajaknya ke sana. Ia lebih memilih menunda syuting dari pada harus didandani oleh wanita jelek itu.
Namun, Marco tadi memarahinya. Ia bilang mau berhenti menjadi manajer jika Arvy tak mau menurut. Mencari manajer yang sabar seperti Marco juga susah. Ia sudah seperti kakak sendiri bagi Arvy.
"Arvy, kamu mau duluan?" tanya Iqbal yang sedari tadi bingung melihat Arvy tak juga berpindah dari tempatnya.
"Tidak, kamu saja kalau mau. Aku menunggu Marco saja." Arvy ingin melihat sampainsejauh mana Irene berguna di sana. Mana mungkin wanita seperti dia bisa merias artis. Merias diri sendiri saja tidak bisa. Rasanya ia ingin menertawakan Jihan yang begitu saja percaya dengan wanita itu.
"Oh, oke. Kalau begitu, aku duluan."
Iqbal berjalan ke arah meja rias menghampiri Irene. Ia duduk dan memasrahkan riasannya kepada wanita yang katanya asisten Marco. Iqbal tak terlalu peduli siapa yang akan mendandaninya karena ia hanya figuran saja dalam iklan itu. Bintang utama sekaligus brand ambassador produk minuman itu tetap Arvy dan Nami.
"Kalau boleh tahu, tema syuting hari ini apa?" tanya Irene dengan nada sopan supaya orang yang diajak bicara tidak terganggu dengannya. Irene merasa lelaki yang akan dia rias cukup baik hati, tidak seperti Arvy tentunya.
"Setahuku kesegaran minuman di sore hari. Sepertinya temanya tentang liburan di pantai dengan teman. Seperti baju yang kami kenakan." Iqbal tak terlalu tahu seperti apa konsep iklan yang akan dilakukan. Ia hanya menghapalkan dialog dan setting yang diarahkan oleh Jihan selaku asisten produser.
"Oh, oke. Tolong kasih masukan kalau make up dan gaya rambutnya kurang kamu suka."
Iqbal hanya mengangguk. Irene mulai membersihkan wajah Iqbal sebelum merias wajahnya. Setelah dirasa cukup bersih, ia menyemprotkan setting spray agar riasannya nanti tidak cepat luntur. Primer tak dilupakannya agar make up lebih menempel.
Irene memberikan sedikit foundation di wajah Iqbal. Warna yang dipoleskan disesuaikan dengan warna kulit yang cenderung sawo matang. Irene bersyukur menangani Iqbal yang hanya diam saat ia rias. Berbeda jauh dengan Marco yang sepertinya sangat pusing karena sejak awal Nami terus berkomentar dengan apa yang Marco lakukan. Artis terkenal seperti Nami pasti sangat rewel sama seperti Arvy.
"Kayaknya foundation-nya terlalu tebal, Kak ... bisa nggak dikurangi biar tidak dempul? Alisku juga beda, ini tinggi sebelah ...." Wajah Nami cemberut selama proses make up.
"Nami, kamu diam dan menurut saja dulu! Apa tidak capek bicara terus?" sahut Jihan yang ikut masuk ruangan melihat proses persiapan para artis. Dia juga kasihan dengan Marco yang mendadak harus jadi make up artis tapi dibuat repot oleh Nami yang terkenal rewel. Sebelum menjadi manajer, Marco memang pernah menjadi seorang make up artis.
"Aku akan adukan ke manajerku, Kak. Proses syuting kali ini benar-benar buruk!" Nami menyesal menyuruh manajernya tidak usah ikut dengannya karena dia kira proses syuting akan berjalan lancar.
"Ya, adukan saja! Aku juga tidak akan memakaimu lagi malau menyulitkan proses syuting kali ini. Via berhalangan datang saja sudah jadi masalah, jangan menambah masalah lagi! Kita semua juga lelah dan capek, bukan kamu saja!" Jihan berkata dengan nada sangat tegas. Nami mau tidak mau menurut. Jika reputasi kerjanya dinilai jelek oleh Jihan, bosa dipastikan akan banyak pihak yang enggan memakainya lagi dalam syuting apapun.
Jihan cukup terkenal di dunia hiburan. Meskipun tugasnya masih muda dan terkesan sepele, tapi banyak produser yang suka mengajaknya ikut bekerja sama. Jihan terkenal tegas dan cekatan dalam bekerja. Penilaiannya terhadap artis maupun kru biasanya dijadikan pertimbangan bagi para produser.
"Eh, ternyata Irene boleh juga kemampuan make up-nya," puji Jihan. Sontak semua mata tertuju pada sosok Irene dan Iqbal yang sedari tadi santai dan diam.
Hasil riasan Iqbal begitu rapi dan tampak natural, seperti tidak mengenakan make up. Ciri khas wajah Iqbal tidak dirubah, melainkan dipertegas sehingga menimbulkan kesan yang maskulin. Tatanan rambutnya membuat Iqbal semakin terlihat mempesona seperti pemuda yang cool dan menawan.
Riasan yang dipoleskan hanya menutupi kekurangan seperti bekas jerawat. Warna kulitnya yang eksotis cenderung dipertahankan. Bahkan dalam waktu singkat Irene sudah menyelesaikan riasan artis pertamanya. Hasil make up Irene juga dipuji oleh sebagian kru.
"Ini siapa lagi yang mau dirias Irene? Ayo, Arvy ... Iqbal sudah selesai." Jihan meminta Arvy untuk maju.
"Aku nanti saja, Kak ... dengan Marco." Arvy masih saja tak mau. Ia menatap ke arah Irene. Wanita itu juga sedang menatap ke arahnya dengan tatapan kesal.
"Biar aku saja yang di-make up Irene, Kak Jihan." Helen maju menggantikan Iqbal duduk di depan Irene.
"Serius kamu mau di-make up oleh dia?" tanya Nami dengan tatapan sinis.
"Tidak apa-apa, Nami. Aku kan hanya figuran untuk iklan yang penting kamu harus tampil cantik paripurna," ucap Helen dengan seulas senyum.
"Tapi, tetap saja ... kalau dandananmu jelek, nanti satu iklan jadi jelek hasilnya." Tatapan Nami terus merendahkan Irene.
"Sudah, Nami. Lebih baik kamu diam! Irene, tidak perlu mendengarkan kata-kata Nami. Kerjakan saja tugasmu dengan baik."
"Baik, Kak."
Irene memang tidak peduli dengan ucapan orang. Ia hanya berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik.
Irene memulaskan make up dengan santai. Helen juga sepertinya tipe artis yang penurut. Ia sama seperti Iqbal, tidak berkomentar saat wajahnya dicoret-coret oleh penata rias.
Wajah Helen termasuk wajah yang standar, artinya tidak terlalu jelek maupun cantik. Jika dibandingkan dengan Nami, Helen memang kalah. Namun, Helen memiliki satu karakter sebagai wanita yang lembut dari bentuk wajahnya. Irene akan menonjolkan karakter itu agar menjadi daya tarik dalam pengambilan gambar.
hamish tgh sekarat pun sempat lagi bercium... nyampahhhh