Sinopsis "Alien Dari Langit"
Zack adalah makhluk luar angkasa yang telah hidup selama ratusan tahun. Ia telah berkali-kali mengganti identitasnya untuk beradaptasi dengan dunia manusia. Kini, ia menjalani kehidupan sebagai seorang dokter muda berbakat berusia 28 tahun di sebuah rumah sakit ternama.
Namun, kehidupannya yang tenang berubah ketika ia bertemu dengan seorang pasien—seorang gadis kelas 3 SMA yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Gadis itu, yang awalnya hanya pasien biasa, mulai tertarik pada Zack. Dengan caranya sendiri, ia berusaha mendekati dokter misterius itu, tanpa mengetahui rahasia besar yang tersembunyi di balik sosok pria tampan tersebut.
Sementara itu, Zack mulai merasakan sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya—ketertarikan yang berbeda terhadap manusia. Di antara batas identitasnya sebagai makhluk luar angkasa dan kehidupan fana di bumi, Zack dihadapkan pada pilihan sulit: tetap menjalani perannya sebagai manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Pertemuan yang Tak Terduga
Elly masih berkutat dalam kebimbangannya. Sejak pagi, pikirannya terus dipenuhi pertanyaan—haruskah ia pergi ke rumah sakit atau tidak?
Saat jam istirahat di sekolah, Rina kembali menggodanya. "Jadi? Udah mutusin mau ke rumah sakit lagi atau belum?"
Elly menghela napas panjang. "Aku masih ragu. Gimana kalau Dokter Zack sebenarnya lega aku nggak datang?"
Rina menepuk bahunya. "Ya ampun, Elly! Kalau kamu penasaran, kenapa nggak datang aja? Paling parah dia cuma bersikap dingin kayak biasanya, kan?"
Elly merenung. Mungkin benar juga. Ia tidak akan tahu bagaimana reaksi Zack kalau tidak mencobanya. Lagipula, ia benar-benar merindukan rumah sakit itu… atau lebih tepatnya, seseorang di sana.
Setelah sekolah berakhir, ia langsung menuju rumah sakit.
Namun, saat tiba di sana, suasana terasa berbeda. Tidak ada sosok Zack di ruangannya. Bahkan, perawat yang biasa menyapanya hanya mengatakan, "Dokter Zack sedang tidak ada di rumah sakit hari ini."
Elly terkejut. "Hah? Dia nggak ada?"
Perawat itu mengangguk. "Benar. Sepertinya dia punya urusan pribadi."
Elly tidak tahu kenapa, tapi mendengar Zack tidak ada di rumah sakit hari ini membuat dadanya terasa kosong. Ia sudah mengumpulkan keberanian untuk datang, hanya untuk tidak bertemu dengannya.
Dengan langkah lesu, Elly memutuskan untuk pulang.
Tapi… kejutan besar menunggunya di rumah.
—
Di sisi lain, Zack duduk di ruang tamu rumah keluarga Elly dengan ekspresi datar. Di hadapannya, seorang pria paruh baya—ayah Elly—tengah menuangkan teh untuknya.
"Saya tidak menyangka bisa mengundang Anda ke sini, Dokter Zack. Elly sering sekali bercerita tentang Anda," kata ayah Elly dengan senyum ramah.
Zack menyesap tehnya, tetap menjaga ekspresi netral. Ia sendiri sebenarnya tidak tahu kenapa ia bisa berada di sini. Beberapa hari lalu, ayah Elly datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan rutin dan mengajaknya mampir ke rumah.
Dan entah kenapa, Zack mengiyakan.
Mungkin bagian dalam dirinya ingin tahu lebih banyak tentang keluarga Elly.
"Apa yang diceritakan Elly tentang saya?" tanya Zack akhirnya.
Ayah Elly tertawa kecil. "Dia selalu pulang dengan mata berbinar dan berbicara panjang lebar tentang betapa hebatnya seorang Dokter Zack. Katanya, Anda adalah dokter paling luar biasa yang pernah ia temui."
Zack terdiam sejenak. Itu bukan hal yang mengejutkan—Elly memang selalu berisik tentang hal-hal yang membuatnya kagum.
Namun, sebelum ia bisa menanggapi, suara pintu depan terdengar terbuka.
Langkah cepat memasuki rumah, dan sesaat kemudian, suara Elly bergema di dalam rumah.
"Ayah, aku pulang—"
Kalimatnya terhenti begitu ia melihat sosok yang duduk di ruang tamunya.
Matanya membelalak.
"D-Dokter Zack?!"
Zack menoleh dengan tenang, sementara Elly berdiri di ambang pintu dengan ekspresi terkejut yang hampir lucu.
Ia datang ke rumah sakit untuk menemui Zack, tapi tidak bertemu dengannya… hanya untuk mendapati pria itu duduk di rumahnya sendiri.
Elly hampir merasa seperti takdir sedang mempermainkannya.
Zack mengangkat alis, lalu dengan suara tenang yang khas, ia berkata, "Kau terlihat terkejut, Elly."
Elly masih terdiam. Lalu, dalam satu detik, wajahnya berubah merah padam.
"A-APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI?!"
Ayahnya terkekeh. "Elly, jangan kurang ajar. Dokter Zack tamu kita."
Elly masih tidak bisa mempercayai apa yang ia lihat. Ini… bukan sesuatu yang ia duga akan terjadi.
Zack hanya menatapnya dengan senyum tipis yang sedikit jahil.
"Apa kau tidak senang melihatku, Elly?" tanyanya.
Elly terdiam, lalu dengan wajah masih merah, ia mengalihkan pandangannya.
"T-tidak juga… aku hanya… tidak menyangka…"
Zack tertawa kecil, sesuatu yang jarang sekali ia lakukan.
Entah kenapa, melihat reaksi Elly yang penuh kejutan seperti ini… rasanya cukup menyenangkan.
---
Zack akhirnya berpamitan dan meninggalkan rumah Elly. Namun, baru saja pintu tertutup, Elly langsung berlari mendekati ayahnya dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu.
"Ayah! Kenapa Dokter Zack datang ke rumah? Ada urusan apa?" tanyanya penuh semangat.
Ayahnya, yang sedang menikmati tehnya dengan santai, hanya melirik putrinya dan tersenyum jahil. "Hmmm… kenapa kamu begitu penasaran? Ada yang spesial?"
Elly mengerutkan kening. "Tentu saja! Dokter Zack jarang-jarang datang ke rumah, kan? Jangan bilang ada sesuatu yang serius?"
Sang ayah menatap putrinya dengan tatapan menggoda. "Sebenarnya… aku sedang mempertimbangkan sesuatu."
Elly mengedipkan matanya. "Apa?"
Ayahnya tersenyum lebih lebar. "Aku berpikir… bagaimana kalau aku melamarkan kamu untuknya saat kamu sudah besar nanti?"
Elly langsung membelalakkan mata. "APA?!"
Ayahnya tertawa kecil melihat reaksi putrinya yang langsung memerah wajahnya. Ia hanya ingin menggoda, tapi ternyata respon Elly lebih menarik dari yang ia bayangkan.
"Haha, lihat tuh wajahmu! Kamu langsung merah," katanya sambil menunjuk wajah Elly.
Elly cepat-cepat menutup pipinya dengan kedua tangan. "Ayah jangan bercanda! Itu konyol!"
Namun, bukannya berhenti, ayahnya malah semakin penasaran. "Hmm? Jangan-jangan… kamu benar-benar menyukai Dokter Zack?" tanyanya dengan nada penuh selidik.
Elly terdiam sesaat. Pikirannya langsung dipenuhi dengan bayangan Dokter Zack—pria yang selalu terlihat tenang, misterius, dan sangat keren di matanya.
"A-apa?! Nggak! Aku cuma… mengaguminya sebagai dokter!" jawabnya cepat, tapi jelas terdengar gugup.
Ayahnya menyipitkan mata. "Benarkah? Wajahmu masih merah, loh."
"Ayah!!" Elly merintih, menutupi wajahnya dengan bantal sofa.
Tapi sang ayah tiba-tiba berubah serius. "Elly, kamu sadar nggak kalau Dokter Zack itu jauh lebih tua darimu? Dia itu seperti om buatmu!"
Elly langsung terdiam, tapi tidak bisa membantah. Memang benar Zack lebih tua darinya, tapi… entah kenapa, itu tidak membuat perasaannya berubah.
Melihat putrinya yang semakin malu, ayahnya tiba-tiba memasang wajah sedih. "Putri kecilku… apa benar kamu sudah jatuh cinta?" katanya dengan suara dramatik.
Elly semakin tenggelam dalam bantalnya. "Aaaaaahh… Ayah, hentikan!"
Sementara itu, sang ayah hanya bisa menghela napas panjang. Rasanya seperti baru kemarin Elly masih kecil dan menggenggam tangannya setiap kali takut ke dokter. Tapi sekarang…
Putri kecilnya mulai tumbuh dewasa.
---
Ayahnya akhirnya berhenti menggoda dan menatap putrinya dengan lebih lembut. Ia menghela napas pelan, lalu berkata dengan nada lebih serius, "Elly, aku rasa lebih baik kamu fokus belajar dulu. Lagipula, Ayah juga nggak tahu apakah Dokter Zack punya perasaan yang sama kepadamu."
Elly mengangkat wajahnya sedikit dari bantal, masih dengan pipi yang merah. "Aku tahu, Ayah…" gumamnya pelan.
Ayahnya tersenyum kecil. "Lagipula, Zack itu orang yang sulit ditebak. Dia jarang menunjukkan emosinya, dan… dia sudah hidup jauh lebih lama daripada kamu. Bukan cuma lebih tua secara usia biasa, tapi dia mungkin punya pengalaman hidup yang jauh berbeda dari kita."
Elly menggigit bibirnya. Ia tahu Zack bukan pria biasa. Terkadang, ada sesuatu dalam tatapan Zack yang membuatnya terasa seperti seseorang yang telah melihat dunia lebih lama dari orang-orang di sekitarnya. Tapi meskipun begitu, itu tidak membuat Elly merasa takut atau mundur. Justru, rasa penasarannya terhadap Zack semakin besar.
"Tapi Ayah, aku nggak bilang aku mau menikah besok juga…" katanya sambil mencibir kecil.
Ayahnya terkekeh. "Bagus kalau begitu. Yang penting, jangan biarkan perasaan ini mengganggu masa depanmu. Kalau memang suatu hari nanti kamu masih menyukai Zack, ya… kita lihat saja bagaimana."
Elly menatap ayahnya sejenak, lalu mengangguk pelan. "Iya, aku mengerti, Ayah."
Meski begitu, di dalam hatinya, ia tidak bisa mengabaikan perasaan hangat yang masih tersisa setelah mendengar namanya sendiri dan Zack disebut dalam satu kalimat.
Mungkin sekarang, ia hanya bisa mengagumi Zack dari jauh. Tapi siapa tahu… bagaimana perasaan itu akan berkembang di masa depan?
---
Hari-hari berlalu seperti biasa, tapi sejak percakapan dengan ayahnya, Elly mulai lebih sadar akan perasaannya sendiri. Setiap kali ia pergi ke rumah sakit untuk mengantar makanan atau sekadar melihat-lihat, matanya tanpa sadar selalu mencari sosok Zack.
Namun, seperti biasa, Zack tetap cuek. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, menangani pasien, mengajar dokter muda, dan sesekali membaca jurnal medis yang mungkin bahkan tidak dipahami oleh kebanyakan orang.
Suatu sore, saat Elly tiba di rumah sakit, ia melihat Zack sedang berdiri di dekat ruang tunggu. Pria itu tampak berbicara dengan seorang dokter wanita—seorang spesialis yang cukup terkenal di rumah sakit itu. Wanita itu tertawa kecil, sementara Zack hanya merespons dengan anggukan ringan.
Jantung Elly mencelos.
Tunggu, kenapa ia tiba-tiba merasa tidak nyaman?
Elly menggigit bibirnya dan menepis pikiran aneh itu. Ia bukan siapa-siapa bagi Zack, jadi kenapa ia merasa cemburu?
"Elly? Sedang apa kamu berdiri di sana?"
Suara itu membuatnya terkejut. Ia berbalik dan melihat Zack kini berdiri di hadapannya, ekspresinya tetap datar seperti biasa.
"E-Eh? Aku… Aku hanya lewat!" katanya tergagap.
Zack menatapnya sesaat, lalu melirik ke arah kantong kertas di tangannya. "Kamu bawa makanan lagi?"
Elly mengangguk cepat. "Iya! Untuk para perawat dan staf lainnya!"
"Bagus," Zack mengangguk kecil. "Kau memang suka melakukan hal seperti ini."
Elly menelan ludah. Ia berharap Zack tidak melihat ekspresi aneh di wajahnya tadi. Tapi sebelum ia sempat mengatakan apa pun, dokter wanita yang tadi bicara dengan Zack melangkah mendekat.
"Oh, ini Elly?" Wanita itu tersenyum ramah. "Aku sering melihatmu di rumah sakit. Kamu anaknya Direktur, kan?"
Elly mengangguk canggung. "Iya, Dok."
"Zack sering menyebut namamu," kata wanita itu lagi, masih tersenyum.
Mata Elly membesar. "H-Hah?"
Zack langsung melirik ke arah wanita itu, matanya sedikit menyipit. "Jangan bicara yang aneh-aneh."
Wanita itu hanya terkekeh. "Aku tidak bilang yang aneh, kan? Aku hanya mengatakan fakta."
Pipi Elly terasa panas. Apa maksudnya Zack sering menyebut namanya? Apa Zack pernah membicarakannya dengan orang lain?
"Sudahlah," Zack akhirnya menghela napas, lalu menatap Elly. "Kalau kamu sudah selesai, jangan kelamaan di sini. Pulanglah."
Elly mengangguk cepat, masih merasa gugup. "O-Oke!"
Saat ia berbalik dan berjalan pergi, hatinya terasa campur aduk. Ia tidak tahu apakah Zack memang memperhatikannya atau semua ini hanya kebetulan belaka.
Tapi satu hal yang pasti…
Perasaannya pada Zack semakin sulit untuk diabaikan.
Bersambung...