NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Yang Menggoda

Cinta Terlarang Yang Menggoda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Suami ideal
Popularitas:914
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Hana tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang mahasiswi yang polos, ia terjebak dalam pusaran cinta yang rumit. Hatinya hancur saat memergoki Dion, pria yang seharusnya menjadi tunangannya, selingkuh. Dalam keterpurukan, ia bertemu Dominic, pria yang dua kali usianya, tetapi mampu membuatnya merasa dicintai seperti belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Dominic Lancaster bukan pria biasa. Kaya, berkuasa, dan memiliki masa lalu yang penuh rahasia. Namun, siapa sangka pria yang telah membuat Hana jatuh cinta ternyata adalah ayah kandung dari Dion, mantan kekasihnya?

Hubungan mereka ditentang habis-habisan. Keluarga Dominic melihat Hana hanya sebagai gadis muda yang terjebak dalam pesona seorang pria matang, sementara dunia menilai mereka dengan tatapan sinis. Apakah perbedaan usia dan takdir yang kejam akan memisahkan mereka? Ataukah cinta mereka cukup kuat untuk melawan semua rintangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menjauh

Siang itu, kampus sedang ramai. Mahasiswa berlalu-lalang, beberapa sibuk dengan tugas, yang lain sekadar mengobrol di taman. Di antara keramaian itu, Hana duduk di bangku taman bersama Marini.

Hari ini terasa lebih ringan baginya. Setelah pertemuannya dengan Dominic kemarin, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli tanpa menghakimi atau memaksa.

Namun, kedamaian itu tidak bertahan lama.

Sarah datang dengan langkah cepat, wajahnya penuh kemarahan.

Hana mengangkat alis melihat wanita itu menghampirinya. Ia tahu Sarah adalah selingkuhan Dion, tapi ia tidak menyangka wanita itu akan punya nyali datang ke kampusnya.

“Lihat siapa yang datang. Selingkuhan yang menang, tapi masih nggak puas.” Marini yang duduk di sebelah Hana langsung menatap Sarah dengan tatapan sinis. 

Sarah tidak menghiraukan Marini. Ia berdiri di depan Hana, menatapnya tajam.

“Lo harus menjauhi Dion,” katanya tanpa basa-basi.

Hana menatapnya sekilas, lalu tertawa. “Tanpa disuruh pun, gue kasih lo gratis.”

Marini yang sedari tadi berusaha menahan tawa akhirnya meledak juga. “Ya ampun, ini orang datang-datang sok berkuasa. Lo pikir Hana masih tertarik sama sampah kayak Dion?”

“Jangan bicara seolah lo suci, Hana. Lo masih berharap dia kembali, kan?” Sarah mengepalkan tangan, wajahnya merah karena amarah. 

Hana menghela napas, lalu berdiri. Ia menatap Sarah dengan ekspresi santai, tapi suaranya terdengar dingin.

“Dengar ya, Dion bukan harta berharga yang harus gue perjuangkan. Dia bukan sesuatu yang pantas diperebutkan.” katanya pelan tapi menusuk.

Sarah mendengus. “Jangan pura-pura kuat, Hana. Gue tahu lo pasti sakit hati.”

Hana tersenyum miring. “Sakit hati? Iya, gue memang sempat kecewa. Tapi bukan karena Dion selingkuh. Gue kecewa karena gue pernah menyia-nyiakan waktu gue untuk orang seperti dia.” Ia menatap Sarah dengan penuh rasa kasihan. 

Sarah terdiam, tidak bisa membalas.

Hana melangkah lebih dekat, suaranya semakin tajam. “Dan sekarang, lo datang ke sini, meminta gue jauhin Dion? Gue justru bersyukur udah terbebas dari dia. Kalau lo mau dia, silakan. Lo pikir lo menang? Salah. Lo cuma dapat sisa yang udah gue buang.”

Wajah Sarah memerah karena malu dan amarah.

“Gue bangga sama lo, Han. Lo keren banget.” Marini menepuk bahu Hana sambil tersenyum puas. 

Sarah mengepalkan tangan, tapi ia tahu tidak ada gunanya lagi bicara. Hana tidak terpengaruh. Bahkan, ia tidak pernah terlihat lebih baik dari ini.

Dengan tatapan penuh kebencian, Sarah berbalik dan pergi begitu saja.

Hana menatap punggungnya dengan senyum tipis. Hari ini, ia menyadari satu hal, ia sudah benar-benar bebas.

"Udah ayok ke kantin, tuh lalernya udah pergi!" kata Marini, menarik tangan Hana. 

"Jahat lo ngatain orang laler, terus Dionnya apa?" kekeh Hana. 

"Tokai!" Marini dan Hana tertawa puas. 

"Udah ayok!"

Hana menghela napas pelan, memainkan sedotan di gelas kopinya. Sejak beberapa hari terakhir, Dominic terasa semakin jauh. Pesannya masih dibalas, tapi tidak secepat biasanya. Telepon? Selalu dijawab singkat dengan alasan sibuk.

“Lo kenapa sih? Dari tadi kayak orang galau,” tanya Marini sambil menyuap makanannya.

Hana mengerjap, lalu tersenyum tipis. “Dominic belakangan ini sibuk banget.”

Marini mengangkat alis. “Ya iyalah, dia kan kerja, Han.”

“Gue tahu. Tapi biasanya dia masih sempat ngabarin, ngajak ketemu. Sekarang, rasanya beda.” Hana mengaduk kopinya, tampak ragu. 

“Jangan-jangan lo takut kalau dia bosen?” Marini menatap sahabatnya dengan tatapan menyelidik. 

Hana terdiam sejenak. Ia tidak ingin mengakuinya, tapi ada ketakutan kecil di hatinya. Dominic jauh lebih tua darinya, lebih matang, lebih berpengalaman.

Bagaimana kalau dia berubah pikiran? Bagaimana kalau ia hanya sesaat menjadi hiburan dalam hidup pria itu?

Melihat ekspresi Hana, Marini mendecak. “Astaga, Han! Jangan jadi mellow. Kalau lo penasaran, kenapa nggak datang aja ke apartemennya?”

Hana terkejut. “Ke apartemennya?”

Marini mengangguk. “Iya! Biar lo tahu dia lagi sibuk beneran atau ada sesuatu yang lain.”

Hana menggigit bibirnya, menimbang saran itu. Datang ke apartemen Dominic tanpa memberi tahu lebih dulu… apakah itu ide bagus?

Atau justru akan membuka sesuatu yang lebih menyakitkan?

 

Hana berdiri di depan pintu apartemen Dominic, menatap gagangnya dengan ragu. Ini pertama kalinya ia datang tanpa memberi tahu lebih dulu. Jantungnya berdebar kencang, ada perasaan tidak nyaman yang menggelayuti hatinya.

Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. Marini benar, kalau ia terus-menerus dihantui rasa curiga, lebih baik ia mencari jawabannya sendiri.

Dengan tangan sedikit gemetar, ia mengetuk pintu.

Satu ketukan.

Dua ketukan.

Tidak ada jawaban.

Hana menunggu sejenak sebelum mengetuk lagi, kali ini lebih keras.

Masih sunyi.

Ia menggigit bibir, berpikir. Apakah Dominic benar-benar tidak ada di rumah? Atau… dia memang sengaja menghindar?

Ketika ia hendak berbalik pergi, suara pintu terbuka terdengar.

Hana langsung menoleh.

Dominic berdiri di ambang pintu, mengenakan kaus hitam polos dan celana santai. Rambutnya sedikit berantakan, matanya terlihat lelah.

“Hana?” Suaranya terdengar kaget, bahkan seperti ada sedikit ketegangan di baliknya.

Hana menatapnya dengan tatapan penuh arti, mencoba menilai reaksinya.

“Aku ganggu?” tanya Hana pelan.

“Enggak… cuma nggak nyangka kamu tiba-tiba datang.” Dia mengusap tengkuknya dengan gugup, matanya mengerjap beberapa kali.

“Aku cuma… pengin ketemu,” jawab Hana jujur, tanpa ragu.

Dia terdiam sebentar, menatap Hana dalam, lalu akhirnya menghela napas panjang dan memberikan senyum kecil.

“Masuklah.”

Hana melangkah masuk ke apartemennya. Tempat ini masih sama seperti terakhir kali ia ke sini, tidak ada yang berubah secara fisik. 

Namun, entah kenapa, hari ini suasananya terasa jauh lebih dingin, seperti ada sesuatu yang tak kasatmata menggantung di udara.

“Aku buatkan minum?” tawarnya, berjalan menuju dapur tanpa menunggu jawaban. 

Hana langsung menggeleng. “Nggak usah. Aku cuma mau tanya sesuatu.”

Dominic menghentikan langkahnya. Dia berbalik menatapku, alisnya sedikit berkerut. 

“Apa?” 

Hana mengigit bibir, ragu untuk mengutarakan hal yang selama ini menyesakkan dadaku. Tapi, aku tahu aku tidak bisa terus menahan diri. Ia butuh kepastian, lebih dari apapun. 

“Kamu kenapa belakangan ini menjauh? Kamu sibuk, aku tahu. Tapi… rasanya beda.” Kata-kata Hana menggantung di udara, memenuhi ruang yang sebelumnya sunyi. 

Dominic menatap Hana lama, lama sekali. Dalam tatapan itu, aku bisa melihat pikirannya yang tampak berputar, seperti dia sedang memilih kata-kata dengan sangat hati-hati. 

“Hana… Aku memang sibuk. Tapi bukan berarti aku menjauh,” jawabnya, suaranya lebih berat daripada biasanya, penuh dengan nada yang sulit untuk ia terjemahkan. 

Hana menunggu dia mengatakan sesuatu lagi, berharap ada penjelasan lebih. Tapi dia malah menundukkan kepala, seakan ada beban yang terlalu berat untuk dia ungkapkan. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang masih dia sembunyikan dariku. 

Tapi apa?

“Tapi kamu berubah, aku bisa merasakannya.” potong Hana cepat. “

Dominic tidak segera menjawab.

Keheningan itu justru membuat Hana semakin gelisah.

“Kalau memang ada sesuatu, bilang saja. Aku nggak mau merasa seperti ini terus,” lanjutnya, suaranya mulai bergetar.

Dominic menghela napas panjang. Ia lalu berjalan mendekat, menggenggam tangan Hana dengan erat.

“Dengar… Aku nggak berubah, tapi aku memang sedang banyak hal yang harus aku urus.” katanya pelan. 

Hana menatap matanya dalam. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang belum Dominic katakan.

Dan itu membuatnya semakin takut.

“Kamu yakin nggak ada yang kamu sembunyikan dariku?” tanya Hana lirih.

Dominic terdiam. Jari-jarinya sedikit mengerat di tangan Hana.

Dan saat itu, Hana tahu, ada sesuatu yang pria itu rahasiakan. Sesuatu yang mungkin bisa mengubah segalanya.

"Maaf Hana,"

Bersambung... 

1
Mastutikeko Prasetyoningrum
semangat buat kakak penulisnya smoga ini awal cerita yg alurnya bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!