Panggilan Emran, sang papa yang meminta Ghani kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan Emran sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.
Ghani terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang kekasih.
Bagi Khalisa bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun.
Bisakah Khalisa bertahan dengan pernikahan tanpa cinta ini, sedang suaminya masih mencintai perempuan lain.
***
"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.
"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."
"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Khalisa terbangun oleh sentuhan hangat pada pipinya, perlahan dia membuka mata. Ghani tersenyum manis duduk di depannya. Suaminya itu membantu untuk bersandar di kepala ranjang. Merapikan rambutnya yang berantakan ke belakang telinga.
"Makan dulu ya, baru minum obat dan istirahat. Hari ini gak usah ke kampus dulu."
Ghani mengambil buku untuk mengipas bubur panas yang baru selesai dibuatnya. Jadi Ghani meninggalkannya hanya untuk membuatkan bubur rupanya, romantis sekali dia. Andai cinta Ghani memang untuknya meskipun dingin pasti akan hangat oleh perhatian yang seperti ini, batin Khalisa.
Setelah lumayan dingin baru disuapkannya bubur itu. Meleleh hati eneng bang kalau begini. Argh takut untuk berharap, tapi tak bisa kalau menolak diperhatikannya.
"Mikirin apa sih, jadi sampai migrain?"
"Gak ada." Suapan demi suapan mendarat di mulutnya. Ghani melap bibir Khalisa yang balepotan dengan jari manisnya.
Dag dig dug bunyi jantung yang bertalu-talu, jadi pengen balepotan aja terus biar disentuh. Tolong hentikan waktu sekarang biar Khalisa bisa menggoda suaminya. Teriaknya heroik dalam hati. Andai punya alat untuk menghentikan waktu, ingin dihentikannya waktu sekarang juga.
"Apa karena pernikahan kita? Kamu sangat menyesal ya Kha menjadi istriku. Maaf tidak bisa menjadi suami yang baik untukmu ya."
"Kenyang." Ucapnya, ucapan Ghani yang membuatnya menjadi kenyang. Hari ini lelaki itu begitu berbeda dibanding Ghani biasanya yang sangat egois dan arogan.
Ghani tidak memaksa untuk menghabiskan buburnya, memberikan obat yang ada di tangannya dan segelas air putih.
"Aku baru minum obat Gha."
"Oke, istirahat lagi ya."
Khalisa mengangguk, beringsut untuk merebahkan kepala kembali. Ghani menyelimutinya lalu membawa mangkok bubur ke dapur.
Sudah beberapa hari tinggal di rumah ini Khalisa belum pernah menyentuh piring kotor, pakaian ataupun menyapu lantai untuk dibersihkan. Dia bangun dari tidur semua sudah dalam keadaan rapi dan bersih, pakaian-pakaiannya juga sudah tertata rapi di lemari. Itu artinya Ghani yang melakukan semuanya, karena hanya mereka berdua yang berada di rumah ini.
Ghani kembali ke kamar dengan menenteng laptop ditangannya. Tangan kirinya menempelkan ponsel ke telinga sedang berbicara dengan seseorang. Lelaki itu duduk disamping Khalisa, setelah meletakkan laptop. Punggung tangannya menempel di dahi Khalisa sebentar lalu mengangkatnya kembali.
Selesai menelpon Ghani fokus pada laptop yang baru dinyalakannya. Seminggu ditinggalkan libur, kerjaan sudah mengantrinya.
"Maaf Gha sudah merepotkanmu, aku tak apa ditinggal sendiri kalau kamu mau berangkat ke kantor." Ucap Khalisa pelan sambil memijat kening.
"Bisa diam, aku mau fokus sebentar." Jawab Ghani ketus.
Yaah kembali lagi deh jiwa kejamnya, Khalisa diam mencoba menutup mata mungkin akan mudah untuk tidur setelah minum obat tadi.
Karena tak bisa tertidur juga Khalisa memiringkan badan untuk membelakangi Ghani. Lelaki itu bisa tergolong orang yang lebih kejam daripada ibu tiri saat sudah bersuara ketus.
Khalisa tidak mempedulikan suaminya yang sibuk dengan laptop sambil duduk bersandar di kepala ranjang. Dia hanya memikirkan perut yang mulai mual karena menahan sakit kepala.
Bukan hal yang biasa, sudah sering Khalisa mengalami seperti ini kalau sedang kelelahan terlebih jika banyak pikiran. Bedanya kalau biasanya ada ibu yang membantu membaluri belakangnya dengan minyak kayu putih. Sekarang hanya ada suami galak yang tidak peduli dengannya, sedih sekali. Dibilang tidak peduli tapi kadang sangat perhatian. Tuh kan jadi labil.
Kalau sudah agak parah tidak hanya mual, juga sampai memuntahkan seluruh isi perut. Khalisa bangun berlari ke kamar mandi mengeluarkan semua isi perutnya, berkali-kali sampai tak ada yang bisa keluar lagi selain air.
Dia terduduk lemas, selain tidak ada yang bisa menolongnya sekarang. Badannya juga tidak bisa diajak kompromi. Kha tidak boleh cengeng seperti ini.
Baru mau keluar kamar mandi, perutnya sudah bergejolak lagi. Matanya sampai berair setelah memuntahkan air yang juga keluar lewat hidung, aduh sakit banget.
Sentuhan hangat membelai kedua pundaknya. Tidak salah lagi pasti Ghani yang memijatnya. Bukan minyak kayu putih yang membuat tubuhnya jadi menghangat, tapi sentuhan suaminya yang baru kali ini didapatkannya.
Setelah Khalisa tidak muntah-muntah lagi Ghani menuntunnya kembali keranjang. Ranjang yang mungkin masih perawan sepertinya, atau sudah pernah Ghani gunakan bersama perempuan lain. Kenapa pikiran ini begitu liar. Selalu saja pikiran yang memperburuk suasana hatinya sendiri.
"Kita ke dokter ya, kamu kehilangan banyak cairan karena muntah?"
"Tidak perlu, nanti juga sembuh sendiri. Sudah sering seperti ini." Ghani tidak berkata apa-apa lagi selain menyelimutiinya dalam diam. Dingin, beku kayak es namun tidak semudah es untuk dicairkan itulah Ghani.
"Mau minum atau makan sesuatu?"
"Aku tak bisa memasukkan apapun saat seperti ini, perutku seperti disayat-sayat." Katanya lemah, perutnya perih karena kosong tak ada isinya. Tapi tidak bisa dimasukkan apapun lambungnya menolak. Iih si asam lambung ikutan manja juga deh. Si punya badan aja belum pernah dimanja sama abang, jangan ikut-ikutan ingin manja dong.
"Gha.." panggil Khalisa lirih.
"Hm."
"Boleh oleskan belakangku dengan minyak kayu putih." Agak ragu Khalisa ucapkan, Ghani mengernyitkan keningnya tak bergeming. Melihat ekspresinya seperti itu Khalisa meralat ucapannya tadi. "Eh gak usah deh, nanti sembuh sendiri juga." Tak yakin dapat menolak sentuhan lembut suaminya dipunggung nanti.
Perut ini bergejolak lagi hampir memuntahkannya di ranjang, Khalisa berjalan lemas ke kamar mandi. Menghabiskan sisa air yang masih tersisa ditubuhnya.
Tangan hangat menyentuh kulit Khalisa bagian belakang, pori-pori tubuhnya merespon meminta untuk terus disentuh. Khalisa tak tahaan, tolong bantu dia sekarang.
Ghani pasti tidak memandang belakangnya yang mulus dan putih ini. Hanya menyingkap piyama untuk memasukkan tangannya setelah menumpahkan minyak kayu putih ditelapak tangan.
Sedang Ghani merasakan tubuhnya seperti terkena setruman listrik setelah menyentuh langsung kulit istrinya. Ada keinginan untuk melakukan lebih yang berkali-kali ditahannya. Lelaki normal mana yang bisa menahan hasratnya saat ada godaan seperti ini.
Gruaakk...
Khalisa muntah kembali lagi dengan mata memerah dan berair menahan sakit air yang keluar dari hidung. Semoga Ghani tidak jijik melihatnya seperti ini. Tangan Ghani terus memijat seluruh belakang. Ayo ke depan, otak mesum Khalisa berteriak, berharap lebih.
Tolong jangan tanyakan bagaimana kondisi hati dan jantungnya yang tiba-tiba ingin di donor mendadak karena ingin lepas dari tempatnya.
"Sakit Kha?" Ghani melap mulut dan hidung Khalisa yang baru selesai muntah. Kemudian mengoleskan minyak kayu putih ke hidung istrinya juga di bagian leher.
"Banget."
Ghani ikut meringis melihat istrinya yang memucat karena menahan sakit. Mendekap Khalisa erat dalam pelukannya.
"Tahan ya Kha."
Cukup lama Ghani menunggunya berhenti muntah lalu membawanya ke ranjang. Ponsel Ghani berdering lalu menjawabnya, sambil mengambilkan jilbab lalu dipasangkannya dengan rapi di kepala Khalisa.
Setelah itu Ghani meninggalkan Khalisa sendirian di kamar. Cukup membuat perempuan itu heran dan kebingungan oleh tingkah Ghani. Tanpa senyum, tanpa ekspresi dan tanpa bicara. Setelah dengan puas meraba punggungnya.
Tapikan dia juga yang minta dibalurin minyak kayu putih tadi ya.. kenapa dia yang jadi aneh sekarang. Tidak tergodakah Ghani dengan punggung mulusnya yang menggemaskan ini.