Menikah dengan wanita yang jelek membuat Gilang enggan untuk menyentuh istrinya, sikap Gilang yang keterlaluan membuat Nindi istrinya merubah penampilannya dan bekerja sebagai sekertaris Gilang sendiri.
Apakah Gilang nanti akan tau penyamaran sang istri? ikuti terus ceritanya yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon el Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan hina istriku
"Baiklah mas, aku tidak akan pergi namun ada syaratnya," kata Nindi dengan menatap wajah Gilang dengan lekat.
Gilang bernafas dengan lega, akhirnya Nindi tidak meninggalkannya.
"Kamu harus memperlakukan aku layaknya seorang istri, setiap ada acara apapun kamu harus datang bersamaku dan juga kamu harus memperkenalkan aku pada seluruh anggota keluargamu serta bilang kalau kita sudah menikah,"
Gilang menyunggingkan senyuman, tentu itu bukanlah syarat yang sulit.
"Baiklah Nin, aku menerimanya," kata Gilang tegas.
"Tapi aku tidak akan berubah menjadi Rara," sahut Nindi.
Senyum Gilang kali ini berbeda dengan tadi, namun memang dia tidak ingin kehilangan istrinya.
"Baiklah Nin," ujar Gilang.
Nindi beranjak dan masuk kamarnya meninggalkan Gilang yang masih diam di tempatnya.
Baik Nindi dan Gilang sama-sama kalut dengan pikirannya masing-masing.
Puas memikirkan perasaannya mata Nindi akhirnya terpejam juga, malam ini dia mengarungi alam mimpinya dengan hati yang tak karu-karuan.
Fajar pagi telah menyingsing, perlahan Nindi membuka matanya.
"Aaaahhh! sudah pagi! cepat sekali," gumamnya dengan menguap beberapa kali.
Dengan malas Nindi beranjak dari tempat tidurnya untuk memenuhi hajatnya di kamar mandi selepas itu dia membersihkan diri dan ke dapur.
Nindi penasaran dengan sikap Gilang kali ini, apa dia seperti biasa atau berubah.
Nindi memasak nasi goreng untuk Gilang, ini pertama kalinya dalam sejarah Nindi repot-repot masak untuk suaminya.
Untuk menemani paginya Nindi menyalakan ponselnya dan memutar lagu-lagu kesukaannya.
Asik berjoget dan menyanyi tiba-tiba sebuah tangan memeluknya dari belakang.
Seketika Nindi membatu, dia diam tak melanjutkan nyanyiannya.
"Kenapa berhenti?" tanya Gilang
Nindi hanya diam, mulutnya seolah terkunci rapat tanpa bisa dibuka.
Gilang yang kesal akhirnya membalikkan tubuh Nindi dan menatap istrinya tersebut.
"Hey, kok malah melamun." Gilang menepuk pipi Nindi, tepukan Gilang membuat Nindi keluar dari keterpakuannya.
"Eh mas Gilang," kata Nindi sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Hari ini ikut aku ke kantor ya," kata Gilang yang lagi-lagi membuat Nindi terdiam untuk kedua kalinya.
Mendapati istrinya yang terdiam membuat Gilang menghela nafas, "Woy Nin," teriaknya.
"Apaan sih mas," teriak Nindi balik yang membuat Gilang tertawa.
"Ngapain aku ikut mas?" tanya Nindi
"Pertama, kamu harus menyelesaikan pekerjaan kamu, kedua aku tidak bisa jauh-jauh dari istriku ini," jawab Gilang.
Nindi merespon kata-kata Gilang dengan mengangguk, setalah memasak Nindi dan Gilang sarapan lalu bersiap-siap ke kantor.
Saat Nindi masuk kantor semua mata memandang Nindi, ada juga yang menertawakannya.
"Jin dari mana ini," kata salah satu pegawai di sana.
"Iya jelek sekali," sahut lainnya.
Gilang yang kebetulan sudah masuk pun sedikit banyak mendengat ocehan para pegawainya sehingga dia jadi marah karena istrinya dia ejek.
"Diam! berani kalian mengejek istriku!" maki Gilang.
Semua pegawainya terdiam, mereka tidak percaya kalau bos mereka yang tampan memiliki istri si buruk rupa.
"Sudah sayang, jangan didengerin mereka, kalau meraka berani macam-macam pecat saja," kata Gilang yang membuat pegawai semua ketakutan.
Gilang dan Nindi berjalan menuju ke ruangan Gilang meninggalkan para pegawai yang terheran-heran, ada yang menganggap Gilang katarak sehingga tidak bisa membedakan mana yang buruk rupa mana yang tidak.
Sesampainya di ruangan Gilang, Nindi menuju mejanya. Dia segera menyelesaikan pekerjaannya untuk bulan ini dan resign.
Dengan identitas aslinya Nindi merasa tak nyaman berada di meja Rara.
Gilang yang sangat merindukan ciuman dari Nindi pun mendekati istrinya yang masih sibuk dengan setumpuk pekerjaan.
"Nin," panggilnya dengan duduk di tepi meja seperti biasa.
"Iya pak," sahut Nindi.
Kebiasaan menjadi Rara dan memanggil Gilang pak masih melekat.
Mendengar panggilan pak membuat Gilang tersenyum.
"Panggil mas saja, kamu kan Nindi bukan Rara," kata Gilang.
Gilang mendekat, dengan cepat Nindi menjauh sehingga membuat Gilang kecewa.
Tanpa aba-aba Gilang memeluk Nindi dengan erat.
"Aku merindukanmu Nin," kata Gilang
"Lepas mas lepas," pinta Nindi
"Nggak, please tenanglah, bersikaplah seperti biasnya," pinta Gilang balik.
Veri yang hendak memberikan laporan harus kaget karena di depan matanya Gilang memeluk istrinya, tanda tanya besar di atas kepala Veri.
"Biasanya Rara kenapa jadi ibu Nindi?" gumam Veri
"Lepas mas lepas." Nindi meronta
Hingga mau nggak mau Gilang melepas pelukannya, "Beri aku waktu please," pinta Nindi dengan memohon.
Gilang mengusap rambutnya kasar, dan dia mendapati Veri melihat adegannya tadi.
"Masuk! ngapain berdiri di situ, kamu mau mengintip kami!" seru Gilang.
"Maaf pak, saya hanya ingin memberikan laporan yang anda minta," sahut Veri lalu masuk dan meletakkan laporan di atas meja Gilang lalu pamit undur diri.
Gilang segera mengecek laporan yang diberikan oleh Veri, nampak angka penjualan propertinya naik drastis, bibir Gilang menyunggingkan senyuman.
"Kerja kerasku membuahkan hasil, Dunia sebentar lagi pasti akan ada dalam genggamanku. Lihatlah ma, anakmu semakin sukses sekarang," gumam Gilang.
Gilang dan Nindi sama-sama berkutat dengan pekerjaannya sedangkan Veri masih bingung dengan apa yang dilihatnya tadi.
Arrrrggggg
"Brengsek kenapa aku malah memikirkan mereka," umpat Veri.
"Apa Bu Nindi tau pasal Rara sehingga dia mengikuti pak Gilang." Veri bermonolog dengan dirinya sendiri.
Banyak sekali pertanyaan yang bermunculan di kepalanya yang membuat Veri kehilangan kefokusannya.
Sebelum jam makan siang, Nindi ke meja Gilang untuk melaporkan kalau nanti ada jadwal ketemu klien.
Gilang mengangguk dan menyuruh Nindi untuk bersiap juga.
Nindi kaget, apa Gilang tidak malu mengajaknya bertemu klien, karena dia kini dalam mode buruk rupa buka mode cantik.
"Mas Gilang nggak malu?" tanya Nindi.
Gilang tertawa keras
"Ngapain malu, aku ingin mencintai kamu sebagai Nindi, karena istriku adalah Nindi bukan Rara," jawab Gilang yang membuat Nindi tersenyum.
Nilai plus untuk Gilang, namun Nindi masih belum mau terbuai dengan kata-kata Gilang.
Saat jam makan siang Gilang, Nindi dan Veri berangkat bersama.
Sepanjang perjalanan Gilang memegangi tangan Nindi, bahkan berkali-kali menciumi tangan istrinya tersebut.
Veri semakin dibuat bingung oleh Gilang, bagaimana mungkin dalam sehari Gilang sudah bucin dengan istrinya padahal kemarin dia sangat bucin dengan Rara sekretarisnya.
"Apa-apa Bu Nindi menggunakan ajian Semar mesem ya," batin Veri.
Arrgggh
Veri frustasi sendiri sehingga membuat Gilang dan Nindi di bangku belakang kaget.
"Ada apa Ver?" tanya Gilang.
"Nggak papa pak," jawab Veri dengan tersenyum.
Tak selang lama mereka semua sampai di restoran yang disepakati, mereka segera duduk di meja yang telah di pesan sebelumnya.
Tak berselang lama, klien Gilang datang.
"Selamat siang pak Gilang," sapa klien Gilang
"Selamat siang," sahut Gilang dan Veri barengan.
Klien tersebut memandangi Nindi, mereka nampak Ilfil dengan penampilan Nindi.
"Mohon maaf sebelumnya, apa ini sekertaris baru anda pak?" tanya klien tersebut.
"Kenapa pak?" tanya Gilang.
"Seharusnya anda mencari sekertaris yang penampilannya ok seperti sekertaris anda sebelumnya jangan sekertaris di bawah standar," protes klien lainnya.
Mendengar kata-kata Klien Gilang membaut Nindi pamit ke belakang, dia tak ingin menjadi omongan klien Gilang.
"Mohon maaf pak, dia adalah istri saya, dengan anda bilang kalau di bawah standar bearti anda menghina istri saya, dan saya tidak terima akan hal itu," kata Gilang lalu menyusul Nindi.
Para kliennya hanya menunduk malu,
"Pikirkan dulu sebelum berucap pak, bisa dipastikan kerja sama kita batal karena anda telah mengejek istri pak Gilang.