Seorang gadis bernama Amira berusia 20 tahun baru di pecat dari pekerjaannya. Karena rekomendasi dari ibu kosnya akhirnya ia masuk ke yayasan pengasuh milik teman ibu kosnya itu. Tak lama ia pun mendapat majikan yang baik bernama nyonya Sarah. Amira sangat menyukai pekerjaannya itu.
Hampir dua tahun ia bekerja disana dan ia pun bukan hanya mengasuh satu anak namun dua sekaligus karena tak lama setelah Amira diterima menjadi pengasuh nyonya Sarah melahirkan anak keduanya. Perlakuan nyonya Sarah yang baik dan bahkan menganggapnya seperti saudara membuat Amira sangat menghormati dan menyayangi majikannya itu begitu juga dengan kedua anaknya.
Suatu hari saat Amira ikut berlibur bersama keluarga majikannya tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang sangat mencekam. Saat suami nyonya Sarah tiba-tiba harus pergi karena urusan kantor terjadi penyerangan terhadap nyonyanya. Dalam keadaan terluka nyonya Sarah menitipkan kedua anaknya pada Amira. Kini Amira harus berjuang menyelamatkan kedua anak majikannya itu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ye Sha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari tahu
Pagi sudah menjelang saat bus yang ditumpangi Amira memasuki kota J. Amira mengerjapkan matanya saat ia mulai terbangun dari tidurnya. Dilihatnya kesekelilingnya tampak penumpang lain juga masih terlelap. Saat bus memasuki terminal Amira membangunkan Anna agar mereka bisa segera turun. Setelah menggendong Adit ia pun menuntun Anna dengan sebelah tangannya untuk keluar dari bus sedang tangannya yang lain menenteng tas bawaan mereka. Begitu turun dari bus mereka langsung menuju musolla yang ada agar Amira dapat menunaikan ibadahnya. Dalam do'anya Amira memohon agar diberi kelancaran dalam semua urusannya dan agar nyonya Sarah segera diberi kesembuhan sehingga kedua bocah yang bersamanya kini dapat segera berkumpul lagi dengan keluarganya.
Selesai dengan ibadahnya Amira pun membeli sarapan untuk dibungkus diwarung yang ada didekat situ sebab masih terlalu pagi bagi mereka untuk sarapan hanya minuman hangat yang mereka minum ditempat untuk menghangatkan perut. Setelah itu ia memanggil taxi untuk mengantar mereka kerumah bu Wati. Ya ...Amira memetuskan untuk kerumah bu Wati untuk kembali kos disana. Karena menurutnya hanya bu Wati yang dapat ia mintai bantuan.
Matahari mulai memancarkan sinarnya saat taxi yang mereka tumpangi berhenti di depan rumah bu Wati. Rumah itu masih tetap sama seperti terakhir kali ia meninggalkan kosan itu. Memang sejak ia bekerja pada keluarga bu Sarah ia jarang mengunjungi bu Wati apalagi sejak dua bulan lalu ia dalam pelarian. Baru saja Amira dan kedua bocah itu turun dari taxi pintu rumah sudah dibuka dari dalam dan tampak bu Dewi keluar dari rumah.
"Amira?" tanyanya terkejut saat mengenali Amira yang berjalan masuk bersama dua bocah bersamanya.
Amira tersenyum ...bu Wati pun langsung memeluk Amira dengan erat.
"Ya Allah .... Amira..." ucapnya.
"Kemana saja kamu?"
"Nanti Amira cerita sama ibu..." jawab Amira.
Lalu bu Wati pun melihat dua bocah yang berdiri dibelakang Amira.
"Lho ..ini..." ucapnya menggantung.
"Iya bu... kenalkan ini Anna dan Adit." terangnya sambil mengangsurkan tangan kedua bocah itu untuk berkenalan.
"Ya sudah kita masuk dulu..." ajak bu Wati sambil menggandeng kedua anak itu sedang Amira membawa tas bawaannya.
Sampai didalam bu Wati mengajak Amira dan kedua anak itu untuk duduk diruang tengah.
"Kalian sudah sarapan?"
"Belum bu..tapi tadi kami sudah beli nasi bungkus".
"Ya sudah kalian sarapan dulu ibu tadi juga sudah sarapan .... nanti tasmu masukkan saja kekamarmu yang dulu tempat itu masih kosong"
"Baik bu...terima kasih sudah mau menerima kami" ucapnya.
Lalu Amira pun menyuapi kedua anak itu yang sudah terlihat lapar bergantian dengan dirinya. Selesai sarapan Amira membawa tas bawaannya kekamar lalu menyuruh kedua bocah itu untuk mandi agar merasa segar. Keduanya pun langsung menuruti Amira dan setelah keduanya selesai Amira pun menyusul mandi.
Selesai mandi dan merasakan badannya segar Amira mengajak kedua anak itu menemui bu Wati. Terlihat bu Wati sedang duduk santai di depan televisi.
"Bu..." panggil Amira.
"Oh...sudah selesai mandi Ra?"
"Sudah bu..."
"Ayo ...duduk sini." ajaknya sambil menepuk pinggir sofa yang di dudukinya.
"Anna .. Adit kalian nonton tv dulu ya..." sambungnya sambil menyerahkan remot tv pada Anna agar ia da adiknya dapat menonton yang mereka sukai.
Saat kedua kakak beradik itu mulai asik menonton acara kesukaannya bu Wati pun mulai menyuruh Amira untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi setelah sebelumnya mereka pindah duduk di ruang makan. Amira pun lalu menceritakan yang terjadi padanya selama dua bulan terakhir mulai dari kejadian yang ada di villa hingga akhirnya ia melarikan diri bersama kedua anak majikannya tanpa ada yang terlewat. Setelah mendengar semuanya bu Wati pun hanya bisa menghela nafas berat.
"Lalu apa yang kamu lakukan sekarang Ra?" tanyanya.
"Mungkin saya akan mencari tahu kabar terakhir nyonya Sarah di rumah sakit bu... dan jika memungkinkan saya juga ingin mengajak kedua anak itu untuk bertemu mamanya semoga dengan begitu nyonya Sarah bisa segera sadar..." terang Amira.
"Tapi Ra ... bukankah disana pasti penjagaannya sangat ketat?" kata bu Wati sedikit ragu jika Amira dapat menemui nyonya Sarah.
"Saya tahu bu... karna itu saya yang akan kesana dulu untuk mengamati situasinya"
"Baiklah jika itu yang kau rasa baik..."
Keesokan harinya Amira pun bersiap untuk mencari tempat dimana nyonya Sarah dirawat, karena itu ia pun menitipkan Anna dan Adit pada bu Wati. Untung saja kosan bu Wati sedang kosong karena para penghuninya sedang pulang kampung maklum karena sedang musim liburan sebab para penyewa kos bu Wati adalah para pelajar sehingga saat musim liburan mereka memanfaatkan waktu untuk berkumpul dengan keluarganya. Anna dan Adit sangat menurut saat dititipkan pada bu Wati apalagi Amira sudah berjanji untuk segera kembali.
"Bu saya berangkat dulu ya...do'akan semoga semuanya berjalan lancar...."
"Aamiiin...hati-hati dijalan ya nak ..."
"Baik bu...."
"Oh iya lupa ... kau gunakan saja motormu yang dulu kau titipkan pada ibu" kata bu Wati.
"Memang motor itu masih bisa digunakan?" tanya Amira yang terkejut sebab motor yang dulu selalu menemaninya kerja ternyata masih ada.
"Tentu saja... motor itu juga masih ibu gunakan untuk pergi belanja ke pasar kok..." ujar bu Wati sambil tersenyum.
"Alhamdulillah motornya masih bisa digunakan untung dulu aku titipkan pada ibu..." balas Amira.
Lalu ia pun menuntun motornya keluar dan sebelum ia menaiki motornya disempatkannya untuk berpamitan lagi dengan Anna dan Adit.
"Sayang kalian berdua jangan merepotkan oma Wati ya ... yang nurut jangan nakal..."
"Iya bunda..." jawab keduanya bersamaan, kemudian Amira pun melajukan motornya.
Di jalan Amira berfikir kemana ia akan mencari rumah sakit yang merawat nyonya Sarah. Padahal di kota itu banyak rumah sakit yang besar.
"Ah coba saja aku datangi rumah sakit tempat Adit dulu dilahirkan mungkin saja nyonya Sarah juga sekarang dirawat disana..." ucapnya dalam hati.
Ia pun lalu mengarahkan motornya ke rumah sakit tempat dulu Adit dilahirkan. Sementara itu untuk mengalihkan perhatian dua bocah yang menanti kepulangan Amira, ibu Wati pun mengajak keduanya untuk membuat kue bersama. Dua anak itu pun sangat senang dengan ajakan bu Wati dan sangat antusias saat mencampur dan mengolah bahan membuat kue. Mereka pun bersenang - senang dengan saling bercanda sehingga ibu Wati yang tak memiliki keluarga pun merasa senang.
Amira yang sudah sampai didekat rumah sakit memarkirkan motornya di depan gedung yang terletak di sebelah rumah sakit itu. Ia sengaja melakukannya agar jika terjadi sesuatu motornya tidak terlacak kamera cctv rumah sakit. Setelah memarkirkan motornya Amira pun melangkahkan kakinya ke rumah sakit tersebut. Ia sengaja menuju ruang tunggu pendaftaran pasien umum. Di sana ia duduk ditempat dimana ia bisa mengawasi pintu masuk rumah sakit dan juga lift yang sering digunakan untuk naik ke lantai atas. Ia berharap dapat melihat orang - orang yang dikenalnya saat bekerja di rumah nyonya Sarah atau kalau beruntung ia berharap bertemu dengan tuan Bram, agar ia dapat mengetahui kamar nyonya Sarah dirawat. Amira tak mau mengambil resiko dengan bertanya pada resepsionis karena petugas disana pasti akan langsung curiga padanya.
Sudah hampir satu jam Amira duduk di bangku ruang tunggu itu, untung saja hari itu banyak sekali pasien yang mendaftar sehingga kehadirannya yang duduk berlama - lama disana tak membuat security disana curiga. Saat Amira sudah akan menyerah dan hendak beranjak dari tempat duduknya tiba - tiba matanya melihat nona Mela , sekertaris dari tuan Bram memasuki rumah sakit. Terlihat ia berjalan langsung menuju lift. '
"Itu berarti ia akan menjenguk seseorang dirumah sakit ini '' ucap Amira dalam hati.
Dengan cepat ia bangun dari duduknya dan langsung mengekori Mela masuk kedalam lift. Mela yang tak menyadari kehadiran Amira menyangka ia hanya salah satu penjenguk dari salah satu pasien di rumah sakit itu. Setelah melihat nomor lantai yang di tekan oleh Mela , Amira pun menekan nomor lantai yang hanya beda satu lantai dengan yang dituju Mela sehingga ia tak curiga jika Amira mengikutinya.
Sesampainya dilantai yang ditujunya Amira segera keluar dari lift dan begitu mendengar pintu lift tertutup dibelakangnya ia pun langsung berlari kearah tangga darurat dan menaikinya menuju lantai yang dituju Mela. Dengan nafas yang memburu ia berusaha secepatnya untuk sampai dilantai atas sebelum Mela keluar dari lift agar ia tahu dimana kamar yang Mela tuju. Tepat saat bunyi pintu lift terbuka dan Mela keluar dari sana Amira sudah sampai dan dapat melihat Mela melangkah menuju ruang vvip. Dengan hati - hati Amira mengikuti Mela dari jauh. Tampak di salah satu kamar dimana terdapat dua orang penjaga di depanmya Mela berhenti dan tampak berbicara dengan penjaga itu. Sepertinya ia ingin masuk kedalam kamar tersebut. Namun kedua penjaga tersebut terlihat tak memperbolehkannya masuk sehingga terjadilah perdebatan diantara mereka hingga akhirnya Mela diseret oleh kedua penjaga tersebut menuju lift.
Melihat itu Amira tidak menyia-nyiakan kesempatan ia pun langsung menyelinap ke dalam kamar. Dan saat sudah ada di dalam kamar tersebut ia sangat terkejut sebab di sana berbaring nyonya Sarah dengan segala peralatan medis yang menempel pada tubuhnya. Amira tak tahu harus bersyukur atau bersedih karena ia dapat bertemu nyonya Sarah namun keadaannya sangat menyedihkan. Kini ia tahu jika nyonya Sarah dalam keadaan koma. Di dekatinya tubuh nyonyanya itu... dibelainya wajah yang masih terlihat cantik walau pun dalam keadaan pucat pasi. Tak terasa airmatanya menetes saat melihat keadaan nyonyanya itu. Digenggamnya tangan nyonya Sarah lalu didekatkannya pada pipinya.
"Kakak ... ini Amira ... aku sudah datang kak..." ucapnya pada nyonya Sarah. Tampak wajah yang pucat itu tak bereaksi.
"Kakak bangunlah... anak - anak membutuhkanmu kak..."
"Kakak tahu Anna dan Adit sekarang memanggilku bunda... tapi aku tahu kau lah mama mereka yang telah melahirkan dan merawat mereka. Jadi bangunlah kak ... mari kita rawat dan besarkan mereka bersama karena seperti katamu aku tak mungkin percaya pada orang lain kecuali padamu kak..."
Tanpa Amira sadari saat ia mengajak nyonya Sarah mengobrol saat itu tiba - tiba air mata menetes dari kelopak mata nyonya Sarah yang masih terpejam. Seakan nyonya Sarah dapat mendengarkan setiap ucapan Amira.