Anak Genius : First Night With CEO

Ada alasan kuat, mengapa seorang Ellea enggan memberi tahu identitas Daniel sebenarnya. Ellea tak ingin Gavin tahu, jika Daniel adalah anaknya. Kenapa? Jika ditanya kenapa? Jawabannya, karena Orang kaya itu berbeda dengan orang biasa seperti dirinya. Seorang pria kaya, yang ia inginkan pasti hanyalah anak, sebagai penerus perusahaan mereka kelak nantinya.

Apalagi jika anak laki-laki, dikalangan manusia seperti Gavin, anak laki-laki sangat dibanggakan. Karena sejak kecil, mereka pasti sudah diberi saham perusahaan. Hal yang Ellea takutkan adalah, Gavin akan mengambil Daniel. Jika saja Gavin tahu Daniel adalah anaknya, kemungkinan besar, Gavin akan mengerahkan semua uangnya untuk merebut Daniel dari tangan Ellea.

Tak ada jaminan, jika Ellea akan dianggap juga oleh Gavin. Pria kaya tak akan membutuhkan wanita, karena wanita yang akan datang pada mereka. Gavin tak mungkin melirik Ellea, karena Ellea yakin, Gavin banyak wanitanya. Karena itulah, ia memiliki alasan kuat, tak ingin memberi tahu identitas Daniel pada Gavin.

"Apa yang kau inginkan? Bukankah dulu kita pernah berjanji untuk tidak saling bertemu? Kenapa kini kau menggangguku?" Ellea kesal.

"Aku menginginkan bukti tentang anakmu, yang bisa jadi ia juga adalah anakku!" Jawab Gavin tanpa jeda.

"Apa Uncle? Apa maksudmu?"

Astaga, aku melupakan anakku yang seharusnya tak mendengar ucapan ini. Batin Ellea.

"Daniel, bisakah kau menunggu di sini dan menonton televisi? Ada yang harus Mommy dan Uncle katakan di sana. Boleh ya?"

"Tapi, Uncle tak akan jahat lagi kan? Uncle juga akan tetap membantu aku bertemu Daddy, bukan?" tanya Daniel.

"Iya sayang. Sudah ya, kau duduk saja di sini, dan menonton televisi,"

Ellea mengambil remote televisi dan segera menyalakannya. Ellea refleks memegang tangan Gavin, dan membawanya ke balkon hotel. Daniel tak seharusnya mendengar ucapan yang tak semestinya ia dengar. Ellea tak ingin, Daniel terus berharap akan semuanya. Saat berjalan, Gavin melihat tangannya yang dipegang oleh Ellea. Gavin tersenyum tipis melihat wanita di sampingnya sangat khawatir.

"Kau harus membayar mahal, karena telah memegang tanganku!" Ucap Gavin, saat Ellea melepaskan genggaman tangannya.

"Dasar gila! Apa maksudmu? Kenapa kau harus berkata seperti itu, ha? Sudah kukatakan, Daniel bukan anakmu. Kau tak ada hak apapun. Cukuplah, tak perlu menggangguku, aku pun tak akan mengganggu kehidupanmu!" Ellea memohon.

"Semua ini karena kau terlalu payah membohongi aku. Aku ini sangat cerdas, aku bahkan bisa mengingat semua kejadian kita enam tahun lalu. Aku ingat betul, aku menabur benihku didalam milikmu! Bukankah ada kemungkinan, jika kau hamil? Pada saat itu, aku pun masih tak tahu. Bukan kau saja yang pertama melakukannya, tapi aku juga!" Tegas Gavin.

Apa? Pertama? Tak mungkin! Batin Ellea.

"Jujurlah, Ellea ... katakan padaku, apa Daniel adalah anakku? Takdir selalu mempertemukan aku dengannya. Dia sangat mirip denganku! Bola matanya, warna rambutnya, senyumannya, dia sangat mirip denganku! Katakan sejujurnya, aku ingin kau tak menyembunyikan Daniel. Kumohon, Ellea." Gavin memohon.

Tiba-tiba saja, Gavin berubah menjadi lemah lembut. Berbeda saat tadi ia memaksa Ellea. Ellea kaget dengan perubahan sikap Daniel. Entah angin apa yang menyebabkan Gavin menjadi lemah lembut seperti itu. Ellea jadi tak tega, jika terus membohongi Gavin. Tapi, Ellea menguatkan dirinya, ia tak boleh terhasut sikap lembut Gavin. Karena Ellea yakin, yang Gavin inginkan hanyalah Daniel. Dan Ellea tak ingin Gavin merebut Daniel darinya.

"Itu bukan urusanmu sama sekali, Tuan Gavin. Jangan ganggu aku dan Daniel, kumohon ... aku sudah bahagia hidup bersamanya. Kau tak ada hubungannya dengan anakku."

"Aku tak percaya dengan ucapanmu. Aku yakin, Daniel adalah anakku. Awalnya, aku tak tahu, jika kau adalah Ibunya Daniel. Tahukah kau? Daniel sangat mirip denganku! Foto kecilku, sama persis dengan dia saat ini. Saat aku melihat kau bersama Daniel, aku sangat terkejut. Hatiku berdebar, karena sepertinya aku yakin, jika dia memang anakku. Kau tak bisa terus menghindar dan membohongiku. Ellea, bekerja sama lah denganku, aku tak akan mengganggumu, aku hanya ingin kepastian saja." Gavin terus memelas, tapi Ellea tahu, ini hanyalah akal-akalan Gavin.

Ellea tak mampu menjawab, ia hanya menggelengkan kepalanya.

"Ellea, aku telah bersikap lembut padamu! Kumohon, jangan sembunyikan apapun lagi denganku! Aku tak akan menyakitimu, jika kau jujur padaku! Apa sulitnya mengatakan bahwa dia adalah anakku? Kita pernah tidur bersama enam tahun lalu, dan anakmu ... kini berusia lima tahun. Apalagi, wajah dan semua yang ada pada Daniel, sangat-sangat sama sepertiku! Dia mirip denganku, Ellea! Dia tak membuang semua tentang diriku. Please, tell me, Ellea!"

Ellea terdiam sejenak. Ia tak mampu mengatakan kejujuran itu. Berat rasanya, karena Gavin bukan orang sembarangan. Ia bisa melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ellea selalu menimang hal itu. Ia takut, Gavin akan merebut Daniel secara paksa. Tak pernah terbayangkan oleh diri Ellea, ternyata pertemuan Daniel dengan Daddy-nya akan semudah ini.

Pertemuan ini terjadi, karena kemampuan Daniel dalam melukis. Karena lukisannya, ia bertemu dengan Daddy-nya. Ellea tak bisa mengelak lagi, Daniel 90% meniru Gavin. Fisik dan perawakannya, sangat-sangat mirip Gavin. Kemampuan dan keahliannya pun, sangat diturunkan Gavin padanya. Gavin seorang CEO di galeri seni, dan Daniel pun, sangat pandai melukis.

Inikah arti dari lukisan Daniel? Lukisan yang membawanya bertemu dengan Daddy-nya. Ellea tak bisa menyalahkan takdir dan kemampuan Daniel dalam melukis. Semua terjadi karena Tuhan yang telah berkehendak. Daniel dan Gavin, dipertemukan karena sebuah kemampuan Daniel yang ternyata turun dari Ayahnya, itu melukis.

"Ellea, lihat aku! Jawab aku! Kau tak bisa terus-menerus menutup mulut seperti ini! Aku sudah bersikap lembut padamu, jangan sampai sifat arogansi ku muncul kembali, karena kau yang tak bisa jujur padaku!" Tegas Gavin.

Hening ... Ellea hanya mampu menatap Gavin .... Ia melihat pria itu. Benar, sangat benar. Gavin dan Daniel, dua wajah yang tak bisa dipisahkan. Bak pinang dibelah dua, mereka adalah Ayah dan Anak yang memiliki banyak kesamaan. Haruskah aku jujur dan melarikan diri dari pria menyeramkan ini? Aku justru ketakutan jika dia bersikap lemah lembut seperti ini. Gumam Ellea.

Tiba-tiba ....

"Tak perlu melakukan tes DNA," ucap Ellea dengan gugup.

"Kenapa?" mata Gavin membulat.

"Tak perlu aku jelaskan, kau sudah tahu sendiri maksudnya." Ellea memalingkan wajah dari Gavin.

"Apa? Apa maksudmu? Ellea? Kau tak salah berbicara? Jadi ... maksudmu? Daniel adalah anakku? Dia darah dagingku? Ellea! lihat aku! Benarkah itu? Monster kecil itu? Monster kecilku? Oh Tuhan ... aku berdosa sekali padanya," Gavin mengusap wajahnya berkali-kali.

Ellea hanya mengangguk. Ia sudah tak peduli, apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia hanya berharap, bisa pulang ke Negaranya dengan cepat. Ellea bingung dengan perasaannya sekarang.

"Ellea, look at me!" Gavin memegang bahu Ellea.

Ellea kaget, karena Gavin dengan beraninya memegang bahu dan membuat jantung Ellea berdebar sangat cepat.

"Kumohon, lepaskan," Ellea merasa tak nyaman.

Gavin melepaskan tangannya di bahu Ellea. Tapi, ia berpindah memegang tangan Ellea. Hal itu membuat Ellea sangat kaget, apalagi yang akan Gavin lakukan padanya.

Gavin mengangkat tangan Ellea di depan dadanya, "Ellea, terima kasih atas kejujuranmu. Terima kasih, kau telah menjaga dan merawatnya dengan baik. Saat itu, pikiranku sedang kacau, dan aku ... tak memedulikan nasibmu selanjutnya, yang ternyata telah mengandung benihku. Terima kasih, kau telah membuatnya menjadi anak genius, sepertiku ..." Gavin mencium tangan Ellea, dan membuat Ellea kaget bukan main.

Tak pernah Ellea bayangkan sebelumnya, jika seorang Gavin yang arogan, akan bersifat lembut seperti ini. Sungguh tak percaya, pria dihadapannya ini, sangat-sangat manis. Perasaan Ellea jadi tak menentu, ia ingin menepis tangannya yang dicium oleh Gavin, tapi rasanya tak sopan, karena Gavib kini memperlakukannya dengan lembut.

Tanpa Gavin dan Ellea sadari, di sebuah balkon kamar hotel lain, seseorang sedang menatap mereka dengan perasaan marah dan kecewa. Siapa lagi kalau bukan Eric Michael, mantan kekasih Ellea sekaligus pria yang kini berpengaruh terharap masa depan Daniel dengan karya-karyanya.

"Brengsek! Si Gavin sialan itu ternyata selalu lebih dulu mengambil milikku. Kenapa mereka bisa bersama? Apa yang mereka lakukan? Aku tak akan membiarkan hal ini terjadi. Ellea adalah milikku, dan aku ... akan membuat semua kembali menjadi milikku! Lihat saja nanti, Gavin Alexander!" Ucap Eric berbicara sendiri, ia tak mendengar apa yang dibicarakan oleh Gavin dan Ellea.

*Bersambung*