Tania Wijaya adalah seorang putri kaya raya yang terbuang karena persaingan bisnis sang ayah, harus bangkit belajar beladiri dan melakukan penyamaran menjadi seorang model.
Pertemuan tak sengaja dengan seorang pria keras kepala. Segala cara Tania lakukan demi menghindari pria itu. Namun, takdir berkata lain saat Tania terjebak dalam jeratan cinta yang di rencanakan Milan, kakak dari pria yang dicintainya.
Bagaimana perjalanan hubungan Tania setelah tahu Milan memiliki tunangan? Ikuti terus keseruan kisahnya.
***
Noted: Novel ini mengandung unsur beladiri/ Action yang tidak cocok untuk di bawah umur. Harap bijak memilih bacaan. Novel ini juga hanya tulisan fiksi pengarang. So harap berkomentar sopan ya reader yang budiman.
Novel ini sedang tahap revisi. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yakin Saja
🌟 Jangan lupa LIKE, FAVORIT, dan RATE 🌟
Edo tak lagi banyak bicara seperti sebeljm saat bertemu Tania. Firasat buruk mulai ia rasakan. Entah sejak kapan, ia meyakini jika Milan mulai berbuat yang tak pantas pada gadis yang belakangan terakhir mengisi harinya.
Tania memilih membuka ponsel pintar miliknya, dan mengirimkan sebuah pesan WhatsApp agar Raffa tidak perlu menjemputnya. Sesekali Tania melirik Edo yang terlihat gelisah.
"Ada apa?" tanya Tania, merasa penasaran dengan sikap Edo.
"Ummm ... kamu gak jatuh cinta sama Kak Milan 'kan,Tania?" Tiba-tiba Edo meminggirkan mobilnya di tepi jalan.
Tania tersenyum tipis, tangannya menyentuh lengan kekar Edo. Seketika pria bertubuh tinggi kekar itu refleks menoleh ke arah jemari lentik yang bertengger di lengannya.
"Tidak, jangan cemas. Aku mungkin terlalu cepat mengambil keputusan, dan menerima kamu sebagai sebutan seorang kekasih, tetapi kamu pria baik Do ... semoga aku tidak pernah mengecewakan kamu," jawab Tania, kini dirinya yang justru ragu-ragu. Setelah mengetahui Edo dan Milan memiliki ikatan saudara.
"Apakah kita langsung pulang, atau kamu ingin pergi ke tempat lain dulu?" tanya Edo, ia berusaha tersenyum meski terlihat dipaksakan.
"Pulang saja ya, besok aku libur. Tidak ada jadwal pemotretan, tetapi aku ingin menghabiskan waktu untuk latihan beladiri bersama Kak Raffa," ujar Tania menjelaskan, tentu saja sebenarnya ia tidak ingin bertemu Edo dulu beberapa waktu. Bukan tanpa alasan, ia hanya tidak ingin gegabah menyakiti Edo yang dinilainya baik.
Semenjak mengetahui Edo pria baik, dan tulus entah kenapa hati Tania berubah nyeri.
"Oke, ayo kita pulang," ujar Edo, kemudian ia menyalakan mesin mobilnya yang bersuara nyaring dan mulai melaju di jalanan yang masih terlihat basah akibat bekas guyuran hujan.
"Ayo," sahut Tania diiringi anggukan kepala pelan.
Tania mendesah, hatinya bertanya apakah kini ia memiliki firasat yang sama dengan Edo mengenai Milan?
Tania kini memikul beban yang amat berat. Selain kematian seluruh keluarga, ia anak semata wayang konglomerat pemilik usaha Properti, sehingga terpaksa menyeretnya bersama peninggalan yang dikuasai beberapa kolega bisnis ayahnya.
Tania tumbuh, dan dibesarkan bak seorang putri dinegeri dongeng yang bergelimang harta. Hingga musibah yang datang, membuat hidupnya hancur hingga putus asa.
Ayahnya memang pria penyayang, tetapi ia juga sosok pria yang keras. Ada untungnya juga ternyata, faktanya semua itu membuat Tania bangkit, bahkan mampu melanjutkan hidupnya.
***
Suara deru mobil membuat Raffa yang semula duduk menunggu di teras milik Tania bangkit. Ia segera membuka payung, karena rintik hujan yang masih turun di area perumahan.
Edo bergegas membuka pintu mobil terlebih dahulu sebelum jangkauan Raffa sampai mendekat. Ia segera mengambil payung dari jok mobil dan mengulurkan tangannya yang segera diraih oleh Tania.
Raffa hanya diam mematung. Entah merasa bersalah, atau merasa diuntungkan karena Tania telah berhasil masuk kedalam keluarga Mahardika, yang dirasa mengancam.
"Loh, Kak Raffa nunggu di sini. Ada apa Kak?" Tania mengerutkan keningnya melihat kehadiran Raffa.
"Mau ngomong penting, berdua saja. Tapi gak apalah kalau kalian ingin berdua, mungkin nanti saja, Tania. Aku pamit pulang," ujar Raffa.
"Oh ... tunggu, tunggu Kak Raffa!" panggil Edo, seketika langkah Raffa terhenti. Kemudian ia berbalik dan mendekati keduanya.
"Ada apa?" tanya Raffa. Ekspresinya berubah dingin dan seram. Pria lokal berkulit sawo matang ini, memang terkenal bengis di kalangan bisnis. Namun, tidak menyurutkan niat Edo untuk mendekati dirinya demi seorang pujaan hati bernama Tania.
"Aku akan langsung pulang, besok juga tidak bisa datang. Tolong jagain Tania, selama aku gak datang ya Kak," ucap Edo dengan raut wajah sedihnya.
"Tidak perlu khawatir, aku akan selalu menjaga Tania. Meski tanpa diminta sekali pun. Karena itu sudah mutlak kewajibanku," tukas Raffa, ia terlihat dingin. Bahkan tidak menampakkan senyum sedikit pun. Padahal sebelumnya tidak seperti ini sikapnya pada Edo.
Namun, Edo berusaha mengerti. Ia sadar karena siapapun yang mendekati Tania tidak akan pernah luput dari perhatian Raffa.
"Aku permisi pulang, dan terimakasih tadi sudah ngantar Tania datang di kediaman keluarga kami," ucap Edo berpamitan.
Raffa menjawab dengan anggukan kepala, sementara Tania mendekat dan meraih jemari Edo yang semula terlihat menggantung di udara. Tania mengelus punggung tangan Edo perlahan.
"Aku akan baik-baik saja, kita masih bisa bertukar kabar melalui pesan 'kan?" Tania berusaha menenangkan kegelisahan yang dirasakan oleh Edo.
"Hhmmm ... ya," jawab Edo, disertai anggukan kepala. Entah kenapa rasanya suaranya terasa berat. Bahkan untuk mengucapkan kalimat singkat saja sulit.
Edo berlalu dari pandangan Tania dan Raffa. Setelah Edo menghilang dari pandangan, Raffa menjatuhkan diri di kursi teras.
"Tania, karena sudah larut malam aku langsung saja. Apakah kalian berdua menjalin sebuah hubungan?" tanya Raffa, menyelidik.
"Ya, Kak ... aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Tebakan Kakak benar, Edo dan pria bernama Milan adalah kakak beradik," jawab Tania, memberikan alasannya.
Tania terlihat antusias saat berbicara, semangatnya menggebu. Tentu saja ia berpikir akan ada jawaban atas permasalahan yang menimpa dirinya.
"Tania, Edo adalah pribadi yang berbeda. Dia pria baik, aku tahu kamu begitu membenci Milan karena kehadirannya di malam kematian orang tua kamu, tetapi apakah adil jika kamu menyalahkan pria baik yang bahkan mungkin sama sekali tidak terlibat apapun," jelas Raffa.
Tania terdiam sejenak, ia berpikir keras. Ya, ucapan Raffa ada benarnya. Edo memang berbeda, dia sangat baik dan nyaris sempurna untuk ukuran pria idaman wanita.
"Tania." Pria yang beriris mata kelam itu memegangi pundak Tania.
"Dengarkan Kak Raffa baik-baik. Jika kamu ingin semuanya berhasil, jalankan semuanya sesuai arahan dari aku. Namun, untuk masalah perasaan kamu dengan Edo Kak Raffa tidak ingin ikut campur. Kecuali jika menyangkut Milan! Ikuti kata hati kamu Tania, jika Edo pria yang layak maka pertahankan."
"Apa?!" suara Tania menekan, ia bingung dengan perasaannya sendiri meski sudah melabuhkan hatinya pada Edo.
Tania tidak menyangka, jika Raffa yang terlihat kejam ternyata masih memiliki sisi baik. Namun, kenapa sikapnya justru membingungkan begini. Menginginkan balas dendam, tetapi kenapa menginginkan agar Tania terikat dengan Edo?
"Tidurlah, besok pagi temui aku di rumah! Kita latihan bersama, kamu berangkat sendiri. Akan tetapi jangan lupa tetap berhati-hati," ucap Raffa berpamitan.
"Tunggu Kak Raffa, kenapa dulu Kak Raffa tidak langsung menemui aku. Dan lagi ... seingatku, salah seorang kolega papa mengatakan jika mereka akan menyiapkan tempat tinggal untuk aku. Pertanyaannya adalah, kenapa Kak Raffa mendahului mereka menyediakan tempat untuk aku?" Pertanyaan Tania membuat Raffa tersentak.
Ponsel Raffa berdering, rupanya seseorang berusaha menghubungi dirinya berulang kali.
Mata Raffa melihat siapa penelepon itu, ia mengingatkan Tania sejenak sebelum akhirnya meninggalkan gadis cantik itu sendirian dengan rasa penasaran.
"Besok jangan terlambat, tidak perlu memikirkan hal yang tidak perlu!"
Tinggallah Tania dengan perasaan yang hancur, karena kecewanya. Remuk redam, tangisnya mulai terdengar, menandai ia khawatir salah langkah mempercayai Raffa. Menjatuhkan diri yang tak lagi seimbang dari pijakannya, duduk bersandar di kursi teras sambil memeluk lututnya. Isakan tangisnya berubah menggema, tak ada siapapun kecuali sepinya malam ditemani rintik hujan yang terlihat jatuh bergelombang karena air mata yang menutupi penglihatannya.
Bersambung ...
🌟 Terimakasih banyak sudah berkenan mampir membaca karyaku. Semoga kalian juga sudi memberi jempol dan meramaikan kolom komentar ya, biasanya sebelum menulis saya suka baca komentar-komentar lucu dari kalian. Semoga banyak inspirasi. Salam hangat Lintang untuk kalian.
Salam cintaku.
Lintang (Lia Taufik).