NovelToon NovelToon
Hidden Alliance

Hidden Alliance

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Lari Saat Hamil / Aliansi Pernikahan / Anak Kembar
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Di dunia yang penuh intrik dan kekuasaan, Liora, seorang wanita penerjemah dan juru informasi negara yang terkenal karena ketegasan dan sikap dinginnya, harus bekerja sama dengan Darren, seorang komandan utama perang negara yang dikenal dengan kepemimpinan yang brutal dan ketakutan yang ditimbulkannya di seluruh negeri. Keduanya adalah sosok yang tampaknya tak terkalahkan dalam bidang mereka, tetapi takdir membawa mereka ke dalam situasi yang menguji batas emosi dan tekad mereka. Saat suatu misi penting yang melibatkan mereka berdua berjalan tidak sesuai rencana, keduanya terjebak dalam sebuah tragedi yang mengguncang segala hal yang mereka percayai. Sebuah insiden yang mengubah segalanya, membawa mereka pada kenyataan pahit yang sulit diterima. Seiring waktu, mereka dipaksa untuk menghadapi kenyataan. Namun, apakah mereka mampu melepaskan kebencian dan luka lama, ataukah tragedi ini akan menjadi titik balik yang memisahkan mereka selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak Iron: Kode 011 yang Terlupakan

Liora masih sibuk memandangi layar komputer, matanya sesekali beralih ke petunjuk yang mereka temukan beberapa hari lalu. Kertas tipis yang sudah tampak usang itu tetap terlihat berharga di mata Liora, seolah menyimpan petunjuk yang sangat penting.

"Beberapa tulisan sudah tidak terlihat lagi. Kita harus bisa menebak isi angka ini untuk mencari tahu ini dokumen berisi perihal apa," jelas Liora dengan suara rendah namun tegas, setelah beberapa saat tenggelam dalam pikirannya. Matanya tidak lepas dari dokumen, seolah menuntutnya untuk memberikan jawaban. Ia kemudian menatap Darren, komandan besar, Lucian, dan Andes yang duduk di ruangan komputer itu. Semuanya saling bertukar pandang, kebingungan meresap di antara mereka.

"Angka?" tanya Darren, memastikan apa yang ia dengar dengan raut wajah penuh tanya. Ia kemudian menundukkan pandangannya ke dokumen yang sama, berusaha lebih teliti. Setelah beberapa detik, ia melihat dengan jelas, meskipun samar-samar, ada angka yang tertera di kertas tersebut.

"Diawali dengan tiga angka, 011," gumam Darren pelan, meskipun suaranya masih cukup jelas untuk didengar oleh semua orang yang ada di ruangan itu. Tatapannya tetap terpaku pada dokumen, sementara pikirannya berusaha mencari koneksi dengan angka tersebut.

"011?" ulang Lucian dengan nada bertanya, menunjukkan bahwa ia juga sedang mencoba menganalisis maksud di balik angka tersebut. Wajahnya tampak serius, menunjukkan upaya kerasnya untuk memahami.

"Kode ini terdengar cukup umum," sambung Andes, suaranya penuh dengan keraguan. Ia menatap mereka semua dengan ekspresi yang sulit dimengerti, seolah menyimpan sesuatu yang belum sepenuhnya terungkap.

"011 adalah kode negara New York!" tiba-tiba, sahutan tegas dari komandan besar memecah kebingungan di ruangan itu. Nada suaranya penuh keyakinan, dan pernyataan tersebut seketika menarik perhatian semua orang yang ada di sana. Dalam sekejap, seluruh pandangan mereka tertuju ke arah komandan besar.

"Coba kemarikan dokumen itu!" perintah komandan besar sambil mengulurkan tangannya untuk mengambil dokumen yang masih dipegang Darren. Ia menarik dokumen itu dengan cepat, lalu mulai mengamatinya dengan lebih cermat, pandangannya tajam dan penuh konsentrasi. Jelas sekali ia sedang mencoba menghubungkan petunjuk yang ada.

"Aku merasa tidak asing dengan dokumen ini," ujar Darren perlahan, suaranya terdengar seakan ia berbicara pada dirinya sendiri. Ada sesuatu di dalam pikirannya, sesuatu yang hampir ia ingat.

"Bukankah ini...?" gumamnya lagi, namun kalimatnya terhenti sejenak, seperti ia masih meragukan pikirannya sendiri.

"Identitas bagian negara!" seru Darren dan komandan besar bersamaan, suara mereka berpadu dalam satu kesimpulan yang membuat atmosfer di ruangan itu semakin tegang.

"Identitas bagian negara? Ah, aku baru ingat, itu memang kode negara New York," timpal Lucian sambil mengangguk kecil, seolah sepenuhnya setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh komandan besar. Nada suaranya menegaskan bahwa ia akhirnya memahami maksud dari angka tersebut.

"Bagaimana bisa kau tahu, Darren?" tanya komandan besar dengan pandangan tajam. Rasa ingin tahunya semakin besar setelah mendengar Darren mengatakan hal yang sama persis seperti apa yang ia pikirkan sebelumnya. Itu jelas bukan kebetulan, dan komandan besar ingin memastikan.

"Papa juga memilikinya. Aku pernah melihatnya," jawab Darren jujur tanpa ragu. Nada bicaranya terdengar seperti seseorang yang baru saja mengingat sesuatu yang telah lama terlupakan. Ia tampak yakin, seolah dokumen itu membangkitkan kenangan tertentu dari masa lalunya.

"Aku juga memilikinya, dan itu memang diberikan oleh negara. Papamu pasti memilikinya juga. Itu adalah identitas resmi yang diberikan kepada masing-masing individu oleh negara," jelas komandan besar dengan nada mantap, memberikan penegasan atas pernyataan Darren. Kata-katanya seolah menutup celah dari kebingungan yang tersisa.

"Berarti dokumen ini juga berasal dari negara?" tanya Andes dengan nada setengah bertanya, setengah menyimpulkan, setelah mendengar diskusi yang mulai mengarah pada sebuah kejelasan. Wajahnya menunjukkan ekspresi ingin tahu yang semakin dalam.

"Tapi tunggu," Lucian tiba-tiba menyela, suaranya terdengar tegas meskipun diliputi kebingungan. "Jika itu memang identitas resmi yang diberikan oleh negara, mengapa kami tidak mendapatkannya juga? Bukankah kami juga terlibat dalam pemerintahan negara? Seharusnya kami memiliki dokumen serupa, bukan?" Ia menambahkan pertanyaan yang membuat semua orang kembali merenung.

Liora, yang sedari tadi hanya mendengarkan, akhirnya angkat bicara. "Kita mendapatkannya, Lucian. Hanya saja dokumen yang kita miliki memang berbeda," sambung Liora dengan nada datar, seolah heran bagaimana Lucian bisa melupakan fakta yang sudah jelas. Ia memandang Lucian dengan tatapan yang sedikit mengkritik, namun tetap tenang.

"Benar, tapi mengapa dokumen itu berbeda dengan dokumen yang kita miliki?" Andes kembali angkat bicara, rasa penasarannya tampak semakin besar. Ia menatap Liora, berharap jawaban yang lebih jelas, sementara pikirannya terus berusaha menghubungkan semua informasi yang baru saja ia dengar.

"Jelas berbeda. Dokumen itu diberikan di tahun-tahun lama. Untuk tahun sekarang, format dokumen sudah berbeda," jelas komandan besar dengan nada yakin, paham sepenuhnya apa yang membuat mereka kebingungan. Penjelasannya terdengar logis, membuat suasana di ruangan itu sedikit lebih tenang.

"Kalau begitu, angka yang ada di dokumen ini pasti memiliki pola yang sama," kata Liora sambil menatap komandan besar dengan lebih serius. Pandangannya tajam, menunjukkan bahwa ia telah menyusun pemikiran matang. Komandan besar tampaknya langsung mengerti maksud dari ucapan Liora, tanpa perlu penjelasan lebih lanjut.

Tanpa membuang waktu, komandan besar melangkah mendekati layar komputer, pandangannya tetap fokus. Ia kemudian mulai mengetikkan beberapa angka pada keyboard dengan hati-hati, jemarinya bergerak cepat namun penuh kehati-hatian. Semua orang di ruangan itu menunggu dengan tegang, hingga akhirnya...

"Berhasil!" seru Lucian dengan penuh antusias saat angka yang diketikkan komandan besar membawa mereka ke sebuah tab baru di layar komputer. Nada suaranya penuh semangat, menggema di ruangan yang sebelumnya dipenuhi kecemasan.

Komandan besar mengerutkan kening, menatap layar komputer dengan intens. Matanya menyipit sedikit saat ia mencoba membaca apa yang muncul di tampilan layar. Keheningan sejenak menyelimuti ruangan itu.

"Iron?" gumam komandan besar, membaca nama yang tertera di layar dengan nada ragu. Kata itu terdengar asing, namun jelas terpampang di hadapan mereka. Semua orang di ruangan itu memusatkan perhatian pada layar, mencoba memahami siapa sosok di balik nama tersebut.

Tampilan di layar menunjukkan sebuah biodata identitas seseorang. Bahkan, ada pas foto pria tersebut yang masih terlihat jelas. Pria itu berwajah bulat, dengan alis tebal yang mencolok dan hidung lebar yang membuatnya tampak sangat khas.

"Siapa dia?" tanya Darren, suaranya penuh dengan kebingungan. Tatapannya tidak lepas dari layar, seolah berusaha keras mengingat apakah ia pernah bertemu pria itu sebelumnya. Namun, tidak ada sedikit pun ingatan yang muncul. Wajah pria itu terlihat sangat asing baginya.

Liora hanya terdiam, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Pandangannya terfokus pada layar, menangkap keterkejutan di raut wajah pria yang ada dalam foto. Meski begitu, ia memilih untuk tetap diam, menahan diri untuk tidak membuat spekulasi. Baginya, yang terpenting saat ini adalah memastikan siapa orang ini sebenarnya sebelum mengatakan sesuatu.

Komandan besar melirik Darren dengan ekspresi yang masih diliputi keterkejutan. Wajahnya serius, tetapi ada bayangan kebingungan yang jelas terlihat. "Apa papamu tidak pernah bercerita sesuatu tentang Iron?" tanyanya dengan nada penuh harap. Pandangannya tertuju pada Darren, seolah berharap ada jawaban yang dapat menjelaskan lebih jauh tentang sosok misterius itu.

"Iron?" ulang Darren dengan nada ragu, suaranya mengalun pelan. Ia memijit pelipisnya, berusaha keras untuk mengingat apakah ada cerita atau informasi yang pernah ia dengar tentang nama tersebut. Ia mengerutkan kening, mencoba mempertajam ingatannya, tetapi tidak ada yang muncul secara langsung di pikirannya.

"Kakekku pernah bercerita tentangnya," tiba-tiba Andes menyela, membuat semua perhatian beralih padanya. Suaranya terdengar tenang namun tegas, seolah ia mengungkapkan sesuatu yang sangat penting. "Bukankah dia juga pernah terlibat dalam komisi negara?" lanjutnya dengan nada penuh keyakinan.

Lucian yang mendengar itu langsung menoleh ke arah Andes, matanya menatap penuh keterkejutan. "Kakekmu?" tanyanya singkat, jelas tidak memahami arah pembicaraan tersebut.

Andes mengangguk dengan percaya diri. "Ya, kakekku juga mantan anggota komisi pemerintahan negara. Asal kau tahu itu!" ucapnya dengan nada bangga, bahkan menyelipkan sedikit rasa sombong dalam nada suaranya.

Lucian yang awalnya tampak kagum mulai merasa terganggu dengan sikap Andes. Tatapannya berubah dingin, dan dalam hati ia bergumam, Dasar sombong!

Sebelum suasana menjadi canggung, Darren tiba-tiba angkat bicara, memberikan tambahan yang mengejutkan. "Papaku juga pernah mengatakan hal yang sama. Dia bilang kalau Iron ini dipecat oleh negara karena melanggar peraturan," katanya, mencoba mengingat lebih jelas. "Tapi itu saja yang dia katakan. Tidak ada penjelasan lebih detail," tambahnya dengan nada datar, seolah-olah ia baru saja menghubungkan titik-titik yang sebelumnya terpisah.

"Mengapa dia melakukan ini?" tanya Liora dengan suara pelan namun penuh arti. Matanya tajam menatap layar komputer, seolah telah memahami sebagian besar arah pembicaraan. Ia mulai menyusun kesimpulan di dalam pikirannya, membayangkan siapa sebenarnya sosok Iron ini dan keterkaitannya dengan situasi yang mereka hadapi.

Yang pasti, satu hal sudah jelas di benak Liora—Iron ini terlibat dalam sesuatu yang besar, mungkin terkait dengan buronan musuh yang sedang mereka kejar.

1
revasya alzila
ditunggu kelanjutannya thor
revasya alzila
Keren sih menurutku
revasya alzila
keren ceritanya kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!