Azizah pura pura miskin demi dapat cinta sejati namun yang terjadi dia malah mendapatkan penghinaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Susan dan raka
Siang itu, Warseno duduk bersama Romi dan David di ruang pertemuan yang megah. Cahaya matahari yang menembus jendela besar memantulkan kilau elegan dari meja marmer, menciptakan suasana profesional yang kaku.
Susan, yang ikut hadir, diam-diam memperhatikan Romi. Pria itu memiliki wajah tampan dengan rahang tegas dan sorot mata tajam yang sulit diterka. Penampilannya sempurna—jas mahal yang terjahit rapi, sikap tenang yang memancarkan wibawa. Namun, seiring waktu berlalu, Susan menyadari sesuatu. Romi tak hanya cerdas dan kaya, tetapi juga dingin, terlalu dingin, seolah dinding es mengelilinginya. Senyumnya nyaris tak pernah muncul, kata-katanya singkat, ekspresinya tak terbaca. Rasa kagum yang sempat muncul di benaknya pun perlahan memudar, berubah menjadi ketidakpedulian.
Sementara itu, pembicaraan berlangsung lancar. Warseno dan Aditama mencapai beberapa kesepakatan kerja sama besar, yang mereka bahas dengan antusias. Sesekali, Warseno mencoba menggiring pembicaraan ke arah lain, memberi celah agar Romi dan Susan lebih banyak berinteraksi. Namun, Romi tetap tak bergeming. Ia hanya merespons seadanya, nyaris tanpa ketertarikan. Seolah, bagi Romi, Susan tidak lebih dari sosok yang kebetulan ada di ruangan itu—tak berarti, tak penting.
"pah sudah ku bilang kalau Romi itu sama sekali tidak tertarik padaku" ucap Susan
"baru pertama bertemu, kamu jangan gampang menyimpulkan"
"malas pak aku, aku ini biasanya jadi rebutan cowok bukan mengmis kasih sayang cowok pa"
"kalau prianya kaya Romi kamu harus punya ambisi mendapatkannnya" jawab Warseno
"ya terserah papah lah"
Mereka terdiam sementara, saling berfikir tentang rencana masing masing.
"pak aku mau ketemu Raka malam ini" pinta Susan
"betemulah papah ga larang"
"ok pak terima kasih"
"tapi ingat jangan sampai hamil, kamu beli pil kontrasepsi dulu, dan bilang sama Raka pakai pengaman, ingat targetmu Romi bukan Raka" ingat Warseno
Susan tak menjawab, hanya heran saja ko ada di dunia ini orang tua yang membiarkan anaknya berbuat mesum.
..
Susan menekan nomor Sari dengan cepat, senyum tipis terukir di wajahnya. Begitu panggilan tersambung, ia langsung mengajak Sari bertemu di mal.
Tak butuh waktu lama, mereka sudah melangkah masuk ke dalam butik mewah. Sari, dengan mata berbinar, menyapu pandangan ke deretan pakaian mahal, tas bermerek, dan rak-rak penuh produk perawatan kulit. Hari ini keberuntungan berpihak padanya—ia menang banyak dan bebas membeli apa pun yang diinginkan. Tanpa ragu, ia memilih gaun elegan, tas kulit terbaru, serta berbagai produk kecantikan. Setiap kali kasir menyerahkan kantong belanjaan, senyum Sari semakin melebar.
Di sisi lain, Susan ikut tersenyum, tetapi bukan karena belanja. Ia puas melihat Sari bahagia, karena Sari adalah kunci untuk mendekati seseorang yang benar-benar membuat hatinya bergetar—Raka.
Sari pulang diantar Susan, senang sekali dia hari ini, di rumah sudah ada Raka, Lina San sumarni
senyum Sumarni merkah saat sari membawa banyak belanjaan.
"sari banyak banget belajaan lu" ucap Sumarni
"iya dong Bu, ini baru calon mantu yang baik Bu" ucap sari bangga
sedangkan Susan merasa tersanjung dengan pujian sari langkah untuk mendapatkan Raka Akan segera terwujud.
RAka datang dengan pakaian kerjanya. Pakaiannya sederhana, tidak mahal, tapi entah kenapa, Susan sangat menyukainya. Ada sesuatu dalam diri Raka yang membuat hatinya berdebar.
"Raka, ini Susan, yang aku ceritakan kemarin," ujar Sari dengan senyum penuh arti.
Raka mengulurkan tangan, dan Susan menyambutnya. Saat tangannya bersentuhan dengan tangan Raka, ada getaran halus yang menjalar dalam dadanya. Raka adalah pria yang selama ini ia cari.
Namun, bagi Raka, pertemuan ini tidak berarti apa-apa. Pikirannya masih berkecamuk, masih dipenuhi kemarahan terhadap Azizah. Ia merasa dikhianati, merasa Azizah yang bersalah karena pergi tanpa penjelasan. Dan kini, perempuan yang selama ini ia hindari akhirnya hadir di hadapannya.
"Istirahatlah dulu sama Susan. Bikin dia hamil, baru nanti kamu bilang kalau sebenarnya kamu sudah menikah."
Kata-kata ibunya terus terngiang di kepala Raka. "tiduri susan, hamili susan, baru nanti jujur kalau kamu sudah menikah"
kata-kata itu seperti perintah mutlak bagi raka, dan raka tak bisa menolak bagi raka itu adalah perintah mutlak yang harus di ikuti walaupun akal sehatnya menentangnya.
Azizah… Kalau malam ini aku benar-benar tidur dengan Susan, ini semua salah kamu, pikirnya pahit.
“Mas Raka masih capek, ya?” suara Susan memecah lamunannya.
“Enggak, cuma lagi kepikiran pekerjaan aja,” jawab Raka singkat.
"Pelan-pelan saja, nanti aku bantu bikin usahamu maju, Mas," ujar Susan lembut, mencoba menawarkan sesuatu yang bisa mengikatnya.
"Tuh, dengar kan, Raka? Bener kan kata Ibu? Susan ini perempuan yang layak untuk kamu," Sari kembali meyakinkannya.
susan malam itu mengobrol sama raka akrab sekali, apalagi bicara tentang bisnis susan sangat cerdas dalam bidang itu
saat susan akan pulang mendadak hujan turun dengan derasnya membuat susan tidak jadi pamit pulang dan kembali ngobrol sama susan
Hujan mulai mereda, dan angin malam berhembus lembut melalui celah jendela. Susan melirik jam di pergelangan tangannya, menunjukkan hampir tengah malam.
“Aku pulang aja, deh. Kayaknya hujan juga udah nggak terlalu deras,” ucapnya, mencoba terdengar biasa saja.
Namun, sebelum ia sempat melangkah, Sari langsung menarik tangannya. “Ngapain pulang? Udah tengah malam, bahaya!”
Susan tersenyum tipis. “Aku bisa pesan taksi online, Sar.”
Sumarni yang duduk di seberang mereka langsung menyahut, “Kamu pikir gampang cari taksi jam segini? Lagian buat apa pulang? Menginap aja di sini. Rumah ini juga rumah kamu.”
Susan menatap keduanya dengan ragu. Bukan karena ia benar-benar ingin pulang, tapi ia ingin melihat reaksi Raka. Namun, pria itu tetap diam, hanya menatap kosong ke arah meja tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya.
“Tapi, Tante—”
“Nggak ada tapi-tapian. Kamu itu calon menantu Ibu. Harus mulai terbiasa dengan rumah ini,” potong Sumarni tegas.
Sari ikut menimpali, “Iya, Susan. Nginep di sini aja. Lagian kan kamu dan Raka memang harus lebih sering bersama. Biar makin dekat.”
Susan berpura-pura berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah… kalau Tante dan Sari maksa.”
Sari tertawa kecil. “Nah, gitu dong.”
Sementara itu, Raka masih diam. Dalam hatinya, ia tahu ada sesuatu yang salah dalam situasi ini. Tapi, seperti biasa, ia tidak punya kekuatan untuk menolak keinginan ibunya.
“Raka, antar Susan ke kamar,” perintah Sumarni.
Raka mengantarkan susani ke kamar tamu, kemudian berbalik badan meninggalkan susan sendirian, ada sedikit kecewa susan
"Dia memang berbeda dia harusnya masuk bersama ku kemar menemaniku tidur" pikir susan
Raka duduk diteras rumah semenjak azizah pergi Raka kembali jadi perokok berat.
Tiba-tiba, Sari datang dengan membawa segelas minuman. "ka, minum dulu. Biar lebih rileks."
Raka menatap gelas itu sejenak. Ia tidak berpikir panjang dan langsung meneguknya. Hangat. Ada sedikit rasa manis yang aneh di tenggorokannya, tapi ia mengabaikannya.
"Udah malam, ka. Tidur aja," ujar Sari sambil tersenyum.
Entah kenapa, tubuh Raka mulai terasa aneh. Kepalanya sedikit pening, dan pikirannya semakin berat. Ia tidak mengerti apa yang terjadi, tapi ada sesuatu yang mendorongnya untuk berdiri dan melangkah masuk ke dalam rumah.
Sari hanya tersenyum puas melihat reaksinya.
"Sudah?" tanya Sumarni dengan nada puas.
Sari mengangguk. "Tinggal tunggu saja."
Raka kepalanya berdenyut, sari memapahnya bukan ke kamar raka melaikan ke kamar tamu yang ada susanya disana
Di dalam kamar, Susan terlonjak saat pintu terbuka dan Raka masuk dengan langkah berat. Matanya terlihat redup, ekspresinya kosong, tapi ada sesuatu yang berbeda dalam caranya menatap Susan.
"Mas Raka?" panggil Susan pelan.
Dan malam itu terjadi sesuatu yang seharusnya tidak pernah terjadi. Seorang pria beristri, yang istrinya sedang hamil, tidur satu kamar dan satu ranjang dengan wanita lain. Semua ini disutradarai oleh Sumarni, ibunya, dengan bantuan Sari, kakaknya. Pemeran utamanya adalah Raka dan Susan. Demi apa? Demi kekayaan dan kekuasaan.
..
Sore itu, di kediaman Jayadi Pratama, matahari mulai meredup, mewarnai langit dengan semburat jingga. Angin sepoi-sepoi berhembus, membawa ketenangan yang aneh bagi Azizah. Entah kenapa, hari ini ia merasa ingin menghirup udara luar. Mungkin ini efek ngidamnya, atau mungkin hanya insting seorang ibu yang sedang menanti kelahiran anaknya.
Di sampingnya, Susi—perawat pribadi yang selalu mendampinginya—tiba-tiba terlihat gelisah.
"Bu, maaf, saya kebelet pipis."
Azizah tersenyum tipis. "Ya sudah, kamu duluan. Aku masih ingin di sini sebentar."
Susi ragu. "Tapi sebaiknya Nyonya juga masuk…"
"Tenang saja, aku nggak akan lama. Kamu duluan saja."
Susi akhirnya mengangguk, lalu buru-buru berlari masuk ke dalam rumah. Kini, hanya Azizah yang berdiri di depan pagar mewah kediaman Pratama. Ia menarik napas dalam, menikmati udara sore yang segar. Matanya mengikuti lalu lalang kendaraan di jalanan.
Tangannya perlahan mengelus perut yang semakin besar.
"Nak, menurut dokter, sepuluh hari lagi kamu lahir. Ibu sudah nggak sabar menanti kehadiranmu…"
Namun, belum selesai ia berbicara, tiba-tiba rasa nyeri menusuk pinggangnya. Napasnya tersengal, tangannya mencengkeram erat pagar.
"Astaga… Nak, kenapa? Kamu mau lahir sekarang?"
Azizah merintih, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia mencoba berdiri tegak, namun rasa sakit semakin menjadi. Ia ingin berteriak memanggil Susi, tapi sebelum suaranya keluar, sebuah mobil Alphard hitam berhenti mendadak di depannya.
Pintu mobil terbuka dengan cepat. Seorang pria berjas hitam keluar, melangkah dengan sigap ke arahnya. Sebelum Azizah sempat bereaksi, tubuhnya sudah terangkat ke dalam gendongan pria itu.
"H-Hei! Apa—"
Tidak ada jawaban. Pria itu membopongnya masuk ke dalam mobil. Azizah terkejut saat melihat bagian dalam Alphard yang sudah dimodifikasi—kursi-kursi belakang dilepas, digantikan dengan kasur empuk seolah memang dipersiapkan untuknya.
Pintu tertutup. Mobil melaju kencang.
Azizah ingin berontak, tapi rasa sakit yang terus mendera membuatnya tak mampu bergerak banyak.
"Siapa… kamu?" lirihnya.
gk sma suamix tinggal ,dodol bangat Rommy...kejar cinta msa lalu mu