Rahasia Tersembunyi Sang Figuran

Persiapan untuk projek ' Dream Fashion' dimulai saat itu juga setelah semua orang sepakat. Survey lokasi dengan melihat keadaan kota dan beberapa tempat yang menjadi daya tarik bagi orang-orang untuk berkumpul, membahas apa saja yang akan mereka lakukan setelahnya serta persiapan yang akan di perlukan.

Calia membagi tugas ke semua teman-temannya, sementara Luis mulai sibuk merancang busana yang akan mereka kenakan di awal pertunjukan yang akan mereka adakan sebagai langkah awal. Dan kembali berkumpul untuk menyatukan pendapat mereka.

"Mencari lokasi pemasaran pertama, itu adalah langkah awal terpenting untuk mengenalkan diri kita ke semua orang," ucap Ronan.

"Memiliki brand yang akan kita tampilkan,"

"Dan satu hal yang lebih penting dari yang sudah kusebutkan adalah,,, mencari investor,"

"Bagian mencari investor akan terasa berat karena kita adalah orang baru..."

Bagaimana cara Ronan menjelaskan langkah-langkah apa saja yang harus mereka lakukan, mau tak mau membuat Calia kembali tercengang. Cara bicara, gestur tubuhnya serta bagaimana cara pria itu menanggapi setiap kali penjelasannya terhenti karena ada yang bertanya mencerminkan sosok pemimpin.

"Pst,,, Alia, kau yakin dia hanya seorang kurir? Dia lebih pantas disebut sebagai bos. Dia bahkan terlihat lebih berwibawa dari si mesum ketika memimpin rapat," Sean berbisik.

Calia terdiam, tetapi benaknya juga memikirkan apa yang Sean ucapkan. Cara suaminya berbicara memimpin diskusi memiliki aura berbeda.

'Takk...!'

"Aduh...!"

Suara erangan Sean segera terdengar tepat setelah Ronan melempar spidol di tangannya dan mendarat tepat di dahi Sean.

"Apa-apaan?" dengus Sean kesal.

"Menjauh dari istriku! Kau duduk terlalu dekat!" tegas Ronan.

"Aku hanya duduk di sampingnya dan tidak melakukan apapun!" sanggah Sean membela diri.

"Kau membisikkan sesuatu, apa yang kau katakan pada Istriku?" sahut Ronan.

Senyum yang semula terukir di bibir Ronan lenyap, digantikan dengan sorot tajam yang menghunus pada Sean.

"Arogan!" ketus Sean.

"Kembali ke topik diskusi!" Ronan berkata lagi, meminta spidol yang ia lemparkan dan kembali menuliskan poin penting di papan tulis.

"Ada yang memiliki ide untuk lokasi pemasaran pertama? Lokasi yang sudah kalian survey cukup bagus, tapi kita perlu satu tempat pasti yang dapat menarik minat semua kalangan,"

Semua orang terdiam, memikirkan ide yang dapat mereka keluarkan. Melontarkan ide yang terlintas, tetapi berakhir diam saat Ronan justru memberikan pertanyaan yang tidak bisa mereka jawab.

"Pasar tradisional," cetus Calia.

Dalam gerakan serempak, semua pandangan kini tertuju pada Calia, menunggu apa yang akan wanita itu ucapkan selanjutnya.

"Satu-satunya tempat yang dipenuhi oleh kalangan menengah ke bawah. Kurasa tempat ini akan menjadi tempat terbaik untuk pemasaran pertama sekaligus sebagai batu loncatan," tutur Calia.

"Kenapa pasar tradisional?" Julie bertanya.

"Dunia fasion bukan hanya untuk mereka yang berada di kelas atas saja, tapi juga bisa untuk mereka di kelas menengah ke bawah," Calia menjawab.

"Untuk tampil modis yang sesuai dengan gaya trend fashion terbaru tidak harus dilakukan oleh mereka yang disebut 'orang kaya' , tapi kelas menengah juga bisa melakukannya tak peduli bagaimana fisik mereka,"

"Aku bisa meraba kemana arah yang kamu bicarakan ini," Luis menyela.

"Kamu ingin menunjukkan pada mereka bahwa semua orang bisa tampil modis tanpa mengubah fisik mereka,"

"Tepat," sambut Calia sembari menjentikkan jari.

"Itu ide bagus, ada pendapat lain?" Ronan menengahi.

"Aku setuju dengan ide ini," Elma menyuarakan pendapat.

"Ini bukan ide buruk," ucap Adele.

"Tambahan suara dariku," Julie mengangkat tangan.

"Kalau begitu, semua sepakat. Kita akan gunakan pasar tradisional untuk pemasaran pertama. Siapkan saja diri kalian untuk tampil di depan semua pengunjung pasar," ucap Ronan.

"Kalian juga perlu ingat, pasar dan catwalk sangat jauh berbeda," imbuhnya.

"Itu artinya, kalian harus siap untuk menerima pelatihan dariku," ujar Adele menumbuhkan seringai di bibirnya.

"Baik,,, Mami,,," sahut Elma dan Julie serempak.

Suasana hangat yang terjadi di depan Calia membuat wanita itu tersenyum. Betapapun mereka memiliki perbedaan, tetapi mereka bisa menjalin hubungan dekat tanpa hambatan. Kesamaan minat mereka, tujuan, dan pengalaman seakan menjadi jembatan yang membuat mereka bisa melangkah bersama.

"Kalau begitu, aku akan siapkan rancangannya, kurasa aku masih memiliki beberapa bahan yang bisa digunakan," ucap Luis.

"Apa temanya?"

"Alter Ego," jawab Calia.

"Dengan penguat makna 'sisi lain dari diriku'. Aku dan Sean yang memiliki tinggi badan yang sangat kontras, Julie dan Elma yang memiliki warna kulit berbeda, dan Adele yang memiliki tubuh yang sering menjadi keluhan orang-orang untuk tampil modis dengan alasan malu atau tidak cocok,"

"Dengan tema alter ego ini, kita bisa menyampaikan kepada mereka bahwa, inilah aku yang sesungguhnya. Tak peduli apakah dia pendek atau tinggi, berkulit putih atau gelap, gemuk atau kurus, mereka tetap bisa tampil modis untuk diri mereka sendiri,"

Untuk kesekian kalinya, Ronan menyembunyikan senyum puas di bibirnya. Memberikan tatapan bangga pada istrinya yang memiliki pola pikir berbeda dari model biasanya.

"Aku mengerti, sekarang biarkan aku kembali ke gua-ku," sambut Luis berdiri dan segera masuk ke dalam ruangan yang sudah ia klaim sebagai miliknya.

"Aku akan keluar untuk melihat keadaan sekitar," ujar Sean seraya berdiri.

"Aku juga akan keluar," Adele menimpali.

Julie serta Elma pun melakukan hal yang sama seakan mereka telah sepakat untuk meninggalkan Ronan dan Calia berdua.

...>>><<<...

Di dalam ruangan, Max duduk di kursi kebesarannya dengan ponsel di tangan. Senyum di bibirnya merekah saat ia membaca pesan yang baru saja ia terima dari seseorang, menyiratkan sebuah rencana yang akan ia susun untuk seseorang.

" Projek Dream Fashion,"

"Terlalu cepat bagimu untuk melawanku, Calia. Mari kita bersenang-senang,"

. . . .

. . .

To be continued...