NovelToon NovelToon
Like Or Die

Like Or Die

Status: tamat
Genre:Horor / Zombie / Tamat
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: zeeda

Virus itu menyebar seperti isu murahan: cepat, tak jelas sumbernya, dan mendadak membuat semua orang kehilangan arah.
Hanya saja, kali ini, yang tersebar bukan skandal... melainkan kematian.

Zean, 18 tahun, tidak pernah ingin jadi pahlawan. Ia lebih ahli menghindari tanggung jawab daripada menghadapi bahaya. Tapi saat virus menyebar tanpa asal usul yang jelas mengubah manusia menjadi zombie dan mengunci seluruh kota,Zean tak punya pilihan. Ia harus bertahan. Bukan demi dunia. Hanya demi adiknya,Dan ia bersumpah, meski dunia runtuh, adiknya tidak akan jadi angka statistik di presentasi BNPB.

ini bukanlah hal dapat di selesaikan hanya dengan video cara bertahan hidup estetik,vaksin atau status WA.
___

Like or die adalah kisah bertahan hidup penuh ironi, horor, dan humor kelam, tentang dunia yang tenggelam dalam kegilaan.

(update max 2 kali sehari,jika baru 1 kali berarti lagi scroll fesnuk cari inspirasi, beneran,jika pengen lebih beliin dulu kopi 😌)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zeeda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

sesuatu yang seharusnya tidak terjadi

mendengar ada yang jatuh pingsan dan kejang kejang,seluruh siswa di kelas Zean tidak ada yang langsung panik,tidak ada teriakan.Yang ada hanya keheningan aneh, penasaran plus bertanya tanya, Hening seperti sebelum hujan turun,tekanannya terasa, tapi belum ada yang jatuh.

Zean tetap duduk di bangkunya, menatap siswa yang baru datang itu,napasnya masih tersengal, kaus kakinya basah sampai betis. Anak-anak lain juga menatap, tapi tidak ada yang bertanya lebih lanjut. Mungkin karena takut jawabannya terlalu nyata. Atau karena sudah terlalu lelah dengan kejutan hidup,termasuk yang datang di tengah pelajaran PPKn.

Beberapa detik berlalu, cukup lama untuk menyadari bahwa hari itu tidak berjalan sesuai skenario.

“Dia beneran kejang?” tanya seseorang dari belakang kelas, suaranya ragu.

“Di lantai. Busa keluar dari mulutnya,” jawab si siswa sambil mengusap keringat. “Tapi... matanya kebuka terus.”

Zean mengernyit. Suara detak jam dinding terdengar terlalu jelas. Guru belum juga muncul. Bel tetap tidak bunyi.

“Ambulans dipanggil?” tanya Johan, kali ini nadanya agak serius.

“UKS minta semua tetap di kelas,” sahut anak itu. “Katanya... ada yang ngurus.”

Zean berdiri, menoleh ke jendela. Di halaman sekolah, langit mendung tampak semakin berat, seperti lembar plastik raksasa siap robek. Hujan belum turun, tapi udara sudah menahan napas.

“Gue ke toilet,” katanya akhirnya.

Tak ada yang menahan. Tak ada yang tanya. Semua orang seperti sibuk dengan diamnya sendiri.

Zean keluar kelas, melangkah pelan di lorong. Sepatunya menimbulkan suara nyaris tidak terdengar di lantai keramik. Ia melewati ruang guru, gelap. Melewati ruang UKS, tertutup rapat, tapi ada bayangan kaki di balik pintu. Sesuatu bergerak cepat di dalam. Ia tidak berhenti.

Toilet di ujung lorong. Lampunya berkedip-kedip, seperti sedang mengalami krisis eksistensial.

Saat membuka pintu toilet, Zean mencium bau aneh. Bukan bau pesing biasa. Bukan juga pembersih lantai murahan yang biasanya mereka pakai. Ini lebih... tajam. Asam. Seperti bau besi berkarat yang lama tenggelam di air.

Salah satu bilik tertutup.

Ada suara napas. Pelan, berat.

Zean mendekat, tapi tidak mengetuk. Sesuatu dalam dirinya menyuruhnya mundur, tapi ia tetap diam di tempat.

Lalu... suara itu berhenti.

Seketika.

Dan digantikan oleh sesuatu yang lain.

Goresan.

Seperti kuku menyeret dinding.

Zean mundur perlahan. Jantungnya berdetak lebih cepat, tapi wajahnya tetap tenang. Ia bukan tipe yang mudah panik,setidaknya bukan di depan toilet bau dan bilik mencurigakan yang, ironisnya, tetap lebih terawat dari kebijakan pendidikan negara.

Tanpa berkata apa-apa, ia keluar. Menutup pintu perlahan.

Dan berjalan kembali ke kelas.

Sementara itu, di kelas Lira, suasana tidak jauh berbeda.

Ibu Endah belum juga muncul. Beberapa siswa mulai resah, ada yang keluar masuk kelas untuk mengintip lorong, ada yang membuka HP diam-diam hanya untuk menemukan pesan grup orang tua murid yang isinya sama-sama bingung, panik, dan tentunya... saling menyalahkan pihak sekolah.

“Grup mamaku rame banget,” gumam Dini. “Ada yang bilang anak SMA negeri lain juga pada dipulangkan.”

Lira tidak menjawab. Ia sedang memperhatikan seekor burung yang bertengger di atas jendela luar. Burung kecil, mungkin pipit. Diam, lehernya seperti patah ke satu sisi. Matanya terbuka, tapi tak bergerak. Beberapa detik kemudian, burung itu jatuh ke bawah,sepi, tanpa suara.

Dini ikut menoleh.

“Burung?”

Lira mengangguk pelan.

Suasana di kelas seperti retakan halus yang makin lama makin melebar, tapi belum cukup besar untuk membuat orang lari. Belum ada alasan yang pasti, tapi naluri mereka mulai bersuara.

Pintu kelas terbuka tiba-tiba.

Pak Yono muncul kembali, wajahnya lebih kusut dari tadi.

“Anak-anak,” katanya cepat. “Bereskan barang. Kalian dipulangkan. Jangan berisik, jangan panik, langsung ke rumah masing-masing. Jangan mampir mana-mana.”

Beberapa siswa langsung bergerak. Ada yang terlihat lega, ada yang malah tambah cemas. Beberapa diam, seperti menunggu aba-aba dari langit.

“Kenapa, Pak?” tanya salah satu siswa.

Pak Yono tidak menjawab.

Matanya terlalu sibuk menatap ke ujung lorong, seolah sedang menghitung waktu sebelum sesuatu tiba. Atau mungkin sedang menyesal karena tidak mengambil cuti hari itu.

Lira berdiri, meraih tas. Ia tidak bilang apa-apa pada Dini. Tapi matanya sudah berbicara:

Ada sesuatu yang tak seharusnya terjadi di hari biasa.

Dan sesuatu itu... sudah dekat.

Lorong sekolah dipenuhi suara langkah kaki terburu-buru. Sebagian siswa bergegas seperti mengejar sesuatu, sebagian lagi malah terlalu tenang,seolah baru sadar dunia bisa berubah kapan saja, bahkan saat sedang mengantuk di jam pelajaran kedua.

Zean berdiri di depan rak sepatu. Sepatunya sudah ia pakai, tali belum terikat.

Ia sedang berpikir,tentang bilik toilet, tentang bau besi, tentang suara garukan,saat sebuah suara menghentikannya.

“Zean!”

Lira muncul dari balik kerumunan. Napasnya cepat, tapi matanya tenang. Seperti biasa, adiknya lebih sigap dalam kekacauan.

“Kau enggak pulang duluan?” tanyanya.

Zean menatapnya sebentar, lalu menunduk, mengikat tali sepatunya. “Enggak. Gue kira lo udah di rumah.”

“Mana mungkin,” sahut Lira. “HP ku kuotanya habis. Tadi di kelas... ada burung mati jatuh dari jendela.”

Zean mengangkat alis. “Burung?”

“Lehernya miring. Matanya kebuka.” Lira menyandarkan diri ke tembok. “Sesuatu aneh lagi terjadi, kan?”

Zean tidak menjawab. Ia hanya berdiri, menyampirkan tas di satu pundak. Lira tahu itu artinya ‘ya’.

“Pulang bareng,” kata Lira, dan Zean mengangguk pelan.

Mereka melangkah keluar gerbang sekolah bersama-sama. Di luar, langit seperti perut raksasa yang menahan hujan terlalu lama. Dan udara... mulai terasa asing.

Udara siang yang biasanya lembap dan ramai oleh suara klakson dan penjual siomay kini terasa seperti ruang tunggu. Sunyi tapi penuh ketegangan. Jalanan depan sekolah lebih lengang dari biasanya. Beberapa mobil orang tua terlihat ngebut pergi, menjemput anak tanpa sempat parkir rapi. Ojek daring mondar-mandir, tapi dengan raut wajah pengemudi yang tidak biasa,mata mereka terus-terusan melirik ponsel, seolah ada sesuatu yang lebih penting dari tarif atau bintang lima.

Di ujung jalan, seorang ibu tampak menarik anaknya masuk ke mobil dengan tergesa. Tas si anak bahkan belum sempat dikancing. Di seberang, seorang pedagang gorengan sedang membereskan gerobaknya sambil melirik ke arah sekolah, wajahnya cemas.

Zean dan Lira menyusuri trotoar perlahan. Mereka tidak bicara, hanya sesekali saling menoleh. Dunia belum runtuh, tapi seperti sedang menarik napas panjang sebelum teriak.

Seekor kucing melintas di depan mereka berlari kencang, bulunya berdiri, ekornya mengembang.

Dan di kejauhan, terdengar suara tidak jelas.

Seperti sirene, tapi tercekik.

Atau mungkin... jeritan, tertutup hujan yang belum jatuh.

1
Byyoonza
awokawok, suka sama timpalan humornya
Vahreziee
ayu beban
Re_zhera
kurang G bang 😆
Foolixstar
bagus banget,seru,lucu
Re_zhera
bagus,semoga kedepannya makin cakep,ku tunggu update nya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!