Di balik tirai kemewahan dan kekuasaan, Aruna menyembunyikan luka yang tak terobati, sebuah penderitaan yang membungkam jiwa. Pernikahannya dengan Revan, CEO muda dan kaya, menjadi penjara bagi hatinya, tempat di mana cinta dan harapan perlahan mati. Revan, yang masih terikat pada cinta lama, membiarkannya tenggelam dalam kesepian dan penderitaan, tanpa pernah menyadari bahwa istrinya sedang jatuh ke jurang keputusasaan. Apakah Aruna akan menemukan jalan keluar dari neraka yang ia jalani, ataukah ia akan terus terperangkap dalam cinta yang beracun?
Cerita ini 100% Murni fiksi. Jika ada yang tak suka dengan gaya bahasa, sifat tokoh dan alur ceritanya, silahkan di skip.
🌸Terimakasih:)🌸
IG: Jannah Sakinah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Mereka mulai membangun kehidupan bersama yang lebih baik, dengan fondasi yang lebih kuat. Aruna tidak lagi merasa seolah-olah ia terjebak dalam kehidupan yang bukan miliknya. Sebaliknya, ia mulai menemukan tempatnya di dunia ini, bersama Revan.
Suatu sore, setelah makan malam bersama, Revan duduk di teras rumah, memandang bintang yang mulai bermunculan di langit.
Aruna duduk di sampingnya, membiarkan keheningan malam mengisi ruang di antara mereka.
Rasanya, ini adalah salah satu malam yang sempurna, tidak ada kata-kata yang perlu diucapkan, hanya kedekatan yang terasa begitu hangat.
“Revan, aku merasa lebih baik sekarang,” kata Aruna, memecah keheningan. “Aku merasa lebih siap untuk masa depan, dan aku ingin menjalaninya bersamamu.”
Revan menoleh, wajahnya dipenuhi dengan senyum yang lembut. “Aku juga, Aruna. Aku merasa kita mulai berjalan di jalur yang benar. Aku tahu perjalanan ini tidak mudah, tapi aku ingin melakukannya bersamamu.”
Malam itu, mereka tidak hanya berbicara tentang masa depan, tetapi juga merencanakan kehidupan yang ingin mereka bangun bersama.
Mungkin tidak ada jaminan bahwa semuanya akan berjalan mulus, tetapi satu hal yang pasti, mereka berdua berkomitmen untuk saling mendukung, untuk tetap bersama melalui segala tantangan yang akan datang.
Hari-hari berlalu dengan lebih tenang, dan meskipun tidak ada jaminan bahwa hidup mereka akan selalu penuh kebahagiaan, Aruna tahu bahwa ia tidak lagi berjalan sendirian. Ia telah belajar untuk menerima cinta, untuk memberi kesempatan pada dirinya sendiri untuk bahagia.
Dengan Revan di sisinya, Aruna merasa siap menghadapi apapun yang akan datang. Ini adalah langkah baru dalam hidupnya, langkah menuju kebahagiaan yang ia harapkan, meskipun ia tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai.
Pagi itu, Aruna duduk di meja makan, menikmati secangkir teh hangat. Suasana rumah terasa lebih hidup sekarang, lebih ringan, lebih cerah. Beberapa bulan terakhir, kehidupan mereka berdua telah berubah dengan cara yang tak terduga.
Aruna mulai merasa bahwa setiap langkah kecil yang ia ambil bersama Revan membawa mereka semakin dekat satu sama lain. Meski banyak hal yang harus dihadapi, ia merasa lebih siap untuk menghadapi semuanya.
Revan yang biasanya pergi pagi-pagi untuk mengurus urusan bisnis, kali ini duduk di sampingnya. Ia baru saja selesai membaca beberapa dokumen penting dan sepertinya sedang menikmati momen singkat untuk bersama Aruna.
Meskipun pernikahan mereka dimulai dengan banyak keraguan, Aruna merasa kini hubungan mereka semakin kuat, semakin nyata.
“Pagi ini terasa berbeda, ya?” Revan bertanya, matanya menatap Aruna dengan penuh perhatian. “Aku merasa ada kedamaian di sini.”
Aruna tersenyum, meletakkan cangkir tehnya dan memandang Revan.
“Mungkin karena kita akhirnya mulai berjalan ke arah yang benar. Tidak lagi ada keraguan, tidak lagi ada masa lalu yang mengganggu.”
Revan mengangguk, senyum di wajahnya semakin lebar. “Aku merasa begitu juga. Aku bersyukur kita bisa sampai sejauh ini.”
Di luar jendela, matahari mulai terbit, menyinari halaman rumah mereka dengan cahaya lembut.
Angin yang berhembus membawa aroma bunga-bunga yang baru saja mekar di kebun belakang rumah. Aruna menatap keluar, merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Mungkin ini adalah masa depan yang ia impikan—bukan masa depan yang ia rencanakan, tetapi sesuatu yang lebih indah dan penuh harapan.
Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk pergi ke taman kota bersama. Revan selalu tahu bagaimana membuat hari-hari mereka menyenangkan dengan kegiatan sederhana yang penuh makna.
Mereka berjalan di sepanjang jalan setapak yang dipenuhi dengan pohon-pohon rindang dan bunga-bunga yang berwarna-warni.
Terkadang, Revan menggenggam tangan Aruna dengan lembut, tidak perlu kata-kata, karena hanya sentuhan itu yang sudah cukup untuk menyampaikan perasaan mereka.
“Ada yang ingin kamu bicarakan?” tanya Revan, sesekali menoleh ke arah Aruna.
Aruna memikirkan pertanyaannya, meresapi ketenangan yang mereka rasakan saat ini. “Aku merasa hidup ini sudah mulai terasa lebih baik, Revan,” katanya akhirnya. “Aku tahu perjalanan kita tidak mudah, dan aku tahu masih ada banyak hal yang harus kita hadapi, tapi aku ingin kamu tahu… aku merasa lebih siap.”
Revan berhenti sejenak dan menatap Aruna dengan penuh perhatian. “Kita memang sudah melalui banyak hal bersama, Aruna. Dan aku ingin kamu tahu, aku selalu ada di sini untukmu. Apa pun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu.”
Mendengar kata-kata itu, Aruna merasa hatinya semakin terbuka. Ia tahu, meskipun tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, cinta yang mereka bangun perlahan-lahan semakin kuat.
Tidak ada lagi rasa takut, tidak ada lagi keraguan yang membayangi langkah mereka. Mereka berjalan bersama, bukan hanya sebagai pasangan, tetapi juga sebagai teman yang saling mendukung.
Seiring waktu, Aruna mulai merasakan bahwa cintanya pada Revan tumbuh begitu dalam. Revan tidak hanya menjadi suami yang perhatian, tetapi juga teman yang dapat ia andalkan, seseorang yang memberinya kekuatan untuk terus maju meskipun dunia kadang terasa berat.
Beberapa minggu setelah hari itu, mereka memutuskan untuk menghadiri sebuah acara amal yang diadakan oleh Revan di kantor.
Aruna yang sebelumnya tidak terlalu suka dengan dunia sosial seperti itu, mulai merasa lebih nyaman berada di sisi Revan.
Mereka tampil bersama di acara tersebut, dan meskipun suasana formal, ada kehangatan yang muncul di antara mereka.
Aruna tersenyum, merasa bangga bisa berada di samping Revan, meskipun ia tahu masih banyak yang harus ia pelajari tentang dunia ini.
Revan, dengan segala kesibukannya, selalu meluangkan waktu untuk Aruna. Setiap kali mereka berbicara, Aruna merasa semakin dekat dengan pria itu. Revan tidak hanya seorang CEO sukses, tetapi juga seorang suami yang penuh perhatian. Ia menunjukkan kasih sayang dengan cara yang sederhana namun berarti. Tidak ada yang lebih membuat Aruna merasa dicintai selain perhatian dan pengertian yang Revan tunjukkan setiap harinya.
Suatu malam, setelah acara amal selesai dan mereka pulang ke rumah, Aruna duduk di sofa ruang tamu, mencoba menenangkan pikirannya. Revan duduk di sampingnya, menyentuh tangannya dengan lembut.
“Apa yang ada di pikiranmu, Aruna?” tanya Revan, suaranya lembut namun penuh perhatian.
Aruna menarik napas dalam-dalam. “Aku hanya merasa… semua ini terlalu indah untuk jadi kenyataan. Aku merasa seperti aku mulai benar-benar hidup, mulai mencintai lagi setelah semua yang terjadi.”
Revan tersenyum dan mengangkat dagu Aruna dengan lembut, menatap matanya dengan penuh kasih. “Kamu layak mendapatkan kebahagiaan, Aruna. Aku bersyukur kamu memilih untuk membuka hatimu.”
Aruna menunduk, sedikit terharu. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, Revan. Tapi aku tahu satu hal, aku ingin menjalani masa depan ini bersamamu.”
Revan merangkulnya dengan lembut. “Masa depan kita masih panjang, Aruna. Tapi aku akan berusaha menjadi yang terbaik untukmu.”