Lanjutan If You Meet Me First dan prolog Joy and Jessica Stories.
Jordan O'Grady harus pensiun dini dari Manchester United akibat cidera berat yang dialaminya saat pertandingan final Liga Champions. Sulung dari Shane O'Grady dan Apsarini Neville itu akhirnya mengurus bisnis bir dan baja milik keluarga O'Grady. Saat Jordan berada di Cork Irlandia untuk membuat resort, dia menemukan seorang gadis yang tidak ingat siapa dirinya. Hanya Addie yang dia ingat dan Jordan memanggilnya Addie.
Tanpa Jordan tahu jika Addie adalah Adelaide McCarthy, seorang dokter dan putri pengusaha kapal tangker yang dibunuh oleh pesaing bisnisnya. Addie berhasil kabur namun dia mengalami amnesia. Demi melindungi Addie, Jordan pun menikahinya dan berusaha mengembalikan semua ingatannya hingga bisa memenjarakan pembunuh ayahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Jordan
Helen mengajak Addie ke kamarnya sementara Jordan memilih ke ruang kerjanya untuk menghubungi Duncan dan Favian. Pria itu benar-benar penasaran karena kasus Addie bukan kasus main-main.
"Addie sudah di rumah kamu?" tanya Duncan.
"Sudah, sedang bersama Helen. Aku belum mendapatkan kabar dari kepolisian Dublin."
"Tidak usah mas Jordan. Sudah aku rangkum," jawab Favian dengan gaya acuhnya. "Aku kirim sekarang."
"Terima kasih Vian," senyum Jordan.
"Dia baik-baik saja?" tanya Duncan.
"Shock yang jelas. Tapi Addie sangat khas gadis Irlandia yang kuat. Dia butuh waktu untuk mencerna semuanya dulu."
"Wajar. Kamu tidak ingat siapa kamu dan tiba-tiba mendapatkan informasi bahwa kamu pewaris perusahaan besar dengan nilai milyaran dollar."
Jordan hanya mengangguk. "Jadi kalian masih mencari siapa otak dan pelakunya?"
"Otak sudah tahu Andrew McCarthy tapi siapa partnernya, kita belum tahu," jawab Duncan.
Jordan menghela nafas panjang. "Tapi aku tidak bisa tinggal bersama dengan Addie begini."
"Apa maksud kamu?"
"Jika Addie hanya sebagai teman, aku tidak bisa melindunginya utuh. Berbeda kalau istri ...."
Duncan dan Favian menatap bingung ke Jordan. "Maksud kamu?"
"Jika Addie menjadi istriku, bukankah lebih mudah kita minta bantuan? Mas Arsya tidak ribut, keluarga besar juga. Bagaimana?"
"Jordan, jika kamu menikahi Addie ... Itu bersifat sementara atau selamanya? Jangan kamu buat mainan soal pernikahan!" tegur Duncan.
"Aku serius! Lagipula, dia kan lajang."
"Jordan! Jangan impulsif!"
Jordan hanya tersenyum. "Aku akan rundingan dengan Daddy !"
Duncan menggelengkan kepalanya. Dasar sama-sama keturunan O'Grady yang keras kepala!
***
Addie sangat suka dengan kamarnya karena jendelanya besar hingga bisa melihat pemandangan hamparan hijau bukit di pinggiran kota Dublin.
"Indah sekali Helen!" seru Addie.
"Memang. Jordan meminta kamar ini sebagai kamar kamu. Aku senang kalau kamu suka, Addie. Oh, disini juga ada kulkas mini dan bar mini untuk kopi serta teh. Maaf, disini hanya ada itu. Kalau di ruang makan, baru ada bir hitam buatan keluarga O'Grady," ucap Helen.
"Tidak apa-apa. Aku juga bukan pecinta alkohol." Addie tersenyum saat melihat Jordan datang ke kamarnya.
"Helen, bisa tinggalkan kami berdua?" pinta Jordan.
"Tentu saja, Jordan. Makan siang setengah jam lagi." Helen pun memegang bahu Jordan sebelum pergi karena sudah dianggap seperti anaknya sendiri.
Helen keluar dan menutup pintu kamar Addie. Jordan pun mendatangi Addie dan wajahnya tampak serius.
Jordan O'Grady
"Ada apa Jordan?" tanya Addie.
"Addie, maukah kamu menikah denganku?"
Addie pun melongo. "Apa?"
***
Addie akhirnya memahami kenapa Jordan meminta mereka menikah. Jika Jordan adalah suaminya, maka kekuatan hukum mereka lebih kuat. Jordan jauh lebih bisa melindunginya. Addie tahu dia adalah target dan jika Jordan hanya sebagai teman, pihak berwajib bisa mematahkan semuanya. Teman tapi kok membantu sedemikian rupa yang akan membuat curiga banyak orang. Berbeda jika itu keluarga atau pasangan suami istri. Ada hukum jelas disana.
"Kita menikah?" tanya Addie.
"Kita menikah."
"Dengan ramai-ramai?"
"Tidak. Diam-diam. Tapi sah hukum."
"Keluarga kamu tahu?"
"Daddy dan mommy sudah tahu."
"Apa mereka setuju?"
"Daddy bilang oke."
"Apakah ini menikah sementara?"
"Tergantung waktu."
Addie tampak berpikir. "Kita akan satu kamar?"
"Tidak ... Kecuali kamu yang mau," jawab Jordan.
Addie menyipitkan matanya. "Jadi kita menikah sampai mendapatkan pelaku pembunuhan -- kalau memang papaku dibunuh bukan bunuh diri -- ditangkap dan dihukum?"
"Iya."
"Setelah itu?"
"Terserah kamu mau lanjut tidak pernikahan ini. Kedengarannya formalitas tapi memang penting demi keselamatan nyawa kamu," jawab Jordan.
Addie menatap wajah serius pria di depannya. "Kita menikah formalitas?"
Jordan mengangguk. "Kita akan bergerak bebas mencari banyak petunjuk."
"Tanpa cinta Jordan."
"Kan namanya formalitas."
Addie tersenyum. "Iya juga."
"Aku minta kamu pikirkan dulu ...." Jordan pun berdiri. "Sepuluh menit lagi makan siang siap."
Pria degan tattoo di tangan kirinya pun keluar dari kamar Addie yang masih termenung.
Benar juga. Jika aku menikah dengan Jordan, akses mencari pembunuh ayahnya lebih luas. Apalagi hukum di Inggris dan Irlandia sama-sama memiliki hukum kuat sebagai pasangan.
Pasangan suami istri yang sah di Inggris memiliki kekuatan hukum yang kuat dan diakui dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hak dan kewajiban, hak asuh anak, warisan, dan hak properti. Pernikahan harus didasarkan pada persetujuan sukarela dan harus dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan oleh hukum Inggris.
Addie memikirkan plus minusnya dia menikah dengan Jordan yang ternyata minusnya dia akan menjadi janda jika sudah selesai urusannya.
***
"Pernikahan antar agama di Inggris adalah sah, tetapi mungkin memiliki implikasi hukum yang berbeda tergantung pada agama masing-masing dan perjanjian pre-nikah, Jordan," ucap Shane yang sempat kaget putranya minta mereka menjadi saksi pernikahan dirinya dan Addie.
"Itu aku juga tahu Dad. Rencananya ak dan Addie akan menikah di Manchester, hanya di kantor catatan sipil karena disini, harus tiga bulan sebelumnya. Kelamaan !" jawab Jordan.
"Itu pun kalau Addie mau menikah sama kamu, J."
"Aku yakin Addie mau menikah denganku. Dia pasti sama penasarannya denganku, apa yang terjadi pada Albert McCarthy dan McCarthy Ltd."
"Jika kalian sudah mendapatkan apa yang kalian cari dan Addie masih belum bisa ingat?"
"Maka aku akan bersabar sampai Addie ingat semuanya. Setelahnya terserah Addie."
Shane menggelengkan kepalanya. "Jordan, kamu anak laki-laki. Semua tindak tanduk kamu harus bisa dipertanggungjawabkan! Pernikahan bukan ajang main-main."
"Aku tahu Daddy. Kita lihat saja nanti."
Shane menghela nafas panjang. Dia sangat tahu siapa Albert McCarthy, pria berkarisma yang sangat cerdas, pekerja keras dan baik. Shane juga tahu betapa berbedanya Andrew McCarthy yang Flamboyan dengan hidup hura-hura dan suka berada di kasino Monaco.
"Daddy harap kamu tahu apa yang kamu lakukan."
"Aku sangat tahu, Daddy."
***
Addie keluar dari kamar dan menuju meja makan dimana Jordan baru saja selesai menghubungi Shane O'Grady.
"Ah, Addie. Ayo, kita makan siang dulu. Neil, Olan, makan!" seru Helen dengan gaya khas emak-emaknya. "Disini semua makan bersama Addie. Biar meja makan ramai."
Addie tersenyum. "Aku juga suka meja makan dengan suasana ramai."
Jordan dan Helen saling berpandangan.
"Apa? Apa ada yang salah?" tanya Addie.
"Berarti dulu kamu terbiasa dengan makan bersama orang banyak," jawab Jordan.
Addie yang duduk di sebelah Jordan, hanya termenung. "Mungkin."
Neil dan Olan pun datang lalu Jordan memulai acara makan siang mereka.
***
Sementara itu ...
"Tidak ada mayatnya?"
"Tidak ada, tuan."
"Apa kamu sudah menyisiri semua pantai?"
"Sudah tuan."
Pria itu tampak berpikir. "Cari informasi di rumah sakit, tanya apa ada mayat gadis tenggelam! Semua rumah sakit di Dublin!"
"Baik tuan."
Pria itu menghembuskan cerutunya. "Dia pasti sudah mati kan?"
***
Yuhuuuu up Siang Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
kangen sama boneka labubu pingin ngarungin