"Kamu serius Jas? Kamu merestui mama pacaran sama Arjuna? Temen kamu?" tanya Cahaya tak percaya. Senyum lebar mengembang di bibirnya.
"Lo nggak bohong kan Jas? Lo beneran bolehin gue pacaran sama nyokap Lo kan?" tanya Arjuna. Meskipun merasa aneh, tapi dia juga cukup senang. Berharap jika Jasmine tidak mengecewakan mereka.
Jasmine melihat sorot kebahagiaan dari mamanya dan Arjuna. Hatinya terasa sesak, benci. Sulit baginya menerima kenyataan bahwa Mamanya bahagia bersama Arjuna.
*
*
*
Hmm, penasaran dengan kelanjutannya? baca sekarang, dijamin bakal suka deh:)))
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Ke Pasar Malam
"Jasmine!" Suara Arjuna menggelegar, tajam menvsuk telinga Jasmine. Matanya menyala, tertuju tajam ke arahnya.
Jasmine yang melihat Arjuna marah segera menaikkan dagunya, tatapannya menantang, api amarah menyala di matanya. "Kenapa, nggak suka kalau pacar lo itu gue panggil nenek?!" tanyanya, suaranya berdesis tajam.
"Orang yang Lo panggil nenek itu nyokap lu ya kalau lu lupa," ucap Arjuna, masih terdengar kesal. Matanya masih sangat tajam. Dia tidak suka dengan sikap Jasmine kepada mamanya.
"Gue nggak lupa kok. Gue masih sangat inget di mana Bu Cahaya yang terhormat itu adalah nyokap gue. Orang yang udah ngelahirin gue. Terus kenapa? Apa masalahnya sama Lo?!" tanya Jasmine dengan nada tajam.
Arjuna berdecak kesal, menghela nafas kas4r lantas menjawab. "Hah, Jas, Lo kenapa sih berubah kayak gini?! Seingat gue Jasmine teman gue itu nggak kayak gini loh orangnya. Walaupun lo itu suka ngomong kas4r dan tomboy orangnya, tapi lu nggak kayak gini. Lu kenapa Jas? Ini nyokap Lo!"
Arjuna berusaha menyadarkan Jasmine tapi Jasmine adalah orang yang keras kepala dan susah untuk mendengarkan ucapan orang lain. Apalagi itu sedang sangat marah.
Jasmine mengangkat tangannya, jari telunjuknya menunjuk ke muka Arjuna. "Gue kayak gini juga karena lo Jun! Karena bocah si4lan kayak Lo!"
Jasmine kemudian mendorong bahu Arjuna, membuat Arjuna sedikit terhuyung ke belakang. Cahaya terkejut melihat sikap Jasmine kepada Arjuna. Dia langsung meraih bahu Arjuna saat Arjuna terhuyung mundur.
"Kamu nggak papa kan?" tanya Cahaya kepada Arjuna, sedikit khawatir. Dorongan Jasmine tadi terlihat agak kuat.
Arjuna menoleh ke arah Cahaya yang terlihat khawatir. Lalu tersenyum, "Aku nggak papa kok," jawab Arjuna.
Jasmine lantas berdecih, "Cih, lebay banget!" hardik Jasmine tajam.
Cahaya lantas menoleh ke arah Jasmine, sorot matanya tajam. "Jasmine, Kamu kenapa sih jadi kas4r kayak gini?! Dulu sewaktu tinggal sama mama, kamu nggak kayak gini loh. Kamu baik, penurut, nggak kas4r kayak gini. Sekarang minta maaf sama Arjuna!" Suruh Cahaya.
"Kalau gue nggak mau terus gimana?!" tantang Jasmine. Tanpa sungkan atau takut dia menyebut mamanya dengan panggilan Lo gue.
Emosi Cahaya meledak sudah. Kalau saja dia tidak berusaha untuk menahan emosinya, mungkin sudah sedari tadi dia marah-marah bahkan berani untuk mem4ki Jasmine.
Cahaya pun maju, mencengkram kuat bahu Jasmine. Jasmine berusaha menyingkirkan tangan mamanya dari bahunya, tapi gagal. Tenaga mamanya jauh lebih kuat daripada dirinya.
"Mama sama Arjuna ke sini dengan niat baik ya, Jas. Kami ingin jujur sama kamu, berharap kamu mau merestui hubungan kami." Cahaya menjeda ucapannya. Dia dan Jasmine saling menatap tajam.
Lalu Cahaya melanjutkan ucapannya, "Mama tau kamu pasti kecewa sama kami apalagi sama Arjuna, dia temen kamu. Mama tau itu. Tapi Jas, cinta itu nggak ada yang tau. Udah sebulan lebih Arjuna kerja di perusahaan mama---"
Belum juga Cahaya menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Jasmine menyala.
"Kalau Arjuna kerja di perusahaan Mama terus kenapa? Apa urusannya sama aku?!" Sentaknya.
Cahaya terlihat menghela nafas. Ternyata melelahkan berbicara dengan orang yang memiliki sifat keras seperti Jasmine, yang tentu sifat itu menurun dari dirinya.
Ia pun juga akan sama seperti Jasmine Jika ia mengalami hal yang sama. Ia mengerti apa yang Jasmine alami dan rasakan.
"Jas, mama dan Arjuna saling mencintai. Kami berpacaran juga karena kami saling mencintai. Kami berharap kamu mau merestui hubungan kami dan tinggal lagi sama mama. Sekarang kamu cuma sendirian Jas, nggak kan ada yang nafkahi kamu. Kamu tinggal sama mama ya," mohon Cahaya.
Tapi Jasmine yang sejak awal tidak ingin bahkan tidak sudi untuk tinggal lagi dengan mamanya tampak menatap tajam, lalu dengan kuat menyingkirkan tangan mamanya dari bahunya.
"Selamanya aku nggak mau tinggal lagi sama mama. Mending aku tinggal sendirian di sini dan cari kerja daripada harus tinggal serumah dengan orang yang nggak pernah ada waktu kayak mama!"
Jasmine benar-benar melampiaskan semua kekesalannya hari ini. Dia meluapkan banyak unek-unek dan amarah yang selama ini terpendam, ditujukan kepada dua orang yang ada di hadapannya. Emosinya seakan meluap tak terbendung.
"Jasmine! Kapan sih Lo bisa sopan sama nyokap lo?!" tanya Arjuna, sedikit berteriak.
Jasmine lantas menoleh ke arah Arjuna. Tatapannya masih sama. "Sopan? Hahaha, apaan itu? Gue nggak kenal sama yang namanya sopan santun. Gue Jasmine Jun, Lo nggak kenal gue ya? Hahaha. Astaga, sopan...hahaha," Jasmine malah tertawa menanggapi ucapan Arjuna.
Arjuna dan Cahaya saling menatap. Keduanya sama-sama lelah menanggapi sikap Jasmine. Keduanya saling menggeleng. Lalu Cahaya menoleh kearah Jasmine. "Jas, Mama sama Arjuna pamit ya. Ini mama ada uang buat kamu."
Cahaya terlihat merogoh tasnya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang merah dan menyodorkannya kepada Jasmine.
Tapi Jasmine hanya menatap ke arah uang itu tanpa berniat untuk menerimanya. "Ambil aja lagi uang mama. Aku nggak mau! Nggak butuh juga! Jadi lebih baik Mama kasih aja uang itu ke pacar Mama itu, dia pasti lebih butuh!" kata Jasmine.
Cahaya pun menarik kembali uang yang ia sodorkan kepada Jasmine. Lalu memasukkannya ke dalam tas. "Jas, mama pergi dulu. Jun, ayo kita pergi," Cahaya menoleh ke Arjuna, yang hanya mengangguk tanpa bicara. Keduanya pun berbalik, menaiki mobil Cahaya dan meninggalkan tempat itu.
Setelah mobil mamanya menjauh bahkan tidak terlihat lagi, Jasmine berbalik dan masuk kembali ke dalam rumah, membanting pintu dengan keras. Ia berlari ke kamarnya, pintu kembali terbanting, dan ia melemparkan tubuhnya ke ranjang.
"Lo jahat Jun, jah4t!! Gue benci sama Lo!" Pekik Jasmine, air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Ia memukul-mukul kasur di sebelahnya, amarah dan kesedihan bercampur aduk dalam dirinya.
"Kenapa sih Jun, kenapa harus Mama?" gumam Jasmine, suaranya teredam oleh isak tangisnya. Air matanya tak henti mengalir, membasahi bantal yang menjadi tumpuannya.
"Gue harus ngapain sekarang?" tanya Jasmine pada dirinya sendiri. Ia merasa sangat kesepian, terisolasi, dan tidak tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba Jasmine teringat perkataan Cahaya, "Jas, mama dan Arjuna saling mencintai. Kami berpacaran juga karena kami saling mencintai." Namun, Jasmine tidak percaya. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan, ada sesuatu yang tidak ingin mereka ungkapkan.
"Mungkin Mama memang mencintai Arjuna, tapi Arjuna pasti memanfaatkan kepolosan Mama," pikir Jasmine. Dia teringat bagaimana Arjuna selalu bercerita tentang kehidupannya yang sulit. Mungkin Arjuna hanya memanfaatkan Mamanya untuk mendapatkan harta.
"Arjuna pasti memanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan harta Mama," tuduh Jasmine dalam hati. Ia merasa Arjuna adalah orang yang serakah dan tidak punya hati.
Sementara itu, mobil Cahaya melaju meninggalkan rumah Jasmine. Arjuna menyetir dengan perasaan yang sedikit berkecamuk, sesekali melirik Cahaya yang duduk di sampingnya. Cahaya terlihat murung, matanya menatap ke arah jalanan.
"Yang, kamu nggak papa kan?" tanya Arjuna lembut.
Cahaya menggeleng pelan. "Aku nggak papa kok, Jun." Namun, suaranya terdengar lesu, matanya masih tertuju pada jalanan.
Arjuna tahu Cahaya sedang menahan kesedihan, ia pun merasakan hal yang sama. Pertemuan mereka dengan Jasmine tadi sangatlah mengecewakan, tidak sesuai dengan rencana.
"Gimana kalau kita ke pasar malam aja, Yang?" usul Arjuna, mencoba mengalihkan perhatian Cahaya. "Mungkin suasana ramai di sana bisa sedikit membuat kamu tenang."
Cahaya menoleh ke arah Arjuna, matanya terlihat sedikit bersinar. "Pasar malam? Ide bagus, Jun."
Arjuna tersenyum, lega karena usulannya diterima. Ia pun langsung membelokkan mobil menuju arah pasar malam yang di adakan di kota itu.
Sepanjang perjalanan, Arjuna berusaha menghibur Cahaya dengan bercerita tentang hal-hal ringan dan lucu. Ia menceritakan tentang kejadian-kejadian kocak yang pernah ia alami saat masih kecil, membuat Cahaya tertawa kecil.
Sesampainya di pasar malam, Arjuna dan Cahaya langsung disambut oleh keramaian dan gemerlap lampu. Suara musik, tawa, dan teriakan anak-anak memenuhi udara.
Cahaya terlihat sedikit lebih ceria, matanya berbinar melihat berbagai macam permainan dan jajanan yang tersedia.
"Mau naik apa dulu, Yang?" tanya Arjuna, sambil menggandeng tangan Cahaya.
"Hmm, aku pengen naik bianglala dulu, Jun," jawab Cahaya. "Dari atas sana, kita bisa melihat pemandangan kota yang indah."
Arjuna mengangguk setuju. Ia pun mengantarkan Cahaya ke tempat bianglala dan mengantri untuk naik.
Saat bianglala mulai berputar, Cahaya dan Arjuna menikmati pemandangan kota yang indah dari atas. Cahaya terlihat lebih tenang, matanya bersinar melihat lampu-lampu kota yang berkelap-kelip.
Arjuna tersenyum melihat Cahaya yang mulai ceria. "Indah banget, ya?" tanyanya, sambil menunjuk ke arah lampu-lampu yang berkilauan di bawah sana.
Cahaya mengangguk, "Iya, Jun. Dari sini semuanya keliatan begitu hidup." Senyumnya merekah, menandakan bahwa suasana di sekitar mereka mulai mengubah perasaannya yang sebelumnya murung.
Saat bianglala mencapai puncaknya, angin malam yang sejuk berhembus lembut, membuat Cahaya merasa lebih bebas. Dia menatap ke arah Arjuna, "Makasih udah bawa aku ke sini. Aku benar-benar butuh ini."
Arjuna menatapnya dengan lembut. "Apapun untukmu, Yang. Kita akan melalui semua ini bersama," ujarnya dengan penuh keyakinan.
Cahaya tersenyum, bibirnya membentuk lengkung halus. "Jun, aku mau beliin Jasmine bando sama aksesoris lucu-lucuan. Dia kan cantik, dulu waktu masih tinggal sama aku dia suka banget sama hal-hal yang girly gitu."
Arjuna terdiam sejenak, lalu menggeleng pelan. "Jasmine itu tomboy, Yang. Dia nggak suka hal-hal kayak gitu."
Cahaya mengerutkan keningnya, "Tapi kan dia cewek, Jun. Masa sih nggak suka?"
Arjuna tersenyum tipis, "Percaya deh, Yang. Jasmine itu lebih suka pake baju cowok daripada dandan-dandan dan pake baju cewek gitu."
Cahaya menghela napas, "Tapi kan, dia cewek Yang. Aneh aja kalau gak pernah pake aksesoris cewek, kan? Jadi, gimana kalau kita beliin dia kalung atau gelang yang lucu? Pasti dia suka!"
Arjuna mengangguk, "Terserah kamu deh. Tapi jangan berharap banyak, ya."
Mereka pun turun dari bianglala dan berjalan menuju kios-kios yang menjual aksesoris. Cahaya memilih beberapa bando dan aksesoris lucu dengan warna-warna cerah.
"Semoga Jasmine suka," gumam Cahaya, sambil tersenyum.
Arjuna hanya tersenyum tipis, "Kita lihat aja nanti."
Mereka pun melanjutkan perjalanan di pasar malam, menikmati suasana ramai dan berbagai macam permainan yang tersedia.
"Jun, aku mau naik kereta gantung," ujar Cahaya, sambil menunjuk ke arah kereta gantung yang sedang melaju di atas pasar malam.
"Oke, Yang. Ayo naik," jawab Arjuna, sambil menggandeng tangan Cahaya menuju tempat kereta gantung.
Mereka pun naik kereta gantung dan menikmati pemandangan pasar malam dari ketinggian.
Bersambung ...