NovelToon NovelToon
Can We?

Can We?

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:420
Nilai: 5
Nama Author: Flaseona

Perasaan mereka seolah terlarang, padahal untuk apa mereka bersama jika tidak bersatu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Flaseona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Can We? Episode 18.

...« Naik motor, ngenggg »...

Arasya tersenyum sangat lebar di sepanjang jalan menuju tempat kuliner yang akan mereka datangi untuk menyusul teman-temannya. Hawa sejuk menyeruak menembus jaket tebal milik Arasya, untungnya ia mengikuti saran Gavan agar berpakaian tertutup.

Pun Arasya memeluk erat pinggang sampai perut Gavan, menciptakan kehangatan demi membunuh sebagian rasa dingin yang menghampiri. “Mas, seru!” celetuknya mendekatkan diri agar Gavan mendengar.

“Apanya yang seru?” jawab Gavan dengan pertanyaan. Ia tersenyum geli tanpa sepengetahuan Arasya.

“Ya, ini. Rasanya beda kalau naik mobil sama naik motor. Menurutku lebih enak naik motor, Mas, jadi kerasa aja gitu kalau lagi di puncak. Bisa lihat lebih jelas pemandangannya, terus bisa ngerasain anginnya juga walaupun dingin.” Jelas Arasya tentang bagian serunya.

Arasya menghirup udara di sekitarnya dengan rakus. Bunga-bunga seakan bermekaran di dalam dadanya saking segarnya oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan di setiap pinggir jalan di mana keduanya lewati. Ide menaiki motor bagi Arasya adalah hal baru yang patut diacungi jempol.

Arasya benar-benar berterima kasih pada Gavan yang selalu bisa membuatnya merasa bahagia. Sekecil apapun yang dilakukan Gavan, Arasya begitu bersyukur memiliki Gavan sebagai kakaknya.

Arasya menoleh ke samping, melihat warga lokal sibuk merawat kebun masing-masing. Pohon-pohon dan daun-daun yang basah meskipun hujan belum turun menambah kesan sejuk yang membuat Arasya semakin senang naik motor bersama.

“Aku jadi pengen punya rumah di sini.” Celetuk Arasya.

“Mau?”

Arasya mengangguk meski Gavan tidak melihatnya. “Mau. Kalau aku udah kerja nanti, aku beli rumah di sini. Yang ukurannya sedang, tapi punya banyak kamar. Biar Mami, Mas Devan, sama Kak Sena bisa ikut nginep juga di villaku.” Ungkapnya tentang mimpi yang tiba-tiba terpikirkan.

“Mas gak di ajak nih?” tanya Gavan karena dirinya tidak disebut.

“Emangnya Mas gak mau ikut?”

“Mau, kalau di ajak sama kamu.”

“Ya nanti di ajak. Tapi kalau ternyata Mas sibuk kerja gimana? Kayak tadi. Aku gak suka tahu lihatnya. Masa liburan tetep kerja.” Ujar Arasya mengeluarkan uneg-unegnya.

Tubuh yang dipeluk Arasya terguncang pelan, menandakan bahwa si empunya sedang tertawa. “Maaf, ya.” Ucap Gavan masih diselingi suara tawanya.

Arasya menghendikkan bahunya, bukan berarti ia benar-benar akan marah jika Gavan akan bekerja saat liburan lagi nantinya. “Eh, bukannya itu mobilnya, Mas?” Arasya buru-buru menunjuk sisi jalan lain setelah melihat mobil sewaan mereka.

Gavan mengangguk mengiyakan, laju motornya ia pelankan. Kemudian membelokkan setir dan memarkirkan motornya tepat di samping mobil.

“Eh, itu Arasya! Pakai motor siapa?!” Voni berteriak dari salah satu warung. Seperti tidak memiliki rasa malu sama sekali, membuat rombongan mereka menjadi pusat perhatian.

Arasya turun dari motor, tersenyum lebar sekali menunggu sejenak gilirannya untuk dilepaskan helm oleh Gavan.

“Udah, sana. Nyusul temen-temenmu. Mas ngerokok sebentar.” Gavan masih duduk di atas jok motornya, sembari melihat kepergian Arasya menuju teman-temannya yang menyambut kedatangan Arasya dengan suka cita.

“Itu motor siapa deh? Kalian gak curi motor orang ‘kan, Ra?” tuduh Voni yang membuat Arasya mendelik dan menggelengkan kepalanya brutal.

“Itu motor penjaga villanya, Mas Gavan pinjem sebentar. Lagian ngapain nyuri deh, Von? Kalau iya juga mungkin aku sama Mas Gavan sekarang di kejar-kejar sama warga. Aneh kamu tuh!” semprot Arasya menggebu-gebu.

Pertengkaran antara Voni dan Arasya mengundang tawa dari teman-teman yang lain. “Kita gak pernah kepikiran kalian bakal nyusul, Ra.” Kata Dina.

Elsa mengangguk membenarkan. “Dilihat-lihat kamu sama Mas Gavan kayak pacaran tahu.”

Suasana tiba-tiba menjadi canggung, Arasya langsung terdiam sembari menatap Elsa dengan ekspresi kebingungan. Lina yang tahu situasi seketika berdeham kecil mencoba membubarkan kecanggungan itu. “Kamu gak mau pesen, Ra? Itu di sana kalau mau pesen makanan.”

Arasya menoleh menghadap ke arah di mana Lina menunjuk. Tidak ingin membuat suasana jadi tidak enak karena celetukan Elsa. “Oh, ya udah deh, aku pesen dulu. Ayo, Von, temenin aku.” Ajaknya secara paksa.

Setelah sampai di tempat, Arasya segera memesan apa yang ingin dia coba. Banyak sekali menu makanan yang disajikan, tetapi Arasya memilih untuk memesan mie instan.

“Eh, emang gapapa sama Masmu, Ra?” Voni menahan Arasya untuk memesan mie instan itu.

“Gak tahu. Tapi aku pengen.” Arasya langsung memelas menatap Voni. Yang ditatap seketika gelagapan. Tidak tahu harus bersikap seperti apa.

“Anu... Mending kamu tanya Mas Gavan dulu.” Kepala Voni menoleh ke sana-sini melihat keberadaan Gavan. “Eh, Mas Gavan! Sini!” Voni berteriak sembari melambaikan tangan setelah melihat Gavan yang hampir akan berjalan ke tempat teman-temannya.

“Oh, di sini.” Gumam Gavan, berdiri di dekat Arasya dengan mata yang sibuk melihat koleksi makanan dan minuman warung tersebut. “Udah pesen, Dek?”

“Ini, Mas, Arasya malah pengen makan mie instan. Emang boleh, ya? Setahuku biasanya sama Mami dikasih batasan.” Ucap Voni membalas. Ingat betul seberapa ketatnya Mami memberitahu menu makanan yang tidak boleh di makan Arasya saat Voni dan yang lain berkunjung ke rumah.

Gavan menoleh menatap Arasya, dan mendapati tatapan melas serta memohon yang merupakan ekspresi andalan Arasya pada waktu di mana Arasya ingin meminta izin agar diperbolehkan.

“Boleh. Tapi cuma satu dan makannya bagi dua sama Mas. Beli makanan yang lain kalau masih kurang. Mas tolong beliin kopi hitam panas satu, ini dompetnya.” Gavan menyerahkan sebuah dompet yang terlihat tebal di mata Voni. “Von, kamu juga nambah aja.”

Mata Voni berbinar, lalu mengangguk brutal dan berterima kasih pada Gavan. Ada gratisan, jelas sekali Voni harus memanfaatkannya sebaik mungkin.

“Cuma setengah mana cukup.” Keluh Arasya setelah Gavan pamit pergi menuju tempat duduk menyusul yang lain.

“Cukup. Nanti suruh Mas Gavan suapin aja, terus kamu langsung buka mulut lebar-lebar kalau udah habis ketelan. Pasti deh Mas Gavan kasih semua mienya ke kamu karena gak tega.” Ujar Voni berbisik pada Arasya, seakan menyampaikan sebuah pesan rahasia.

Mendengar saran tersebut, Arasya kembali bersemangat. Ia mengangguk setuju dan menyuruh Voni untuk memesan lebih banyak makanan serta minuman agar mereka bisa mencobanya bersama-sama.

Mengabaikan bahwa sebenarnya Arasya masih kepikiran tentang ucapan Elsa. Ia ingin bertanya tentang maksud dari perkataan Elsa pada Voni. Tetapi memilih bungkam dan menyimpannya rapat-rapat.

Arasya sangat ingin tahu bagian mana, dirinya dan Gavan yang membuat Elsa melihat keduanya seperti sepasang kekasih? Arasya terlalu buta akan masalah yang menyangkut hal tersebut. Mungkin, jika ada waktu yang pas, Arasya akan bertanya pada siapapun agar rasa ingin tahunya habis terbakar.

...« Terima kasih sudah membaca »...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!