Aruna Azkiana Amabell perempuan berusia dua puluh lima tahun mengungkapkan perasaannya pada rekan kerjanya dan berakhir penolakan.
Arshaka Zaidan Pradipta berusian dua puluh enam tahun adalah rekan kerja yang menolak pernyataan cinta Aruna, tanpa di sangka Arshaka adalah calon penerus perusahaan yang menyamar menjadi karyawan divisi keuangan.
Naura Hanafi yang tak lain mama Arshaka jengah dengan putranya yang selalu membatalkan pertunangan. Naura melancarkan aksinya begitu tahu ada seorang perempuan bernama Aruna menyatakan cinta pada putra sulungnya. Tanpa Naura sangka Aruna adalah putri dari sahabat dekatnya yang sudah meninggal.
Bagaimana cara Naura membuat Arshaka bersedia menikah dengan Aruna?
Bagaimana pula Arshaka akan meredam amarah mamanya, saat tahu dia menurunkan menantu kesayangannya di jalan beberapa jam setelah akad & berakhir menghilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CEO baru Hanapra Retail
Arshaka mengerutkan dahinya, dia seperti melihat mobil suami Alice sepupunya. Tapi malam-malam seperti ini tidak mungkin Alice dan Anres ada di rumah sakit, tempat tinggal mereka saja di Bandung.
“Kenapa?” tanya Arya yang menyadari kakaknya terlihat melamun.
Arshaka menggelengkan kepala. “Tidak apa-apa. Aku salah lihat,”
“Oh,”
Mereka berdua kemudian turun dari mobil, membawa makanan yang di inginkan adiknya. Hana beralasan lapar, dia ingin makanan yang berkuah. Jadilah Arya dan Arshaka pergi membeli untuk makan malam mereka.
“Nih. Bisa-bisanya masih lapar,” ucap Arya memberikan makanan pada Hana.
“Kita tetap harus makan dan sehat. Mimom juga,”
Hana mulai membuka makanannya, dia duduk di sebelah ranjang Naura. “Kata dokter Harun mimom boleh makan ini,” Hana mulai menyuapkan sup pada Naura.
“Hana memang yang terbaik,” Naura mengusap surai Hana dengan lembut.
Hana tersenyum dan melanjutkan menyuapi mamanya dengan telaten, Daniel dan yang lain kemudian juga makan. Mereka dari siang sama sekali belum makan, setelah kondisi Naura membaik baru mereka bisa makan saat ini.
“Shaka! Lusa pergilah ke Hanapra yang di Bandung, karena di sana belum ada yang memimpin. Papi ingin kamu yang mengurusnya,” Daniel membuka pembicaraan.
Arshaka tentu terkejut dengan ucapan papanya. “Bukannya sudah ada Anres pi?”
“Anres tetap akan membantumu. Hanya saja dia juga harus mengurus perusahaannya sendiri, tidak mungkin dia terus menjadi CEO di dua perusahaan.”
“Apa Anres tidak akan tersinggung kalau Shaka menggantikannya?”
“Tidak. Dia justru senang karena dia bisa lebih fokus pada perusahaannya sendiri,”
“Baiklah Shaka setuju,”
Diam-diam Naura dan Hana mengulum senyum penuh arti, hanya Arya yang menyadarinya. “Aneh. Pasti ada sesuatu,” batin Arya yang paham mama dan adiknya tersebut.
Meminta Arshaka untuk mengurusi perusahaan Hanapra adalah usul dari Anres sendiri, jika ingin membuat Arshaka bertemu dengan Aruna.
Anres tentu dengan senang hati akan membantu keluarga istrinya tersebut, ditambah dengan Alice yang ingin membuat kakak sepupunya menyesal karena telah menyakiti Aruna sahabatnya.
Arshaka akhirnya pulang, karena dia harus mempersiapkan kepindahannya lusa. Tinggal Daniel dan kedua anaknya yang menemani Naura di rumah sakit.
“Lu punya rencana apalagi cil?” selidik Arya pada Hana adiknya.
Hana terkekeh, kakak keduanya ini memang tidak bisa dibohongi. Dia memang lebih dekat dengan Arya dari pada dengan Arshaka, karena Arshaka yang sangat sibuk. “Membuat jebakan batman untuk si kepala batu dan gunung everest,” jawab Hana.
Arya menautkan kedua alisnya, kemudian menatap mamanya mencari penjelasan yang lebih logis dari pada ucapan Hana.
“Membuat kakakmu bucin akut pada Kia,” ucapan Naura.
Arya tertawa ringan. “Biar tahu rasa kak Shaka,” ujarnya.
Hana kemudian menceritakan kalau dia melihat keberadaan Kia, dan ternyata kakak iparnya tersebut bekerja di Hanapra. Lebih mengejutkan lagi, Alice sepupu mereka adalah sahabat dari Kia.
“Wah jackpot. Biar makin sengsara tu gunung everest ketemu kak Alice,” ucap Arya dengan gelak tawa puas.
“Sudah-sudah. Kalian sana pulang, besok Hana harus sekolah. Biar papi yang jaga mami,”
“Tapi pi?”
“Tidak ada tapi sayang. Mimom janji setelah ini akan jaga kesehatan,” ucap Naura menenangkan putri bungsunya.
Arya kemudian membawa adiknya untuk pulang, kedua orang tuanya juga harus istirahat. Dia dan hana besok juga harus sekolah, apalagi Arya harus menyelesaikan project kuliahnya.
Hana menurut meskipun terpaksa, gadis manja tersebut akhirnya pulang dengan Arya.
*
*
*
Naura akhirnya sudah di perbolehkan pulang, kondisinya sudah membaik. Hanya saja dia harus bisa menjaga pola makan dan juga mengelola stressnya.
Mereka bersiap pulang dari rumah sakit, namun Arshaka tidak bisa ikut menjemput karena Daniel menyuruhnya untuk segera berangkat menuju Bandung pagi-pagi buta.
Naura yang meminta Daniel untuk segera menyuruhnya berangkat, karena menurut Naura semakin cepat putranya bertemu dengan Aruna akan semakin bagus.
Arshaka pergi dengan Danu tentunya, hanya saja Danu akan kembali ke Jakarta sore harinya. Dia masih harus menyelesaikan beberapa urusan dan mengambil baju-bajunya untuk di bawa tinggal di Bandung bersama Arshaka.
“Tuan langsung kekantor atau ke hotel dulu?” tanya Danu pada Arshaka.
Arshaka melihat arlojinya. “Kantor dulu saja. Tidak enak kalau Anres harus menunggu lama,” jawabnya.
“Baiklah tuan,”
Danu memilih menggunakan jalur tol menuju Bandung, mereka berangkat dari Jakarta sekitar jam lima pagi. Perjalanan di tempuh 3 jam lebih 30 menit, sekitar setengah sembilan mereka sudah sampai di Hanapra.
Arshaka dan Danu saat ini menunggu di ruangan yang nantinya akan menjadi ruang kerja Arshaka, mereka menunggu Anres yang sedang menandatangani beberapa berkas.
“Kia, kamu keruangan CEO yang baru. Aku tunggu di sana,”
“Baik pak Anres,”
Anres menutup teleponnya, kemudian dia bergegas menuju ruangan dimana Arshaka dan Danu sudah menunggu di sana. Tidak butuh waktu lama dia sudah ada di ruangan CEO yang baru.
“Sorry harus menunggu. Ada beberapa berkas urgent yang harus di approve,” ucap Anres menjelaskan.
“Tidak apa-apa. Kami belum lama sampai,” jawab Arshaka.
Anres melihat arlojinya, dia masih menunggu Aruna yang belum juga muncul. “Calon sekretarismu akan datang sebentar lagi,” ucapnya kemudian.
Arshaka tersenyum. “Tidak apa-apa santai saja. Kita tidak buru-bur juga,”
Arhsaka dan Anres kemudian berbincang-bincang ringan sambil menunggu Aruna datang.
Tok
Tok
Tok
“Masuk!” ucap Anres.
“Maaf pak sedikit terlambat. Istri dan adik pak Anres luar biasa,” ucap Aruna sambil mengacungkan jempol.
Deg
Arshaka cukup mengenal suara tersebut, seketika jantungnya berdebar kencang. Sedangkan Danu melihat kearah Arshaka dan Aruna bergantian.
Anres tertawa ringan mendengar ucapan Aruna, sementara itu Aruna belum menyadari keberadaan dua pria yang duduk di sofa yang berhadapan dengan Anres.
“Aku saja tidak bisa mengatasi mereka berdua, Kia. Membela salah satu salah, tidak membela salah dan membela keduanya salah. Untung saja mereka tidak satu rumah,” keluh Anres.
Aruna tersenyum. “Hanya satu yang bisa membuat mereka gencatan senjata pak Anres,”
Anres dengan antusias mendengarkan Aruna, untuk sementara dia lupa ada Arshaka dan Danu di sana. “Batagor haji isan,” ucap Aruna.
“Serius?”
Aruna mengangguk. “Gencatan senjata kalau soal makan dan mereka sangat kompak,” jawab Aruna.
Anres terkekeh karena dia baru tahu istri dan adiknya bisa akur hanya soal makanan, dia akan mencoba saran Aruna nanti.
“Oh ya Kia. Kamu aku minta kemari karena ingin memperkenalkanmu dengan CEO baru Hanapra, karena kamu yang akan menjadi sekretaris sementaranya nanti. Sesuai yang aku katakan tadi pagi,”
“Baik pak,”
Deg
Senyum mengembang Aruna hilang seketika saat melihat sosok Danu yang duduk di samping pojok, Aruna bahkan membatu saat dia mulai sadar ada sosok yang tidak ingin dia ingat duduk di berhadapan dengan Anres dan itu ada di samping Aruna.
Dia tidak teralu memperhatikan siapa yang duduk, karena saat bicara dengan Anres posisi Aruna berdiri dan fokus pada Anres. Aruna bahkan merutuki dirinya dalam hati, kenapa dia tidak menyadari keberadaan dua orang tersebut saat tadi masuk.
“Kia. Ki, Kia?” Anres memanggil Kia beberapa kali hingga panggilan terakhir membuyarkan lamunannya.
“Iya pak Anres,” jawabnya.
“Kenalkan. Dia Arshaka CEO baru Hanapra, kemudian yang di sebelah sana Danu. Dia asisten Arshaka,” Anres menunggu ekspresi dari keduanya.
Arshaka melihat kearah Aruna, manik mata mereka sempat adu tatap sejenak. Kemudian Aruna memalingkan wajahnya ke arah Anres. “Maaf pak Anres. Apa bisa saya menolak permintaan pak Anres tadi? Mungkin pak Anres bisa menyerahkan tugas sebagai sekretaris pada yang lain, atau bisa pada Eris.”
Anres sudah bisa menebak kalau Aruna tidak akan setuju saat melihat Arshaka adalah CEO baru tersebut, Danu dengan susah menelan salivanya. Dia melihat ekspresi Arshaka dan Aruna bergantian.
Ekspresi Arshaka yang penuh arti dan tidak dapat di tebak oleh Danu.
“Tidak bisa Kia. Hanya kamu yang memenuhi syarat, Eris? Kamu tahu sendiri dia bagaimana. Jadwal Arshaka bisa berantakan kalau dia yang pegang,”
“Atau bagaimana denganmu Shaka? Mungkin kamu punya kandidat selain staf di perusahaan ini?" lanjut Anres bertanya pada Arshaka.
Dengan senyum seringai Arshaka menjawab. “Aku tidak masalah jika nona Ar, maksudku nona Kia yang jadi sekretarisku.”
“Sungguh apa sih maunya dia, menyebalkan. Saat seperti ini kenapa dia harus muncul, dan kenapa aku tidak tahu Hanapra adalah bagian dari Pradipta Company. Dasar Arshaka menyebalkan,”
sia nnti aku mmpir
terima ksh sll mendukung