Aruna Azkiana Amabell perempuan berusia dua puluh lima tahun mengungkapkan perasaannya pada rekan kerjanya dan berakhir penolakan.
Arshaka Zaidan Pradipta berusian dua puluh enam tahun adalah rekan kerja yang menolak pernyataan cinta Aruna, tanpa di sangka Arshaka adalah calon penerus perusahaan yang menyamar menjadi karyawan divisi keuangan.
Naura Hanafi yang tak lain mama Arshaka jengah dengan putranya yang selalu membatalkan pertunangan. Naura melancarkan aksinya begitu tahu ada seorang perempuan bernama Aruna menyatakan cinta pada putra sulungnya. Tanpa Naura sangka Aruna adalah putri dari sahabat dekatnya yang sudah meninggal.
Bagaimana cara Naura membuat Arshaka bersedia menikah dengan Aruna?
Bagaimana pula Arshaka akan meredam amarah mamanya, saat tahu dia menurunkan menantu kesayangannya di jalan beberapa jam setelah akad & berakhir menghilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Password leptop Aruna
Pagi ini Aruna malas untuk kekantor, jika biasanya setelah subuh dia tidak akan tidur lagi. Beda untuk hari ini dia justru kembali masuk kedalam selimutnya, bahkan sudah setengah tujuh dia masih mengeliat.
Aruna melihat jam dinding. “Sudah setengah tujuh, tapi rasanya malas sekali. Apalagi harus bertemu kak Shaka,” gumamnya di atas kasur.
Aruna menghela napas, dia berpikir ulang. Empat bulan sudah dia sengaja menutup semua akses, mungkin memang sudah saatnya menghadapi Arshaka.
Dia tidak bisa terus lari, lebih baik mengahadapi dan menyelesaikan masalah secepatnya. “Kamu adalah Aruna Adzkiana Amabell yang sudah terbiasa menghadapi badai. Kali ini kamu juga pasti bisa,” Aruna bermonolog dengan dirinya sendiri.
Kemudian dia bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi, Aruna tidak ingin mengecewakan Eris dan kakaknya.
Bagaimanapun selama empat bulan terakhir, Eris juga banyak membantunya. Bahkan saat baru sampai di Bandung, Eris yang menampungnya. Ada Alice juga yang tidak bisa di lupakan, dia membuat hari-hari Aruna menjadi samakin ceria.
Aruna sudah siap dengan kemeja biru laut dengan outer tanpa lengan berwarna biru dongker, warna senada dengan rok bahan dan hijabnya yang juga dongker. Sneakers putih tentunya menambah penampilan gadis itu semakin mempesona.
Aruna tidak memakai heels, dan dari awal Anres memang tidak mempermasalahkan hal tersebut.
“Sepertinya tidak sempat, aku beli sarapan di kantor saja. Ayo kumpulkan semangatmu Kia,” Aruna tersenyum sembari menatap pantulan dirinya di cermin.
Kali ini Aruna memilih menggunakan mobilnya, mobil yang dia dapat dari Ael Kakaknya. Ael merasa bersalah pada adik satu susuan nya, di saat Aruna membutuhkannya. Justru Ael tidak ada, dia baru bisa datang paling cepat bulan depan.
Aruna memarkirkan mobilnya dia langsung masuk lift yang ada di base man, sebenarnya dia sudah kesiangan. Namun dia tidak terlalu perduli, kalaupun Arshaka marah dia cukup mendengarkan.
Aruna memegang dada kirinya. “Kenapa aku jadi deg-degkan,”
Pintu lift terbuka dan dia sedikit berlari menuju mejanya, dia melihat arlojinya. Dia terlambat sepuluh menit, Aruna sedikit mengamati ruangan Arshaka. Entah sudah ada di dalam atau belum, Aruna juga tidak tahu.
“Dimana leptopku? Kia kamu benar-benar,” gerutunya pada diri sendiri saat ingat di mana leptopnya dia tinggalkan.
Rupanya dia meninggalkan leptopnya di ruangan Arshaka, itu karena kemarin Aruna langsung berlari setelah kejadian tersebut.
Aruna bingung, dia menimbang harus masuk keruangan Arshaka atau tidak. Tapi dia butuh leptopnya, meskipun di mejanya ada PC. Namun semua file ada di leptopnya, mau meretas juga leptopnya sedang mati.
“Semoga saja dia belum datang atau sedang keluar,” gumam Aruna yang berjalan masuk ke dalam ruangan Arshaka.
Dia mengetuk pintu beberapa kali, tapi tidak mendapat jawaban. Aruna membuka pintu dengan perlahan, dia mengamati sejenak. “Sepertinya sedang keluar,”
Aruna masuk dengan hati-hati, dia mengendap-endap. Dengan segera dia mengambil leptopnya yang ada di meja Arshaka. “Kamu ngapain?” tiba-tiba Arshaka sudah ada tepat di belakang Aruna.
“Ma-mau ambil leptop saya yang tertinggal,” jawabnya tanpa membali badannya ke belakang.
Jantung Aruna rasanya kembali berdesir, kejadian kemarin membuatnya salah tingkah. Padahal dia sedang tidak menatap wajah Arshaka.
Arshaka menggoda Aruna, dia justru maju semakin mendekat. Dia mengunci Aruna yang menghadap depan, kedua tangan Arshaka bertumpu pada sisi-sisi meja.
Aruna yang menyadari hal tersebut kelabakan, dia menggeser tubuhnya ke kanan. Tapi tangan Arshaka bertumpu dengan kuat di meja, bergeser ke kiri juga tidak bisa. Rasanya Aruna ingin menangis saja.
“Kia!” Aruna bisa merasakan hembusan napas Arshaka yang kian mendekatkan wajahnya hampir menyentuh pundaknya.
“Maju sedikit lagi saya pastikan leptop ini mendarat di kepala pak Shaka,” ucap Aruna.
Arshaka kemudian mundur, membayangkan Aruna memukul kepalanya dengan leptop dia sudah ngeri. Tamparan kemarin saja masih membekas di pipinya. “Ya Tuhan, Kia! kenapa kamu galak sekali sekarang,” ujar Arshaka.
“Hanya pada pak Shaka saya seperti ini,” ucap Aruna yang sudah membalik badannya bersiap untuk kembali ke mejanya.
Arshaka menghela napas panjang. “Siang ini ayo kita bicara, Kia.”
“Tidak ada yang perlu kita bicarakan kecuali tentang pekerjaan, pak Shaka. Jadwal pak Shaka hari ini meeting bersama pak Anres,” ucap Aruna mengalihan pembicaraan tiba-tiba.
Aruna kemudian berjalan keluar untuk kembali ke mejanya, dia meninggalkan Arshaka yang masih berdiri di sana.
“Kia! Mama Naura sakit dan dia ingin bertemu denganmu,”
Langkah Aruna terhenti begitu Arshaka menyebut nama Naura. “Jadi kamu kemari karena mama Naura?” entah kenapa dada Aruna terasa sesak mendengar ucapan Arshaka.
Apakah itu berarti Aruna masih berharap pada pernikahannya dengan Arshaka? Entahlah Aruna tidak mau terlalu memikirkannya.
Arshaka mengusak wajahnya. “Bukan seperti itu Kia,”
“Baiklah kita bicara nanti setelah pulang kantor,” ucapnya kemudian yang langsung di sambut senyum Arshaka.
“Apa aku menganggu?” tanya Anres yang sudah di depan pintu, karena pintunya terbuka jadi dia langsung masuk.
“Tidak pak Anres, aku sudah selesai. Mau kopi?” tanya Aruna.
“Boleh. Oh ya, kamu kemarin kemana? Kenapa menghilang tanpa pamit saat masih jam kerja?” tanya Anres kemudian sambil melihat kearah Aruna.
“Matilah aku. Harus beralasan apa,” batin Aruna yang hanya bisa menelan salivanya.
Anres sebenarnya tidak mempermasalahkan Aruna yang pulang, dia sebenarnya hanya ingin melihat respon Arshaka.
“Aku yang memintanya untuk pulang,” Arshaka menjawab pertanyaan Anres pada Aruna.
Anres dan Auna sama-sama mengerutkan dahinya. “Memangnya Kia kenapa?”
“Dia sudah membantuku memusnahkan peretas, leptopku kemarin di retas orang.”
“Kamu serius Shaka?” Anres terkejut, pasal nya jika itu benar. Tentu dia ikut khawatir karena bagaimanapun jaringan di sana tersambung pada persusahaan.
Arshaka mengangguk, sejurus kemudian Aruna teringat sesuatu. Dia berbalik kearah Arshaka. “Berikan leptop pak Shaka pada saya. Saya akan mengganti dan memperkuat sistem keamanannya,”
“Lalu bagaimana aku harus meeting dengan Anres?”
Aruna menyerahkan leptopnya pada Arshaka. “Pakai punya saya dulu,”
Arshaka menerima leptop Aruna. “Gadis ini kalau soal pekerjaan sikapnya langsung berubah. Lagi juga kenapa bicara dengan Anres pakai aku-kamu, sedangkan denganku saya-pak Shaka.” Gerutu Arshaka dalam hati.
Aruna keluar ruangan untuk mengambil sesuatu, karena dia juga akan ikut meeting dengan Arshaka dan Anres.
Arshaka dan Anres sudah berada di meja yang biasa di gunakan untuk meeting kecil. “Kenapa?” tanya Anres saat melihat sepupu istrinya itu menautkan alisnya setelah menyalakan leptop Aruna.
“Kia meminjamkan leptopnya padaku. Tapi dia tidak memberi tahu apa password leptopnya,” keluh Arshaka.
Anres langsung tertawa renyah, benar-benar pasangan suami istri ini sangat absurd menurutnya.
Tidak berapa lama Aruna masuk, dia membawa kopi untuk Arshaka dan Anres. “Kia kamu mau kemana?” tanya Arshaka.
“Ambil berkas,”
Tidak sampai lima menit Aruna kembali ke dalam sudah dengan membawa berkas dan camilan.
“Passwordnya apa Kia?”
Aruna lupa dia belum mengganti password lamanya, dia terlihat gugup. “Zaidan Arshaka,” ucapnya lirih.
“Apa? Aku tidak dengar Kia,” protes Arshaka.
Aruna menarik napas dalam-dalam, membuat Arshaka dan Anres bingung kenapa dia melakukan hal itu.
“Zaidan Arshaka. Z besar spasi Arshaka, huruf A depan besar. Sudah dengar?” ucapnya dengan lantang kemudian memalingkan muka karena malu.
Arshaka tersenyum, sementara Anres menahan tawanya melihat dua makhluk di hadapannya tersebut. Dia melihat Aruna yang kesal bercampur malu, sedangkan Arshaka tersenyum dengan penuh arti.
“Dia menggunakan namaku? Apa aku mints bantuan mama saja agar dia memaafkanku? Ah, tidak. Mama bisa meledekku habis-habisan,” batin Arshaka.
sia nnti aku mmpir
terima ksh sll mendukung