Lucy adalah mata-mata yang tidak pernah gagal menjalankan misinya. Namun, kali ini misinya membawa dia menyamar sebagai pacar palsu miliarder muda, Evans Dawson , untuk memancing musuh keluar dari persembunyiannya.
Ketika Evans tanpa sadar menemukan petunjuk yang mengarah pada identitas asli Lucy, hubungan mereka yang semula hanya pura-pura mulai berubah menjadi sesuatu yang nyata.
Bisakah Lucy menyelesaikan misinya tanpa melibatkan perasaan, atau semuanya akan hancur saat identitasnya terbongkar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lucy Terbuka kepada Evans
Suasana di ruang kerja Evans terasa sunyi. Sore itu, sinar matahari masuk melalui jendela besar di belakang meja kerja Evans, memberikan kesan tenang tetapi juga menegangkan. Lucy duduk di sofa, pandangannya sedikit ragu, namun ia sudah mengambil keputusan. Ia harus berbicara dengan Evans dan menjelaskan semuanya, atau setidaknya sebagian kebenaran.
Evans menutup dokumen yang sedang ia baca, memandang Lucy yang tampak gelisah. "Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" tanyanya, nada suaranya lembut tetapi penuh perhatian.
Lucy mengangguk pelan, mencoba mengatur napasnya. "Ya. Ada sesuatu yang harus aku jelaskan, Evans. Aku tidak ingin kau salah paham lebih jauh tentang apa yang terjadi."
Evans memiringkan tubuhnya, meletakkan sikunya di lutut, dan menatap Lucy dengan tatapan tajam, seperti seorang eksekutif yang siap mendengarkan presentasi penting. "Aku mendengarkan. Katakan saja."
Lucy menggenggam tangannya erat-erat di atas pangkuannya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Kau tahu aku bukan orang biasa, kan? Maksudku, aku tidak hanya seorang kekasih pura pura bahkan sebagai sekretaris sementara, yang bekerja di bawahmu."
"Jelas," jawab Evans cepat, sedikit tersenyum sinis. "Seseorang yang bisa berbicara bahasa Italia da bahasa lainnya sefasih itu dan berani menghadapi Tuan Marteen tanpa ragu-ragu, pasti menyimpan sesuatu. Aku hanya menunggu kapan kau memutuskan untuk memberi tahu aku."
"Kau tau aku menyelidiki Tuan Marten?" tanya Lucy dengan Kaget.
"Tentu saja aku tau, aku sudah curiga ketika kita di Restoran, kau minta izin, namun aku melihat kau sedang mengawasi Tuan Marten," jawab Evans dengan tegas.
Lucy tersenyum kecil, merasa sedikit lega tetapi tetap tegang. "Aku bekerja untuk sebuah organisasi, The Cupid Agency ini hanya kamuflase. Aslinya, Itu adalah organisasi yang menangani misi-misi tertentu... termasuk pengawasan terhadap orang-orang seperti Tuan Marteen."
Evans mengangkat alisnya, berusaha memahami apa yang baru saja didengarnya. "Jadi, kau bukan hanya seorang talent? Namun juga seorang agen? Seperti mata-mata?"
"Bisa dibilang begitu," jawab Lucy jujur. "Tapi aku bukan mata-mata yang kau lihat di film. Tugas kami lebih ke arah investigasi dan melindungi klien dari ancaman tertentu. Misi terakhirku adalah memantau Tuan Marteen karena... ada indikasi ia terlibat dalam aktivitas ilegal yang berbahaya."
Evans bersandar di kursinya, matanya menyipit penuh pertimbangan. "Jadi, ini semua bukan tentang aku? Kau hanya bekerja untuk menangani Marteen?"
Lucy mengangguk pelan. "Benar. Tapi karena kamu juga meminta bantuan kepada tim, jadi kami menerimanya. Meskipun awalnya bukan urusan pribadi. Ketika aku mulai bekerja di sini, aku hanya mengikuti perintah atasan untuk mendekati lingkungan Marteen. Tetapi..."
"Tetapi apa?" desak Evans.
Lucy mengalihkan pandangannya sejenak, merasa gugup. "Tetapi, aku tidak menyangka akan terlibat sejauh ini. Hubungan kita—" Ia menghentikan ucapannya, mencari kata yang tepat. "Interaksi kita membuatku sedikit melanggar batas profesional."
Evans terdiam sejenak, mencoba mencerna semuanya. "Jadi, kau hanya bekerja karena misi itu?"
"Tidak," jawab Lucy tegas, memotong ucapan Evans. "Tidak semuanya. Awalnya mungkin begitu, tetapi aku tidak akan pernah berpura-pura dalam hal ini. Aku tidak ingin melibatkanmu lebih jauh, ini sangat sangat berbahaya, kau adalah bagian dari situasi yang tidak di inginkan masuk,"
Evans berdiri, berjalan mendekati jendela dengan tangan dimasukkan ke dalam saku. Ia menatap ke luar, mencoba meredakan emosi yang berkecamuk. "Aku tahu Tuan Marteen bukan pria baik-baik dari dulu, makanya aku Tidka lagi bekerja sama dengannya, tapi aku tidak menyangka kau akan terlibat sejauh ini. Kenapa kau tidak memberitahuku lebih awal?"
Lucy berdiri, mendekatkan diri ke arah Evans. "Karena ini adalah misi tersembunyi, dan aku tidak ingin kau berada dalam bahaya. Semakin banyak yang kau tahu, semakin besar risikomu."
Evans berbalik, menatapnya tajam. "Dan kau pikir aku tidak tau dan tidak bisa melindungiku sendiri maupun melindungimu? Lucy, kau seharusnya tahu aku tidak akan tinggal diam pas aorang-orang terdekatku, sekalipun kamu."
"Aku tahu," jawab Lucy pelan, tatapannya melembut. "Itulah kenapa aku akhirnya memutuskan untuk jujur. Karena aku tahu kau peduli."
Evans menghela napas panjang, lalu kembali duduk di kursinya. "Baiklah. Aku menerima penjelasanmu. Tapi aku ingin satu hal jelas. Mulai sekarang, aku ingin tahu semuanya. Aku tidak mau kau menyembunyikan apapun lagi dariku."
Lucy mengangguk, merasa lega dengan jawaban Evans. "Aku janji. Aku tidak akan menyembunyikan apapun lagi darimu."
Beberapa saat kemudian, Evans memanggil Brandon ke ruang kerjanya. Lucy sudah pergi, memberikan waktu kepada Evans untuk berpikir lebih jauh tentang apa yang telah ia ketahui.
Brandon masuk, membawa laptop dan catatan seperti biasa. "Kau memanggilku, Tuan Dawson ?"
Evans mengangguk, menunjuk kursi di depannya. "Duduk. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan."
Brandon duduk dengan cepat, membuka catatannya. "Ada masalah baru?"
"Bukan masalah baru," jawab Evans sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. "Ini tentang Lucy."
Brandon terlihat terkejut, tetapi ia menahan diri untuk tidak mengajukan pertanyaan lebih jauh.
"Lucy mengaku padaku bahwa dia bekerja untuk sebuah organisasi dibawah naungan Cupid Agency. Dia bilang dia sedang menjalankan misi untuk memantau Tuan Marteen," jelas Evans dengan nada serius.
Brandon membelalakkan matanya. "Itu masuk akal, mengingat bagaimana dia bersikap selama ini. Tapi kenapa dia memberitahumu sekarang?"
"Karena dia merasa dia tidak bisa menyembunyikannya lebih lama lagi," jawab Evans. "Tapi aku ingin memastikan, Brandon. Aku butuh kau mencari tahu lebih dalam tentang agensi ini. Aku ingin tahu sejauh apa mereka terlibat dalam urusan ini."
Brandon mengangguk, lalu bertanya, "Apakah kau curiga Lucy tidak jujur sepenuhnya?"
Evans terdiam sejenak, lalu menjawab, "Bukan itu. Aku hanya ingin memastikan dia tidak dalam bahaya lebih besar dari yang dia pikirkan."
Brandon tersenyum tipis. "Kau benar-benar peduli padanya, ya?"
Evans menatap Brandon dengan serius. "Tentu saja. Dan jika itu berarti aku harus menghadapi resiko yang sama, aku akan melakukannya."
Brandon berdiri, menutup laptopnya. "Baiklah. Aku akan mulai mencari informasi lebih dalam tentang Cupid Agency. Jangan khawatir, aku akan memastikan Lucy tetap aman."
Evans mengangguk pelan. "Terima kasih, Brandon."
Malam itu, Evans merasa lega telah mengetahui kebenaran dari Lucy, meskipun ia tahu tantangan ke depan masih banyak. Namun, ia yakin dengan keputusannya untuk melindungi Lucy, apapun resikonya. Baginya, Lucy bukan hanya seorang wanita misterius, tetapi juga seseorang yang telah mencuri hatinya tanpa ia sadari.