Seseorang itu akan terasa berhaga, manakala dia sudah tak lagi ada.
Jika itu terjadi, hanya sesal yang kau punya.
Karena roda kehidupan akan terus berputar kedepan.
Masa lalu bagai mimpi yang tak bisa terulang.
Menggilas seluruh kenangan, menjadi rindu yang tak berkesudahan.
Jika ketulusan dan keluasan perasaanku tak cukup untuk mengubah perasaanmu, maka biarlah ku mengalah demi mewujudkan kebahagiaanmu bersamanya, kebahagiaan yang telah lama kau impikan. -Stella Marisa William-
Sungguh terlambat bagiku, menyadari betapa berharganya kehadiran mu, mengisi setiap kekosongan perasaanku, mengubah setiap sedihku menjadi tawa bahagia, maaf kan aku yang bodoh, maafkan aku yang telah menyia nyiakan perasaan tulusmu -Alexander Geraldy-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Pagi itu sebelum memulai jam praktek nya, Stella mendatangi pasien pasiennya, kunjungan semacam ini adalah hal yang wajib bagi ia dan rekan rekan sesama dokter, untuk memantau kondisi pasien terkini, dan kini tibalah ia di ruang VVIP, beberapa pria berwajah seram sudah menyambutnya di depan pintu.
Stella hanya melewati mereka, tanpa senyum, hanya anggukan kecil sebagai formalitas.
"Selamat pagi Tuan Sergio?" Sapa Stella, ketika memasuki ruang inap pasien.
Pasien yang disapa justru menatap tajam ke arah anak buahnya, yang tampak diam mengkerut di pojok ruangan, dia lah Gerry, sementara seorang lagi tampak berdiri tegap di samping Abimana.
"Bagaimana perasaan anda hari ini?"
"Buruk,"
Stella mengangguk, "Tapi laporan kesehatan anda menunjukkan yang sebaliknya," dengan tenang Stella membalas ucapan Abimana.
"Andy ... kenapa kamu tidak bilang, kalau dokter yang mengoperasi ku adalah seorang wanita." Sentak Abimana. "Bukankah sudah ku katakan, aku ingin dokter pria, kenapa kamu memilih seorang wanita?" Abimana menatap tajam pria tegap yang berdiri di sampingnya.
Tanpa banyak bicara pria itu membisikkan sesuatu ke telinga Abimana, tak lama Abimana tampak terkejut dan membelalakkan kedua matanya.
"Kamu tidak bohong?"
Pria bernama Andy itu hanya mengangguk seraya mengedipkan matanya.
...✨✨✨...
Sore itu usai kegiatan bersama usai, rasa penasaran Kevin semakin menjadi, kini ia tengah duduk menyendiri di tepi kolam ikan sekolah, ia sedang serius membuka database yang berisi silsilah keluarga Geraldy, silsilah itu di buat sejak delapan belas tahun yang lalu tepatnya ketika keponakan Alex berusia 7 tahun.
Adalah Sony Geraldy Kakek dari Fero dan Kevin, yang mulai resah, karena Fero* Sang cucu perdana, tidak tahu siapa nama kakek buyut nya, jika cucu perdananya saja tidak mengetahui nama kakek buyutnya, bagaimana kelak dengan dengan anak anak Alexander?, karena usia Alex dan kakak perempuannya terpaut cukup jauh, dari sanalah muncul keinginan untuk membuat database khusus yang berisi silsilah keluarga Geraldy.
Beberapa menit lamanya Kevin membuka dan membaca silsilah keluarganya, namun nihil, bahkan berkali kali ia mengulangnya, di sana tidak di jelaskan siapa ibu kandung nya, seperti apa wajahnya, bahkan namanya pun tak ada, kekecewaan jelas tergambar di wajahnya, sejak TK, Kevin selalu bertanya perihal ibunya, namun seperti di komando, semua orang di rumahnya hanya diam membisu, tak ada yang berani bercerita tentang ibunya, bahkan Alex hanya menjawab, 'Suatu saat mommy pasti pulang, karena mommy pasti merindukanmu'.
"Oh ... mom, apa kau tau aku sangat ingin bertemu denganmu, sangat merindukanmu."
Kevin berbisik lirih, menatap kosong pada tablet, yang bahkan tidak menampakkan hasil apapun, orang lain boleh memandangnya sebagai anak sultan yang sudah kaya sejak belum lahir, tapi jiwanya kosong karena tak ada belaian sang mommy.
Tengah sibuk dengan apa yang ada di fikirannya, riba tiba ponselnya berbunyi.
Nama Dimas terpampang di sana.
Dengan malas, Kevin menjawab panggilan video tersebut.
Wajah Dimas memenuhi layar ponselnya, "Hai boy, kok cemberut?
Kevin hanya menggeleng tanpa jawaban.
Dimas yang sudah menganggap Kevin seperti adik nya pun tak tega, "Ceritalah sama om Dimas, kalau om bisa, om pasti bantu."
"Om gak akan bisa bantu, aku tahu itu." pungkas Kevin. "Oh iya ada apa? tumben telepon?"
"Tentu saja Om Dimas ingin tahu kabarmu,"
"Aku baik baik saja om, aku kan sudah besar."
"Iya iya yang sudah besar,"
Dimas lama terdiam, kali ini ia benar benar merasa ada yang aneh, Kevin terlihat muram dan tak ada pendar ceria di matanya. "Boy ... kamu merindukan papi?"
"Buat apa aku rindu papi, kalau sejak kecil yang kulihat hanya wajah papi, aku ingin mommy ..." Kevin meneteskan air mata.
Dimas sungguh merasa tidak tega jika Kevin mulai menanyakan Stella, namun perintah Alex laksana sebuah putusan yang tak dapat di ganggu gugat, hingga Dimas dan Ima tak berani melanggar, pun juga orang tua Alex, Nyonya Melani dan Tuan Sony.
Tapi 14 tahun telah berlalu, dan Stella tak pernah menampakkan diri, jika Dimas tidak mengancam nya, maka Stella pun tak akan memberinya kabar secara sukarela.
"Kev, apa kamu sangat ingin bertemu mommy?" Tanya Dimas, biarlah ini akan menjadi tanggung jawab Dimas jika Alex murka.
"Sangat ingin om, apa om juga tahu, kenapa mom dan papi berpisah?"
Dimas menghembuskan nafas sejenak, "Jika kamu bertanya, kenapa mereka berpisah, itu bukan kapasitas om Dimas untuk menjawab, tapi kalo soal foto Nyonya, om Dimas akan berikan," Setelah berperang dengan hati nuraninya, akhirnya Dimas pun luluh, tentu saja disambut bahagia oleh Kevin, kedua bola matanya nampak berseri bahagia.
"tapi berjanjilah, kamu tidak memberitahukan hal ini pada Bos, ini rahasia kita oke?"
"Janji om, aku akan menjaga rahasia ini baik baik."
"Om akan kirim via Email."
"Makasih om ... " ucap Kevin sebelum mengakhiri panggilannya.
Tak lama sebuah notifikasi masuk ke ponsel Kevin, benar saja email dari Dimas.
Kini nampak jelas di depan matanya, sosok wanita anggun, dengan rambut kecoklatan wajah cantik dan ceria, serta penuh percaya diri, dan sesuatu yang sungguh mengejutkan, "ternyata mommy seorang dokter." gumamnya bangga.
Dari arah berlawanan, Andre, Lucas, Bernard, dan Howie tengah berjalan beriringan menuju lapangan basket, sambil berjalan mereka saling melempar candaan, begitu pun bola basket, mereka lempar kesana kemari saling bergantian menangkap nya.
Ketika tiba giliran Andre menerima bola, Lucas melemparnya dengan tiba tiba, tanpa sempat bersiap Andre mencoba sebisa mungkin menangkap bola nya, namun sayang dia tiba tiba oleng, hingga gagal menangkap bola, bola pun melayang membentur tiang, dan menghantam pundak Kevin yang tengah duduk di sisi kolam, dan ...
Bugh ... Plung ... setelah bola menghantam pundak Kevin, hingga tablet yang ada di tangannya terlempar masuk ke kolam ikan, Kevin sungguh sedang tank ingin menghiraukan suasana di sekitar nya, kini ia kembali muram, bukan karena tablet nya yang rusak karena tenggelam di kolam ikan, melainkan dia harus berhenti memandangi wajah mommy nya, padahal baru beberapa saat lalu ia mengetahui seperti apa wajah mommy nya.
Tanpa sadar Kevin masuk kekolam ikan, kemudian memungut Tablet yang tenggelam di dasar kolam, Andre dan teman temannya sungguh terkejut, mereka pun mendekat, bermaksud meminta maaf dan membantu Kevin keluar dari kolam.
Namun yang terjadi sungguh di luar dugaan, Kevin menatap tajam ke arah empat orang yang seharusnya menjadi teman barunya, kini ia benar benar marah, jika sebelumnya ia tak berniat membahas lebih lanjut tentang keisengan Andre, tapi kali ini karena ulah andre dan teman temannya, ia tak bisa lagi menatap wajah mommy nya, seseorang yang baru saja ia ketahui seperti apa wajah nya, seorang berharga yang entah dimana kini keberadaan nya.
Dengan Sedikit takut dan keraguan Andre mengulurkan tangannya, bermaksud membantu Kevin yang kini basah kuyup bersama Tablet nya.
"Maaf," Andre benar benar merasa bersalah.
Kevin memukul telapak tangan Andre, "Apa kamu tahu, harta karun ku baru saja menghilang, karena ulah mu dan teman temanmu," kini Kevin tengah di kuasai amarah, akibat ketidak sengajaan Andre dan teman temannya.
"Kali ini aku sungguh sungguh, ini tidak sengaja,"
"Aaahhh jadi yang di lapangan basket kemarin kamu sengaja menabrakku, hingga aku terjatuh?"
Demi tuhan Andre tidak menyangka kevin akan semarah ini terhadapnya, akhirnya Andre pun ikut tersulut.
"Hei kenapa kamu jadi emosi gak jelas gini sih, bukannya kemarin di ruang makan kamu juga sengaja membuatku terjungkal?"
Perdebatan itu, semakin panjang dan semakin menarik perhatian orang orang.
.
.
.
.
.
.
.
.
*Fero Delfano Althaf, Keponakan Alex, ada di novel sebelah yah, "menanti cinta Elena", tapi tidak terlalu menonjol, keberadaannya hanya pemanis.