Shiza, murid pindahan yang langsung mencuri perhatian warga sekolah baru. Selain cantik, ia juga cerdas. Karena itu Shiza menjadi objek taruhan beberapa cowok most wanted di sekolah. Selain ketampanan di atas rata-rata para cowok itu juga terlahir kaya. Identitas Shiza yang tidak mereka ketahui dengan benar menjadikan mereka menganggapnya remeh. Tapi bagaimana jika Shiza sengaja terlibat dalam permainan itu dan pada akhirnya memberikan efek sesal yang begitu hebat untuk salah satu cowok most wanted itu. Akankah mereka bertemu lagi setelah perpisahan SMA. Lalu bagaimana perjuangan di masa depan untuk mendapatkan Shiza kembali ?
“Sorry, aku nggak punya perasaan apapun sama kamu. Kita nggak cocok dari segi apapun.” Ryuga Kai Malverick.
“Bermain di atas permainan orang lain itu ternyata menyenangkan.” Shiza Hafla Elshanum
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn rira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepian
Shiza termenung di meja belajarnya setelah kejadian yang menimpa Ryuga. Kini gadis itu malah berpikiran negatif pada dirinya sendiri. Kemarin Candra dan hari ini Ryuga. Gadis yang sudah cantik itu mematung di depan cermin menelisik tiap sudut wajahnya. Kejadian akhir-akhir ini belum pernah Shiza alami. Sesuai yang sudah di janjikan papa Rajendra, mereka akan dinner malam ini. Semangat membumbung tinggi pagi tadi sirna dalam dada Shiza.
"Za, sudah siap?" Mama Adina menatap punggung putrinya dari ambang pintu. Merasa tidak ada sahutan ia membawa langkah untuk masuk ke dalam. "Kenapa ?"
"Ma." Shiza tersentak dari lamunannya.
"Kenapa, masih kepikiran kejadian tadi siang?" Mama Adina menyentuh ke dua pundak putrinya saling mengunci tatap dari kaca hias.
"Iya, kemarin Candra dan hari ini Ryuga. Apa ada yang salah sama aku."
"Nggak." Mama Adina menggeleng pelan. "Yang terjadi bukan gara-gara kamu. Candra deman karena kurang istirahat, dia menemani kamu karena kemauannya. Terus Ryuga mungkin pergerakan refleks dari badannya sendiri."
"Tapi aku ngerasa bersalah, Ma." Shiza memutar tubuhnya lalu melingkarkan kedua tangan pada pinggang sang mama. Membenamkan wajah di tempatnya sebelum terlahir dulu.
"Shiza denger Mama, jangan sering merasa seperti itu selagi kamu nggak meminta langsung. Beda konteks saat kamu minta tolong dan orang itu kenapa-kenapa kamu boleh merasa bersalah. Tapi kamu juga nggak boleh merasa nggak bersalah sama sekali walau pun orang itu menolong tanpa di minta. Jadi, bertanggung jawab dengan benar jangan lupa berterimakasih atas pertolongan yang di minta dan tanpa di minta. Kemarin kita sudah jenguk Candra dan bawa dia ke rumah sakit sebagai bentuk terimakasih dan perasaan tidak nyaman kamu. Nah, sekarang Ryuga yang mengalaminya meski pun kamu tidak memintanya untuk menolong kamu. Karena semua nya itu rasa kemanusiaan sayang. Kamu boleh kok temani Ryuga ke rumah sakit untuk merawat lukanya lebih lanjut sampai sembuh sebagai rasa terimakasih."
"Papa nggak di ajak pelukan."
"Ini Pa, Shiza merasa bersalah karena Ryuga luka di kepala oleh nolong Shiza dari pot jatuh."
"Besok papa temui dia buat ngucapin terimakasih. Papa kasih izin deh buat temenin dia perawatan di rumah sakit. Gimana?"
Shiza mengangguk. "Oke deh, makasih ya Pa, Ma."
"Ayo berangkat keburu malam nanti."
🌷🌷🌷🌷🌷
Di tempat lain, Ryuga memilih pulang ke rumah Dariel. Kepalanya terasa nyeri di bagian yang kena jahit. Pemuda itu berdiri di depan cermin melihat rambutnya yang di cepak sebelah. Sesekali ia meringis merasa denyutan di kepalanya. Ryuga seakan tidak memiliki rumah kemana kakinya ringan melangkah disitu matanya terpejam. Ryuga seperi gelandangan tidak terarah padahal keluarganya kaya raya.
"Makan dulu yuk." Dariel bangkit dari atas kasur.
"Sebentar." Ryuga masih belum puas melihat tampilan wajahnya. "ck, Shiza ilfil nggak ya?" Ucapnya sedikit kesal. "Jelek banget rambut aku."
"Nanti juga panjang."
"Tapi udah nggak rata." Ryuga memutar tubuhnya dari hadapan cermin.
"Potong aja sama rata, nanti tumbuhnya bagus." Usul Dariel ikut memperhatikan rambut sahabatnya itu.
"Denyut lagi." Keluh Ryuga kembali menyugar rambutnya.
"Ayo makan nanti baru minum obat."
Ryuga menuntun langkah mengikuti Dariel keluar dari kamar. Di meja makan, orang tua Dariel sudah menunggu. Seperti biasanya kesibukan apapun mereka selalu memprioritaskan putra satu-satunya.
"Masih sakit, Ryu?" Calandra Elina Auli— Mama Dariel bertanya.
"Masih tante, ini kerasa sekali."
"Cepet makan biar minum obat." Wanita cantik itu memberikan tempat nasi. "Obatnya ada 'kan?"
"Ada, dari sekolah besok baru kontrol ke rumah sakit."
"Lain kali hati-hati." Seru Papa Bumi Dylan Azkara
"Iya Om."
Makan malam itu dibersamai bincang-bincang ringan. Sejujurnya Ryuga merindukan kebersamaan ini dengan orang tuanya tapi sayangnya rindu dan keinginan yang tersimpan itu entah kapan terjadi. Orang tua Ryuga begitu sibuk bekerja sampai lepas perhatian dengan putra tunggalnya. Sudah sering membahas masalah ini, tapi jawaban yang di terima Ryuga adalah. 'Semua ini untuk masa depan kamu nanti' Tidak menampik perkataan itu benar. Tapi bolehkah Ryuga berharap perhatian ? Merasa lelah tinggal bersama para ART di kediaman mewahnya. Ryuga memilih tinggal di apartemen. Setidaknya ruang lingkupnya tidak terlalu besar dan Ryuga tidak merasa kesepian.
Usai makan malam, Ryuga dan Dariel memilih duduk di balkon kamar. Menikmati udara malam. Di dinding langit bulang tergantung separuh, di sekelilingnya banyak bintang bertaburan. Namun selepas itu semua, bulan akan tertinggal sendirian sampai pagi. Seperti itu lah Ryuga. Bersama teman dan uang. Pada akhirnya ia akan sendiri dan kesepian.
Tarikan nafas panjang itu menandakan Ryuga sedang berusaha merobek sesak yang menggulung didada apabila malam menyapa. Kerinduan semakin berlipat ganda yang tidak menemukan ujungnya selalu menumpuk tanpa nyata. Pemuda itu mendaratkan tubuh di kursi sementara Dariel memilih memainkan musik instrumental, sangat cocok mengiring suasana hati Ryuga. Mereka hanya saling diam menikmati alunan nada dari petikan gitar. Melodinya menyatu ke dalam sanubari mentransfer berbagai afeksi. Malam ini tidak ada Ryuga yang tengil dan suka tantrum.
🌷🌷🌷🌷🌷
Candra sedang duduk bersama keluarganya di ruang tengah rumah mereka. Selepas makan malam mereka berkumpul disana membahas banyak hal untuk masa depan. Di pangkuan Candra adiknya berbaring manja memainkan ponsel miliknya. Sementara di sisinya ada sang ibu yang mengeluarkan obat dari bungkusnya untuk di minum oleh Candra.
"Kamu nggak usah ke pasar dulu tunggu sembuh total saja." Umar—ayah Candra bersuara. Sambil mencatat kiloan ikan yang akan di belinya.
"Besok malam sudah bisa kok Pak." Sahut Candra menoleh.
"Jangan ngeyel, lihat kemarin sampai sakit gitu." Omel ibu Niken menyerahkan butiran obat
Candra terkekeh. "Aku harus bantu bapak biar bisa kuliah dan Narin mau masuk SMP."
"Ibu ngerti, nanti kalau sudah sembuh kamu bisa bantu bapak lagi. Sekarang minum obat sama vitaminnya."
"Besok aku sudah bisa sekolah." Candra tidak menyinggung kejadian disekolah tentang Ryuga kejatuhan pot. "Aku ke kamar dulu ya Bu."
"Biar bapak yang gendong adikmu."
Pak Umar berdiri lalu menyusupkan tangannya di bawa tubuh Narin yang tertidur. "Sana kamu istirahat, besok sekolahnya bapak antar saja jangan naik sepeda."
Candra mengangguk lalu menyeret langkah ke dalam kamar. Sambil menunggu kantuk datang ia membuka aplikasi hijau di ponselnya. Melihat pembaharuan status ia penasaran apa yang di posting Shiza disana. Setelah melihatnya. Jari-jarinya tergerak mengirim deretan kalimat.
Dinner ya
Tidak lama pesan chat itu terbaca. Candra membawa tubuhnya bersandar menunggu pesan di ketik disana.
Iya, gimana keadaan kamu
Candra tersenyum sambil menyentuh abjad di keyboard benda pipih miliknya. Mengobrol dengan Shiza memang menyenangkan.
Sudah membaik besok sudah bisa sekolah, gimana hari ini?
Candra tersentak nyaris saja ponsel itu jatuh ke lantai saking kagetnya benda pipih itu bergetar karena panggilan masuk. "Iya Shiza."
"Candra." Suara nafas terdengar di seberang sana. "Aku takut banget tadi liat Ryu berdarah. Aku nggak nyangka di refleks meluk aku dan kejatuhan pot."
Candra tersenyum tipis seolah senyum itu terlihat oleh Shiza. "Terus udah tahu penyebab pot itu bisa jatuh?"
"Belum, katanya Chio masih cari tahu. Aku kasian liat Ryu sampai di jahit kepala nya."
"Ryu kuat kok." Candra terkekeh. "Kapan belajar naik sepeda nya?"
"Sembuh dulu Candra."
"Sudah sembuh Neng." Candra membawa tubuhnya berbaring efek obat yang diminumnya sudah terasa. Suara menguapnya juga terdengar.
"Kamu ngantuk ya, tidur gih."
"Banget, efek obat." Suara Candra melemah.
"Aku matiin telponnya."