Trisya selama ini tinggal di Luar Negri. Dia harus kembali pulang ke Indonesia atas perintah ibunya. Ibunya khawatir dengan perusahaan yang dikuasai ibu tirinya. Hal itu membuat Trisya mau tidak mau harus bergerak cepat untuk mengambil alih Perusahaan.
Tetapi ternyata memasuki Perusahaan tidak mudah bagi Trisya. Trisya harus memulai semua dari nol dan bahkan untuk mendapatkan ahli waris perusahaan mengharuskan dia untuk menikah.
Trisya dihadapkan dengan laki-laki kepercayaan dari kakeknya yang memiliki jabatan cukup tinggi di Perusahaan. Pria yang bernama Devan yang selalu membanggakan atas pencapaian segala usaha kerja keras dari nol.
Siapa sangka mereka berdua dari latar belakang yang berbeda dan sifat yang berbeda disatukan dalam pernikahan. Devan yang percaya diri meni Trisya yang dia anggap hanya gadis biasa.
Bagaimana kehidupan Pernikahan Trisya dan Devan dengan konflik status sosial yang tidak setara? apakah itu berpengaruh dengan pernikahan mereka?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13 Sangat Berbeda
Devan dan Trisya sekarang sedang menikmati makanan yang telah disajikan keluarga Devan.
Mereka duduk lesehan yang beralaskan tikar dengan meja yang panjang di tengah mereka. Banyak sekali menu makanan yang disiapkan dan pasti menu makanan kampung yang mungkin harus bersosialisasi dengan lidah Trisya.
Trisya masih terlihat sangat bengong yang sejak tadi kepalanya tidak henti melihat ke sana kemari. Dia tampak jelas kurang nyaman berada dalam situasi itu.
Bagaimana tidak orang-orang dewasa memenuhi meja makan itu untuk menikmati makanan yang disiapkan dan sementara anak-anak yang lain yang pasti keponakan Devan yang bermain ke sana kemari dengan suara yang nyaring dan ada juga ibunya yang mengasuh anaknya.
Belum lagi suara bayi juga terdengar menangis yang sekarang diayun sang Ibu sembari menonton televisi. Dalam kehidupan Trisya tidak pernah dihadapkan dengan situasi Itu dan mungkin tidak pernah melihat orang-orang seperti itu.
Memang seperti itu mayoritasnya kehidupan di desa dengan orang-orang yang penuh dengan keluarga dan tidak cuek seperti di keluarga Trisya.
"Trisya kamu harus mencicipi makanan khas desa ini," Trisya tersentak kaget saat ibu Devan menegurnya.
"I-iya,Tante," jawab Trisya gugup dengan menghela nafas.
"Jangan panggil Tante lagi, Kak. Kakak akan menikah dengan kak Devan. Jadi panggil saja Ibu saja, seperti kak Devan memanggil Ibu dan sama halnya dengan kami semua yang ada di sini," sahut Mia adik pertama Devan
"Benar, Kak. Panggil Ibu saja. Kakak sudah dianggap anak di keluarga ini!" sahut Dava adik bungsu Devan juga ikut menambah
"Kalian jangan membuat Trisya malu. Nanti saja kalau sudah menikah, baru Trisya memanggil itu," sahut Devan yang tersenyum geleng-geleng.
"Sudah-sudah. Jangan ribut lagi dan sekarang ayo Trisya kamu makan, jangan kamu dengarkan apa" sahut Ibu Devan.
Trisya hanya mengangguk saja dengan matanya yang melihat ke arah menu makanan yang memang bervariasi.
Devan yang langsung ambil alih mengambilkan nasi ke dalam piring Trisya dan juga memasukkan lauk yang banyak.
Seperti biasa Devan selalu beranggapan jika calon istrinya itu tidak pernah makan seperti itu. Jadi seolah ingin membahagiakan Trisya dengan semua makanan itu.
"Kamu harus makan yang banyak," ucap Devan yang membuat Trisya hanya mengangguk saja yang sudah merasa ngeri dengan makanan yang di piringnya yang sangat penuh.
Trisya juga melihat piring-piring saudara Devan dengan makanan yang sangat banyak sekali seperti makanan kuli yang sangat memenuhi piring yang membentuk gunung. Apa makan seperti itu akan habis?
"Kamu jangan malu-malu ya, Nak. Kamu harus makan dan percayalah ketika kamu menikah dengan Devan. Nasib kamu akan berubah. Kamu akan sering makan, makanan seperti ini," ucap Ibu Devan dengan suara dan tatapan mata yang tampak begitu kasihan sekali.
"Benar, Kak. Kakak jangan pernah khawatir. Kami tidak pernah pelit dengan makanan dan pasti setelah Kakak menikah dengan Kak Devan, berat badan kakak pasti akan naik," sahut Mia yang tidak kalah menatap dengan kasihan.
"Apa yang sudah dia ceritakan kepada keluarganya mengenai aku," batin Trisya yang terlihat sangat pasrah dalam situasi itu.
Trisya hanya mencoba untuk berbaur dengan keluarga Devan yang mulai makan dan walau dia tidak tahu apakah dia bisa menghabiskan makanan itu atau tidak.
"Trisya kamu termasuk orang yang sangat beruntung sekali mendapatkan adik kami ini. Selain dia sangat tampan dan menjadi idola wanita-wanita di Jakarta. Dia juga pria mapan dan sangat bertanggung jawab pada keluarganya. Asetnya sangat banyak di desa ini dan juga di Jakarta dan pasti tabungannya sudah menumpuk. Kamu harus setiap hari bersyukur karena dipertemukan laki-laki seperti ini yang akan mengangkat derajat kamu," ucap Astri dengan menepuk bahu Devan yang membanggakan adiknya itu.
Trisya hanya mengangguk-angguk dengan tersenyum terpaksa yang terserahlah keluarganya Mau mengatakan apa. Trisya tidak perlu heran kenapa Devan seperti itu yang memang keturunan mereka semua tertulis untuk yang sangat suka memuji diri sendiri.
"Kakak jangan terlalu memujiku seperti itu. Semua yang aku raih sampai detik ini karena doa-doa keluargaku. Kalian semua adalah orang yang di belakangku yang membuatku sukses seperti ini," sahut Devan yang tumben-tumbennya merendah.
"Kamu memang sangat luar biasa Devan. Abang bangga pada kamu," sahut Defri.
Suasana di meja makan sekarang berubah menjadi haru dengan ungkapan perasaan keluarga itu kepada Devan. Trisya hanya mengikuti alur saja dan tidak tahu mau merespon seperti apa. Dia salat terjebak dalam keluarga Devan.
***
Devan dan Trisya berada di bawah pohon yang ada bangku di sana dengan mereka berdua yang duduk untuk menikmati suasana di desa tersebut. Walau matahari begitu terik tetapi tetap saja terasa sangat sejuk.
"Ini!" Devan yang memberikan es krim untuk Trisya.
Trisya mengambilnya dengan penuh keraguan. Eskrim dengan bungkus plastik yang terdapat gambar semangka.
"Ya. Ampun jadi untuk es krim seperti itu aja dia tidak pernah memakannya. Apa dia memiliki masa kecil yang tidak bahagia dan tidak merasakan hal yang seperti aku rasakan," batin Devan lagi-lagi sangat kasihan pada Trisya karena melihat bagaimana ekspresi Trisya.
"Makanan apa lagi ini. Lama-lama lambung ku bisa bocor menerima makanan yang sama sekali tidak pernah aku lihat. Dari bentuknya saja ini sudah dipenuhi dengan sari gula dan pewarna," batin Trisya yang hanya menghela nafas dan memilih untuk tidak memakannya.
"Makanlah, Trisya, nanti meleleh!" ucap Devan.
"Apa kamu tidak pernah memakan es krim seperti itu?" tanya Devan memastikan.
Trisya menganggukkan kepala yang memang jujur apa adanya.
"Ternyata benar, masa kecilnya tidak seberuntung aku," batin Devan semakin kasihan.
"Trisya. Jika nanti kita sudah menikah, kamu boleh memakan es krim sebanyak apapun yang kamu mau dan aku akan memperkenalkan kepada kamu rasa-rasa yang sangat enak-enak," ucap Devan itu sangat serius dengan tatapan meyakinkan yang berjanji pada calon istrinya itu.
Trisya hanya diam dengan ekspresi pasrah yang tidak tahu harus menanggapi seperti apa
"Nanti saja. Aku ingin membicarakan pernikahan kita," sahut Trisya yang kali ini bisa menolak.
"Baiklah kamu ingin mengatakan apa?" tanya Devan.
"Kita akan menikah dan persiapan pernikahannya....."
"Untuk persiapan pernikahan, kamu jangan khawatir. Keluargaku akan menyiapkan semuanya. Kamu tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun atau kita harus patung-patungan untuk pernikahan kita. Biar ini akan menjadi tanggung jawabku," Devan yang memotong pembicaraan Trisya yang penuh kelengkapan penjelasan.
"Apa maksud kamu, kita akan menikah di sini?" tanya Trisya dengan ekspresi dan perasaan yang tidak enak.
"Ini lebih baik dan agar kamu juga tidak repot. Memang pernikahan di desa jauh lebih murah daripada di Jakarta. Tetapi suasana dan temanya bisa disamakan dengan Jakarta. Jadi kamu tidak perlu khawatir dan aku akan membuat pernikahan seperti impian-impian pada wanita di zaman sekarang ini," ucap Devan dengan menyakinkan Trisya.
"Devan! Apa tidak sebaiknya dilakukan di Jakarta saja. Keluargaku ini juga ada di Jakarta," ucap Trisya.
"Aku sangat paham apa yang kamu pikirkan. Kamu pasti akan mempermasalahkan transportasi keluarga kamu untuk ke desaku dan pasti membutuhkan biaya yang cukup banyak. Kamu jangan mengkhawatirkan hal itu. Aku akan mengurus biaya transportasi keluarga kamu," ucap Devan.
Bersambung....
mungkin nenek sudah tenang karena perusahaan itu sudah di pegang oleh Trisya, karena itu dia tenang meninggalkan dunia ini
sama² punya tingkat kepedean yg sangat luar biasa tinggi