"Kamu tahu arti namaku?" Ucap Acel saat mereka duduk di pinggir pantai menikmati matahari tenggelam sore itu sembilan tahun yang lalu.
"Langit senja. Akash berarti langit yang menggambarkan keindahan langit senja." jawab Zea yang membuat Acel terkejut tak menyangka kekasihnya itu tahu arti namanya.
"Secinta itukah kamu padaku, sampai sampai kamu mencari arti namaku?"
"Hmm."
Acel tersenyum senang, menyentuh wajah lembut itu dan membelai rambut panjangnya. "Terimakasih karena sudah mencintaiku, sayang. Perjuanganku untuk membuat kamu mencintaiku tidak sia sia."
Air mata menetes dari pelupuk mata Zea kala mengingat kembali masa masa indah itu. Masa yang tidak akan pernah terulang lagi. Masa yang kini hanya menjadi kenangan yang mungkin hanya dirinya sendiri yang mengingatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Liontin usang
Begitu mobil berhenti di depan rumah megah nan besar itu, Lui turun lebih dulu membukakan pintu mobil untuk Zea, sementara Acel membuka pintunya sendiri dan langsung masuk ke rumah tampa menghiraukan Zea yang malah terdiam mematung melihat keindahan rumah yang menurutnya lebih tepat disebut istana.
"Nona, mari masuk!" ajak Lui membuyarkan lamunan Zea.
Dia melangkah mengekor dibelakang Lui yang menarik koper ukuran sedang miliknya berisi pakaiannya yang tadi di jemput ke apartemen Lia sebelum menuju ke rumah utama.
Langkah Lui berhenti begitu tiba di ruang makan rumah itu, dimana semua anggota keluarga sudah duduk menunggu kedatangan anggota baru keluarga mereka.
"Zea, sini duduk di samping suamimu!" seru Dandi menyapa dengan ramah.
Zea tersenyum menanggapi sapaan ramah itu, kemudian matanya melirik pada Acel yang sama sekali tidak peduli padanya. Sementara mata mata yang lain menatap sinis padanya, kecuali Raka yang malah berinisiatif menghampiri istri sepupunya itu.
"Zea, selamat datang di rumah utama. Ayo, kita sarapan bersama."
Sebelum menjawab sapaan Raka, Zea kembali melirik pada Acel yang tidak bergeming sama sekali.
"Ayo Zea..."
Zea ikut melangkah beriringan dengan Raka dan Raka bahkan sampai mengantar Zea untuk duduk di kursi kosong tepat disamping Acel.
"Ini Raka sama Zea yang lebih seperti pengantin baru loh. Raka begitu perhatian sama Zea." celetuk Dandi sengaja ingin membuat Acel cemburu.
"Om jangan ngomong gitu lah, Zea kan istrinya kak Acel, sudah tentu pasti aku harus perhatian." jawab Raka cepat, takut Acel benar benar cemburu, namun nyatanya Acel malah sibuk sendiri dan tidak memperlihatkan reaksi cemburu sedikitpun.
"Berhubung sudah datang semua, sebaiknya sarapannya kita mulai aja. Aku sudah sangat lapar." celetuk Dania.
Semua orang pun mulai sarapan dengan nyaman seperti seharusnya, walau pada kenyataannya Alia sangat tidak suka dengan keberadaan Zea ditengah tengah keluarga besar Sandrio. Tapi, tentu saja dia tidak akan memperlihatkan rasa tidak sukanya pada Zea dihadapan Acel dan anggota keluarga lainnya, bisa gawat kalau mereka sampai tahu kenyataan dirinya yang sudah tidak menyukai Zea sejak awal.
Selesi Sarapan, diruang depan, Randi, Dandi, Raka dan Acel berbincang santai membahas seputar dunia bisnis. Sementara Dania begitu asik ngobrol dengan Amel, membahas tentang perkembangan rumah singgah. Dan Alia sendiri sengaja membawa Zea ke rumah kaca yang ada di taman belakang.
"Kamu tahu kan nama tempat ini?"
"Ini rumah kaca kan, Ma." jawab Zea ragu.
"Ma?! Hahaha..."
Cuihhh...
"Jangan pernah memanggil saya begitu. Itu sangat menjijikkan seperti kotoran saat kata itu keluar dari mulut kamu."
"Maafkan saya, Nyonya." Zea memutuskan mengalah dan tidak membantah demi menghindari pertengkaran dengan wanita tua yang kini telah menjadi mertuanya.
"Bagus. Kamu makin pintar saja setelah saya kirim ke Negara antah berantah. Untung kamu sudah pintar, kalau masih bodoh juga, berarti kamu mau dikirim ke tempat yang lebih jauh lagi dari sebelumnya."
"Sungguh maafkan saya, Nyonya. Saya tidak akan membuat Nyonya merasa kesal atau pun tidak nyaman dengan keberadaan saya."
Alia mengerutkan keningnya bingung dengan perubahan Zea yang dulunya seorang gadis sombong dan keras kepala. Kini justru berbanding terbalik, Zea menjadi sangat patuh dan terlihat mudah dikendalikan.
"Apa kamu mengerti mengapa Acel menikahi wanita murahan seperti kamu?"
"Tuan muda Akash menikahi saya karena harus menjadikan Sky grup sebagai miliknya, sesuai yang tertulis dalam surat wasiat Tuan besar Burhan."
"Pintar. Kamu benar benar pintar. Apa jangan jangan kamu juga sudah tau bahwa kamu tidak lebih dari sekedar batu loncatan buat Acel?"
"Iya, saya sangat tahu itu, Nyonya. Maafkan saya karena membuat Nyonya tidak nyaman."
"No, no... selama kamu tahu dimana tempatmu, maka saya bisa mempertimbangkan untuk memperlakukan kamu seperti apa dikemudian hari."
"Terimakasih Nyonya."
Zea menundukkan kepalanya berpura pura patuh pada wanita jahat itu.
"Aku harus bertahan sedikit lebih lama. Ada yang ingin aku pastikan." gumamnya dalam hati sambil menggenggam erat liontin berbentuk hati yang beberapa saat lalu dia pungut dari salah satu pot bunga di rumah kaca.
Liontin itu terlihat mirip dengan liontin milik Bunda nya. Lalu, mengapa bisa berada di rumah kaca kediaman keluarga Sandrio? Padahal, seingat Zea baik Bunda atau Ayahnya tidak punya urusan apapun dengan keluarga Sandrio.
.
.
.
"Ma, Zea mana?" tanya Acel yang baru hendak mencari Zea setelah selesai berbincang dengan sepupu dan Om nya.
"Hah, setelah berjam jam baru ingat istri nih ceritanya?" Ledek Alia sambil mencubit pipi Acel.
"Mama tau dia dimana?"
"Zea di rumah kaca. Tadi mama yang ngajak dia kesana."
"Sekarang masih disana?"
"Iya, masih ingin menikmati suasana sejuk dirumah kaca katanya."
"Ya udah aku susul dulu ya, Ma."
"Mmm, susul sana. Kasian dia sejak tiba di sini kamu cuekin."
Acel tersenyum saja menanggapi celoteh Mamanya yang dia pikir Mamanya lah satu satunya yang lebih dulu memaafkan pengkhiatan yang dulu pernah dilakukan Zea.
Langkah kaki Acel yang tadinya begitu besar dan cepat tiba tiba melambat saat dia mendapati Raka yang sudah lebih dulu tiba di rumah kaca. Kedatangan Raka membuat Zea tersenyum senang dan itu terlihat jelas olehnya.
"Kamu suka tanaman juga?" tanya Raka pada Zea yang sedang membersihkan daun busuk di pot semen pohon bonsai.
"Dulu, didepan rumah ada pohon bonsai yang sudah besar dan rindang. Ayah membuatkan kursi kayu tepat dibawahnya untuk dijadikan tempat bersantai, ngobrol saat Ayah sama Bunda sedang senggang." tuturnya.
"Apa sekarang pohonnya masih ada di depan rumah kamu?"
"Udah gak ada. Rumah itu sudah dijual dan sudah dibangun pabrik sepatu ditanah itu."
Raka terdiam, merasa tidak enak karena mungkin telah menanyakan pertanyaan yang tidak seharusnya.
"Aduh!"
Teriakan tertahan Zea membuat Raka dan Acel khawatir. Acel bahkan hampir berlari kearah Zea, jika saja Raka tidak lebih dulu meraih pergelangan tangan Zea dan menyentuh jari telunjuk Zea yang sedikit mengeluarkan darah segar.
"Maaf, Kak." dengan cepat Zea menarik tangannya dari genggaman Raka.
"Kamu kok bisa sampai luka?"
"Aku gak sengaja nyentuh pecahan cangkang siput. Tapi, ini bukan luka yang serius, hanya sedikit tergores." jawab Zea sambil mengalihkan pandangannya keberbagai arah sampai akhirnya pandangan itu berhenti tepat pada sosok yang berdiri tegap dengan raut wajah menakutkan.
"Tu- Kak Acel!"
Raka langsung menoleh kearah depan dan melihat Acel berdiri disana. "Kak, jangan salah paham. Aku hanya menemani Zea yang sendirian di rumah kaca." jelas Raka yang langsung mendekati Acel tapi malah tak dihiraukan, karena Acel langsung melangkah mendekati Zea.
"Ikut aku!"
Tanpa aba aba Acel menarik paksa Zea untuk ikut bersamannya. Langkah Acel begitu tergesa gesa hingga membuat Zea beberapa kali hampir jatuh.
"Cel, jangan seret Zea seperti itu, nak. Kasian Zea hampir jatuh loh!" Seru Alia yang tak dihiraukan Acel sama sekali.
"Mama kok bisa sih memaafkan wanita murahan itu? Dia sudah mengkhianati Kakak loh, Ma. Bukan hanya itu, dia bahkan sampai hamil dengan selingkuhannya itu. Lagi pula, dia itu gak selevel sama keluarga kita, Ma." Ujar Amel kesal.
"Mama hanya sekedar mencoba menghormati keputusan Kakak kamu. Walau bagaimanapun, Zea juga berguna buat Kakakmu untuk bisa menjadi pimpinan Sky grup, kan? Karena itu, ini bentuk ucapan terimakasih Mama sama dia."
"Ya, harus gitu dong. Situ kan juga gembel waktu mas David bawa ke rumah ini. Sekarang, sudah jadi Nyonya besar pemilik rumah utama lagi." Sindir Dania yang membuat Alia tersenyum saja.
Dandi sendiri begitu menikmati berbagai pertunjukan drama baru keluarga Sandrio. Dia memang selama ini menjadi pengamat yang menikmati semua sajian yang terhidang, kemudian secara perlahan dan diam diam dia menaburkan berbagai macam topping pada sajian sajian itu agar lebih menarik.