Apa yang kau harapkan dari seseorang yang pergi tanpa pamit?Tidak menyangka Naura bertemu kembali dengan sang mantan suami. Ardan,
saat anaknya menceritakan seorang pria baik yang ia kenal. Namun, di balik kemarahannya pada Ardan, ada perasaan yang sulit di mengerti oleh Naura.
memutuskan untuk menghilang tetapi takdir selalu mempertemukan. Meski masih tidak suka dengan kelakuan Ardan. Rasa bersalah yang di tunjukkan Ardan, membuat Naura mencoba memaafkan kembali.
Dan Ardan juga mencari tahu alasan pergi tanpa pamit yang di lakukan oleh Naura.
Ketika keduanya sudah mendapatkan jawabannya. Apakah dunia akan setuju bahwa itu adalah hal yang tepat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ylfrna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ia Pun Kebingungan
Ardan di suruh masuk, kini. Hanya tinggal mereka bertiga. Dokter lelaki itu tersenyum kepada Ardan.
"Ardan Cakrawangsa? Lelaki muda yang berhasil dalam mengelola bisnisnya" ucap Dokter tersebut
"Tetapi kenapa tidak bisa menjaga istri sendiri? Baru kali ini, saya menangani pasien dengan status orang kaya, tetapi kelaparan"
Ardan terdiam sembari melihat ke arah Naura yang belum membuka matanya. Di tangan kirinya, infus sedang mengalir.
"Istri anda tidak kuat menahan rasa lapar, kau tahu rasa lapar itu dapat menyebabkan gangguan psikologis seperti stres, kecemasan, dan perubahan mood. Hal ini disebabkan oleh perubahan hormon dan metabolisme yang tidak seimbang."
"Oleh karena itu, penting untuk mengadopsi pola makan yang seimbang, beberapa hari ini Naura akan di rawat dulu" Kemudian dokter itu meninggalkan Ardan yang tidak memberikan perlawanan.
Ardan memandangi Naura cukup lama. Beberapa saat kemudian ia meminta Naura di pindahkan ke kamar Vip.
Pihak rumah sakit langsung menyetujuinya.
Malam itu juga Naura di pindahkan,
Di dalam kamar berukuran luas tersebut, Ardan merebahkan badannya di ranjang sebelah. Ardan memiringkan posisinya lalu menatap Naura yang masih tidur.
Dari masuk rumah sakit sampai jam sepuluh pagi, Naura baru membuka matanya. Naura melihat ke sekeliling. Tangannya di infus, ia juga mengenakan pakain rumah sakit.
Naura sendirian, Ardan sudah kembali ke kantor.
Naura tersenyum lega, ini waktunya ia kabur dari belenggu Ardan. Naura menarik infus secara paksa sehingga tangannya terluka.
Sebelum keluar, Naura mengintip dari celah pintu.
Ternyata, di depan pintu kamar. Ada dua orang lelaki berbadan kekar. Tentu saja mereka bawahan Ardan.
Naura mengelilingi tempat itu entah berapa kali. Tenaganya sudah pulih, dan kabur saat ini adalah pilihan terbaik. Tiba-tiba Naura mendapatkan sebuah ide. Naura membuka cincin kawinnya lalu menyembunyikan di dalam kantong.
"Kalian berdua bisa membantuku?" tanya Naura,
Kedua lelaki itu saling berpandangan, pesan Ardan mereka tidak boleh meninggalkanan tempat ini sedetik pun
"Kenapa non Naura? Apa ada yang sakit?"
"Tidak, tetapi cincin nikahku jatuh di toilet, aku takut Ardan akan mencekikku jika itu hilang" Naura menunjukkan jari manisnya yang sudah kosong
"Tapi non"
"Please kali ini bantu aku, kalian tahu sendiri bagaimana sifat Ardan. Aku ingin mencarinya sendiri, tiba-tiba kepalaku pusing karena berjongkok terlalu lama"
"Baiklah kami bantu untuk mencarinya!"
"Terimakasih, kalau begitu aku hanya menunggu di ranjangku!"
"Iya, silahkan non Naura tidur"
Naura mengangguk sembari tersenyum, untuk menghilangkan kecurigaan, Naura lebih dulu merebahkan badan.
Ketika dua orang itu masuk ke toilet, Naura mengambil langkah cepat. Naura berlari keluar dan menuju lift.
Salah satu dari mereka mendengar pintu terbuka, ia melihat keluar dan Naura sudah kabur.
"Diky, Istri tuan kabur" teriaknya dan ketika ia keluar dari kamar. Sekilas dia melihat pintu lift baru tertutup
Ardan, sedang di perjalanan menuju rumah sakit. Tiba-tiba mendapatkan telepon dari Diky, bahwa Naura kabur. Ardan tersenyum jahat.
Sialan!!
Gumamnya sembari melonggarkan dasi yang terasa mencekik
"Lebih cepat lagi" suruh Ardan kepada sekretarisnya
Naura bernafas lega, ketika ia berhasil keluar dari rumah sakit. Naura terlihat seperti orang stres. Rambut panjangnya terurai bebas, dan ia berlari dengan bertelanjang kaki.
Naura mempercepat langkah kakinya. Namun, tiba-tiba
Ardan melihat Naura. "Berhenti" suruhnya lalu keluar.
Naura mengatur nafas, kepalanya tertunduk lelah. Saat ia mendongakkan kepala. Di depannya, Ardan sedang berdiri berkacak pinggang.
Naura benar-benar panik saat ini. Ardan menarik lengan Naura dengan kasar. Lalu mendorong Naura masuk ke dalam mobil
"Kalian dua orang yang payah, sekarang kembali ke kantor. Lihat, apa yang akan saya lakukan nanti!" ucap Ardan, ketika mendapatkan panggilan telepon dari Diky
"Karena ulah kau, dua orang itu yang akan menanggungnya!" kata Ardan dengan nada membentak.
Naura saat ini benar-benar ketakutan. Ardan terlihat berang. Mungkin, dia akan lebih kejam mengurung Naura nantinya.
Mereka kembali ke rumah, sekretarisnya di suruh kembali ke kantor. Ardan tidak ada belas kasih. Ia menarik Naura secara brutal.
Ketika sampai di ruang tengah, Naura langsung berlutut, memohon kepada Ardan
"Aku mohon, aku mohon, jangan sakiti aku!"
"Aku mohon Ardan, aku hanya ingin pulang ke rumah orang tuaku, aku merindukan ayahku!"
"Sudah terlambat permohonan maaf itu. Kau lupa, mereka telah menjual anaknya. Jadi apa yang kau rindukan dari dia!"
"Ardan, silahkan ambil harta yang kau berikan kepada ayahku, aku hanya ingin pulang" pinta Naura berderai air mata
Ardan berjongkok lalu mencekal lengan Naura "Kau memintanya sudah terlambat, apa kau pura-pura sakit demi bisa kabur dari saya?"
"_Sampai kapan pun, kau akan tetap berada di rumah ini. Bahkan ketika saya membawa seorang istri ke rumah ini!"
"Seorang pembantu berani melarikan diri? Sekarang kau tanggung risikonya" Ancam Ardan, wajah berangnya sangat menakutkan
Naura meringis kesakitan, lengannya yang kurus, terlalu sakit jika di tekan sekeras itu.
Naura menatap Ardan dengan tatapan belas kasih "Sakit, lenganku sakit!"
Melihat mata sendu itu, perlahan Ardan mengurangi tekanannya. Untuk pertama kali, Ardan melihat raut ketakutan di wajah Naura.
Ardan mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia juga melihat punggung tangan Naura masih mengeluarkan darah. Akibat infus yang ia cabut secara paksa.
"Aku tidak akan kabur lagi, aku tidak akan berulah lagi, tapi tolong jangan sakiti aku" pinta Naura
"Masuk kamar" suruh Ardan, nada suaranya mulai melemah
Naura bangkit dan bergegas ke lantai dua. Setidaknya hari ini ia perlu menyelamatkan diri dahulu.
Ardan memandangi Naura ketika menaiki anak tangga. Rasa bersalah kembali muncul di hatinya. Saat bersamanya, Naura semakin hari semakin kurus.
Ardan meninggalkan rumah, Ardan pergi ke apotek untuk membelikan Naura obat. Bahkan ia juga mampir ke supermarket untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga.
Apa yang sedang kau lakukan Ardan? Gumamnya ketika melihat barang belanjaan tersebut
Saat tiba di rumah, Ardan langsung menuju kamar. Saat pintu di buka, Naura sedang tidur, pakainnya sudah di ganti. Ardan mendekat dan melihat lengan Naura memar akibatnya cengkeramnya yang terlalu keras.
Ardan melihat punggung tangan Naura masih berdarah, ia mengobati luka tersebut. Perasaan bersalah itu kembali muncul.
Naura membuka mata dan langsung tersentak kaget
"Jangan sakiti aku!" pinta Naura ketakutan, Ardan beranjak dan menjauh dari Naura. Ia melihat sorot mata yang sangat ketakutan.
"Ardan aku ingin pulang" permintaan Naura sungguh-sungguh
"Lunasi hutang keluargamu, setelah itu silahkan pergi" tutur Ardan, kemudian meninggalkan Naura
Ardan memijit pangkal hidungnya. Ia melihat Naura seperti seseorang yang memiliki trauma, Setelah menyiksa Naura, ia pun kebingungan menghadapi sorot mata itu.
siapa yg mo daftar lagi masih dibuka nih😌