NovelToon NovelToon
Feathers

Feathers

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Cinta Beda Dunia / Iblis / Dunia Lain
Popularitas:501
Nilai: 5
Nama Author: Mochapeppermint

Mereka bilang aku adalah benih malaikat. Asalkan benih di dalam tubuhku masih utuh, aku akan menjadi malaikat pelindung suatu hari nanti, setelah aku mati. Tapi yang tidak aku tahu adalah bahaya mengancam dari sisi manapun. Baik dunia bawah dan dunia atas sama-sama ingin membunuhku. Mempertahankan benih itu semakin lama membuatku mempertanyakan hati nuraniku.

Bisakah aku tetap mempertahankan benih itu? Atau aku akan membiarkan dia mengkontaminasiku, asal aku bisa menyentuhnya?

Peringatan Penting: Novel ini bisa disebut novel romansa gelap. Harap bijak dalam membaca.
Seluruh cerita di dalam novel ini hanya fiksi, sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mochapeppermint, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13 The Fallen

The Fallen

Yang aku lihat hanyalah merah. Seluruh tubuhku panas seolah ada api yang menjalariku. Membakarku dari dalam keluar. Kemarahan mulai merasukku, seolah pori-poriku menyedot seluruh kemarahan yang ada di dunia ini. Menelanku. Mencekikku. Aku tidak bisa melihat apapun kecuali gadis itu berada dipelukkan orang lain.

Aku ingin berteriak, menerjang, bahkan-

Aku hampir kehilangan akal, tapi melihat tangan itu menyentuh Amy membuatku ingin meledak menjadi milyaran bara panas, membakarnya. Membuat pria itu tahu sepanas apa aku melihatnya memeluk gadis itu. Pria itu tidak pantas menyentuh gadis itu. Aku tahu aku pun juga tidak pantas. Tapi kemarahan tetap bergulat dengan ganas di dalam kepalaku.

Aku melebarkan sayapku dan meluncur ke langit malam tanpa menatap kebelakang.

Aku akan tetap mengambil kembali gadisku. Milikku.

The Seed

Perlahan kesadaranku mulai membangunkanku, namun aku tetap memejamkan kedua mataku sambil bergerak menyamping, membenamkan wajahku ke bantal yang halus. Tapi rasanya aku merasakan sebuah tatapan.

Saat membuka kedua mataku, aku langsung terkisap mendapati sepasang mata yang mengamatiku.

“Ya,Tuhan!” Teriakku dan aku langsung duduk tegak. “Kenapa kamu disini?” Tanyaku terkejut pada Pastor Xaverius yang duduk tak jauh dari ranjangku.

Pria itu tampak terkejut, namun dibalik itu aku bisa melihat kelelahan yang membayang di kedua matanya. “Sejak semalam aku disini.”

“Hah? Kenapa?” Aku menarik selimutku dan menutupi tubuhku. Rasa malu mulai menjalar. “Kamu melihatku tidur? Untuk apa?” Tanyaku tidak percaya.

Aku melirik ke kasur Suster Nadia yang sudah kosong dan rapi. Kenapa Suster Nadia tidak membangunkanku kalau ada Pastor Xaverius?

Yang benar saja dia mengawasiku saat tertidur? Bagaimana kalau aku mendengkur sekeras sapi? Mulutku terbuka dan nafasku bau? Duh! Bagaimana kalau aku buang angin? Ya, Tuhan! Apalagi ini?

Kerutan di dahi Pastor Xaverius perlahan mendalam. “Kenapa?” Tanyanya mengulangi pertanyaanku. Kini tampaknya dia yang tidak mempercayaiku. “Tunggu. Kamu tidak ingat semalam?”

Semalam? Semalam Suster Nadia mengajakku ke perpustakaan dan kami membaca buku sejarah, lalu saat kami kembali ke kamar, kami mengobrol sampai malam. “Sejarah perang salib?” Aku menunjuk buku sejarah yang aku bawa dari perpustakaan di samping ranjangku.

Pastor Xaverius bangkit dari kursinya, dia tampak benar-benar khawatir, lalu dia duduk di ujung ranjangku dengan perlahan tanpa memutuskan tatapannya dariku. “Amy.” Panggil Pastor Xaverius tampak serius. “Kamu benar-benar tidak ingat yang terjadi semalam?”

“Semalam?” Aku mencoba mengingat dengan baik apa saja yang kulakukan bersama Suster Nadia. Berjalan-jalan di kebun belakang yang ternyata banyak tanaman sayur, mandi, makan malam, sejarah, mengobrol dan tidur. Ponselku masih hilang entah kemana, jadi aku benar-benar tidak berbuat apa-apa selain hanya bersama Suster Nadia. “Memang ada yang salah? Aku bersama Suster Nadia seharian. Kamu bisa tanya dia.” Aku mengerutkan dahiku. “Kamu pikir aku berusaha untuk kabur?”

“Iya.” Jawabnya langsung.

Kekesalanku mulai tumbuh. “Pastor, ini masih pagi dan kamu sudah bikin aku kesal saja.” Aku menunjuk ke arah pintu dan jendela. “Semua jendela dan pintu terkunci rapat. Bahkan Suster Nadia mengunci pintu dan menyelipkan kuncinya di pakaiannya.”

“Karena itulah bagaimana kamu bisa keluar?”

“Keluar kemana? Jangan membuatku bingung Pastor! Sebenarnya ada apa sih?” Teriakku kesal.

Pastor Xaverius membungkukan tubuhnya, menumpukan kedua sikunya di kedua lututnya dan mencubit tulang di antara kedua matanya. Kedua bahunya tampak turun, sudah sangat jelas dia kelelahan.

“Mungkin akan lebih baik kalau Pastor istirahat dulu.” Ucapku menurunkan nada suaraku.

Sudut bibirnya terangkat. “Sudah jelas hari-hari kedepan aku tidak akan mungkin beristirahat dengan tenang.” Setelah menghela nafas panjang Pastor Xaverius menegakkan tubuhnya dan menatapku dalam-dalam. “Amy, bisa tolong kamu ingat-ingat dengan baik tentang semalam?”

“Nggak ada, Pastor.” Ucapku lelah membantahnya terus menerus. “Sebenarnya ada apa?”

Pria itu tampak menelan ludah dengan berat. “Semalam sekitar jam dua pagi kamu berjalan keluar.”

“Apa?” Tanyaku kebingungan.

“Apa kamu ada kebiasaan tidur berjalan?” Tanyanya dengan lembut seolah dia seorang dokter yang sedang menganalisa pasiennya.

“Nggak ada. Jadi… Maksudnya… Semalam aku tidur berjalan begitu?” Tanyaku tidak percaya. Aku ini orang normal dan hal-hal seperti itu kupikir hanyalah di film-film saja. Saat Pastor Xaverius mengangguk rasanya bulu kudukku meremang. “Bagaimana bisa?” Tanyaku yang terdengar hanya sebuah bisikan pelan.

“Itu yang aku tidak tahu. Suster Nadia juga meyakinkanku kalau dia sudah mengunci pintu kamarmu dengan baik.”

“Lalu, aku… Apa yang aku lakukan?” Tanyaku dengan ngeri. Sebenarnya aku takut mendengar jawabannya, tapi aku juga ingin tahu.

“Kamu berjalan ke arah taman.” Jawab Pastor Xaverius terdengar berat hati.

“Lalu?” Pastor Xaverius menatapku lama seolah jawaban itu ada di kepalaku bukannya ada di dirinya. “Pastor yang menemukanku?”

Pria itu mengangguk. “Saat aku berhasil menyadarkanmu, kamu tidak sadarkan diri.”

“Maksudnya? Jadi aku sadar atau tidak?” Rasanya otakku harus bekerja dengan keras untuk memahaminya.

Pastor Xaverius menggeleng. “Aku tidak tahu tapi aku berbicara denganmu, Amy. Kamu bertanya apa aku membiusmu, dan aku jawab tidak.” Pria itu menghela nafas sangat berat seolah beban dunia ada di kedua bahunya. “Kamu yakin kamu tidak ingat?” Rasanya pertanyaan yang terucap itu tali penyelamat terakhirnya. Saat aku menggeleng pandangannya semakin gelap. “Sedikit saja aku bisa kehilanganmu, Amy.”

Kesedihan dan ketakutan yang menggaris wajahnya menambah kelelahannya. “Kenapa bisa kehilanganku?”

“Aku tidak tahu tapi yang aku tahu kalau saat itu aku tidak ada disana, aku pasti akan kehilanganmu.”

Rasa bersalah mulai tumbuh di dalam dadaku, mengiringi bulu kudukku yang meremang. “Aku benar-benar nggak tahu apa-apa, Pastor. Maaf.”

“Tidak apa," Ujarnya seraya menggeleng pelan. "Tapi aku rasa setelah ini aku benar-benar tidak bisa meninggalkanmu sendiri. Aku takut kalau ini berhubungan dengan malaikat kegelapan itu. Dan kalau seperti itu ceritanya, bisa kita simpulkan kalau ternyata dia kuat. Dia bisa memanggilmu keluar. Yang lebih bahaya lagi dia bisa membuatmu ingin memanggilnya. Kalau kamu sampai memanggilnya kemari,” Pastor Xaverius menggeleng. “Kamu tidak lagi aman disini.”

Bulu kudukku meremang. Aku ini bukan tipe orang yang menyukai hal-hal gaib. Nonton film horor saja tidak pernah ada di daftarku. Jadi sejak kemarin rasanya akal sehatku sudah berada di ujung kewarasan.

“Lalu bagaimana kamu bisa menemukanku?” Tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan.

Pastor Xaverius menunjuk ke arah luar. “Aku sudah memasang CCTV.”

“Dan kamu melihat CCTV itu sepanjang malam?”

Pria itu menggeleng. “Sensornya memberitahuku ada pergerakkan.”

“Boleh aku lihat rekamannya?” Walaupun ngeri, tetap saja aku ingin tahu. Bagaimana bisa aku berjalan semalam, berbicara dengan Pastor Xaverius dan tidak ingat apapun?

Pastor Xaverius mengangguk dan bangkit berdiri. “Kamu siap-siap dulu. Aku tunggu disini.” Ucapnya beranjak kembali ke tempat duduknya yang tadi.

Aku ikut berdiri dan menuju ke lemari, tempat Suster Nadia menyimpan pakaian untukku. “Kamu benar-benar butuh istirahat Pastor.”

“Setelah aku benar-benar yakin kamu aman, aku akan istirahat.” Dia menyunggingkan senyum tipis. Walaupun kelelahan, senyumnya masih hangat.

Dengan cepat aku mandi, mengeringkan rambutku dan memakai pakaianku. Aku tetap memakai pakaian putih tanpa pakaian abu-abu di luarnya lalu mengikat rambutku walau masih lembab.

Saat aku keluar dari kamar mandi, aku melihat kepala Pastor Xaverius tertunduk. Perlahan aku berjalan mengitarinya. Kedua matanya tertutup, rambutnya yang agak panjang jatuh menutupi satu matanya. Aku ingin membangunkannya namun aku tidak sampai hati, dia benar-benar butuh istirahat. Jadi aku duduk perlahan di kasurku, menunggunya.

Aku mengambil saat itu untuk mengamatinya. Dia masih muda, mungkin seusia Suster Nadia, tapi dia terlihat lebih tua karena keseriusan yang selalu tergurat di wajahnya. Senyumnya selalu tipis seolah dia menanggung kesedihan tersendiri.

Aku merasa tidak enak karena membuatnya kelelahan. Sedangkan aku seharian hanya bisa menentangnya terus menerus.

Aku mengambil buku sejarah yang aku bawa semalam dan mulai membacanya lagi. Sebenarnya aku tidak suka sejarah, tapi hanya ini yang mendekati buku fiksi.

Beberapa lama aku sudah membalik berhalaman-halaman kertas, namun Pastor Xaverius masih tenang dalam tidurnya. Ingin rasanya aku menyuruhnya pindah ke kasur atau ke kamarnya sendiri karena posisi tidurnya pasti tidak enak. Tapi kalau aku membangunkannya, aku sangat yakin dia akan beralih ke mode seriusnya.

Lama kemudian sebuah ketukan ringan di pintu membuatku cepat-cepat beranjak sebelum Pastor Xaverius terbangun. Sekilas aku melihatnya dan untungnya dia hanya bergerak sedikit dan tampaknya kembali terlelap. Aku membuka pintu dengan perlahan, untungnya engselnya tidak berderit.

“Sssstt!!!” Bisikku keras walau aku belum melihat siapa tamunya. Dan ternyata Suster Brigitta yang diiringi Suster Olga dan satu Suster lagi yang aku tidak tahu siapa. “Maaf, Suster!” Bisikku cepat sebelum mereka berkata apapun. “Tapi tolong jangan berisik.”

Ketiga Suster itu tampak bingung dan senyum mereka tadi perlahan menghilang. “Ada apa?” Tanya Suster Brigitta perlahan.

“Mmm… Pastor Xaverius sedang tidur.” Ucapku ragu-ragu.

Kedua mata kedua Suster itu langsung membelalak. “Pa- Pastor Xaverius di dalam?” Tanya Suster Olga terbata.

Pintu di tanganku tertarik kebelakang dan aku merasakan seseorang berdiri tepat di belakangku. “Sudah bangun?” Tanyaku.

Pastor Xaverius menunduk menatapku. “Kenapa kamu tidak membangunkanku?”

Aku mengerutkan dahiku. “Sudah aku bilang kamu butuh istirahat.”

“Aku bilang tidak sekarang.” Bantahnya.

“Kalau begitu jangan tidur! Aku kan jadi nggak tega membangunkanmu!” Aku menghentakkan kakiku dengan kesal.

Kami bertatapan sejenak sebelum akhirnya dia menghela nafas. “Pokoknya kalau aku tertidur kamu tidak boleh kemana-mana.”

“Iya! Iya! Aku tahu!” Aku berdecak kesal. “Kenapa nggak ikat saja aku denganmu?”

“Ha! Ide bagus.”

Aku membelalakkan kedua mataku. “Bercanda! Jangan anggap serius!”

Sebuah senyum tipis terulas di bibirnya. “Tapi itu ide bagus.”

Aku memukul lengannya dan menunjuknya tepat di hidungnya. “Awas kalau kamu berani mengikatku!”

Tawanya terdengar ringan. Tampaknya beberapa menit tidur sudah cukup membuat awan gelap yang tadi menutupinya, menyingkir. “Amy, beliau ini Kepala Biara disini. Suster Theresia.” Ucapnya mengenalkanku pada Suster yang tidak kukenali tadi.

Tampaknya beliau lebih tua daripada Suster Brigitta dan dari tatapan serta pembawanya beliau terlihat lebih terpelajar dan lebih tenang.

Aku mengangguk pelan. “Selamat pagi, Suster.”

“Halo, Amethyst. Saya sudah dengar banyak tentangmu dari Pastor Xaverius dan Kepala Pantimu, Suster Dorkas.”

“Suster Dorkas?” Rasanya senyumku perlahan melebar. “Suster bertemu dengannya?”

Suster Kepala itu menggeleng. “Kami hanya bicara melalui telepon saja. Dia berjanji akan mengunjungimu kalau ada waktu. Katanya Suster Dorkas merindukanmu.”

Tiba-tiba kedua mataku mulai basah, namun aku mengangguk. “Aku juga.”

“Saya juga dengar tentang semalam.” Tatapannya seperti Pastor Xaverius, khawatir dan prihatin. “Kamu baik-baik saja?”

Aku mengangguk. “Tapi saya tidak ingat apa-apa tentang semalam.”

Suster Theresia menatap ke arah ke belakangku, ke Pastor Xaverius. Kedua matanya membelalak dan dahinya berkerut. “Benarkah Pastor?”

“Sepertinya begitu.” Jawaban Pastor Xaverius membuat Suster Theresia membuat tanda salib sebelum menangkupkan tangannya di dadanya.

“Apa ini pernah terjadi sebelumnya?” Tanya Suster Theresia.

“Belum.”

“Lalu apa yang akan Pastor lakukan?” Kali ini aku menoleh, ikut menatap Pastor Xaverius karena aku pun juga ingin tahu jawabannya.

Kedua bahunya tampak turun dan dia menggeleng. “Masih saya pikirkan.”

Suster Theresia mengangguk. “Baiklah. Saya akan terus berdoa untuk kalian.”

“Terima kasih, Suster.” Jawabku serempak dengan Pastor Xaverius.

“Oh, iya. Suster Brigitta bawakan kalian makanan.” Ucap Suster Theresia.

Suster Olga mengulurkan panci makanan kepadaku. Panci itu terasa hangat dan berat di tanganku. “Terima kasih, Suster Brigitta, Suster Olga.”

Suster Olga tersenyum lebar. “Kalian tidak datang saat sarapan, jadi Suster Brigitta berniat membawakannya kemari.”

“Terima kasih, Suster.” Sahut Pastor Xaverius.

“Baiklah.” Ucap Suster Theresia. “Kita biarkan mereka makan dulu, Suster.” Ucapnya seraya berbalik pada kedua Suster lainnya. “Nanti kalau bertemu lagi, kita ngobrol lebih banyak, Amy.” Ucapnya padaku.

Aku mengangguk dan tersenyum sopan. “Baik Suster.”

“Kamu jadi ke kantorku?” Tanya Pastor Xaverius saat para Suster sudah berjalan menjauh.

Aku mengangguk. “Kita makan di kantormu?” Aku mengangkat panci di tanganku.

“Boleh.” Pria itu mengangguk lalu mengulurkan tangannya, mengambil panci makanan dariku. “Aku bawakan.”

1
🌺Ana╰(^3^)╯🌺
cerita ini benar-benar bisa menenangkan hatiku setelah hari yang berat.
Yue Sid
Gak sabar nunggu kelanjutannya thor, semoga cepat update ya 😊
Mochapeppermint: Thank you 😆
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!