Ini adalah cerita tentang Lini, seorang gadis yang pergi merantau ke Jakarta dan tinggal di salah satu rumah kost. Hari-harinya dipenuhi warna ketika harus menghadapi trio emak-emak yang punya hobi ngejulidin tetangga. Naasnya salah satu anggota trio itu adalah ibu kost-nya sendiri.
Ga cuma di area kostan, ternyata gosip demi gosip juga harus dihadapi Lini di tempat kerjanya.
Layaknya arisan, ghibah dan julit akan berputar di sekitar hidup Lini. Entah di kostan atau dikerjaan. Entah itu gosip menerpa dirinya sendiri, atau teman dekatnya. Tiap hari ada aja bahan ghibah yang bikin resah. Kalau kamu mau ikut gabung ghibah sama mereka, ayok aja! Tapi tanggung sendiri resikonya, bisa-bisa nanti giliran kamu yang kena giliran di-ghibahin!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evichii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teka Teki
Gue mendengar sesuatu di luar kamar. Sepertinya suara orang yang berjalan tapi mengendap-endap. Jam di dinding kamar kost gue masih menunjuk ke angka jam 2 kurang. Siapa yang mondar mandir di teras malam-malam begini?
Seketika, pikiran yang engga-engga mengusik otak gue. Jangan-jangan ada maling atau orang jahat yang lagi berusaha masuk ke salah satu kamar kami?
Gue ga berani nyalain lampu kamar atau bergerak dari atas kasur. Badan gue rasanya gemetaran dan kaku saking takutnya. Sedangkan suara di luar sana semakin jelas terdengar. Kletek klekek.. Krek krek krek... lalu hening sejenak. Dan suara langkah kaki terdengar lagi, sekarang kayaknya dia persis ada di depan pintu kamar gue!
Itu jelas bukan suara kucing atau tikus, gue yakin itu suara orang yang lagi mondar mandir entah ngapain!
Gue beringsut sedikit demi sedikit dari posisi berbaring untuk mengambil hp yang gue simpen di atas meja di samping kasur gue.
Sambil meraih hp, gue sempet ngelirik ke arah jendela yang ketutup gorden kamar yang tipis dan gue hampir berteriak ketika ngeliat sekelebat bayangan yang lewat di depan jendela.
Gue cepet-cepet menutup mulut gue dengan tangan dan menggigit jari-jari gue biar mulut ini ga jadi teriak.
"Guys! Ada yang masih melek?"
Dengan jari gemeteran, gue kirim pesan di grup anak-anak kostan.
"Kenapa, Lin?" Mbak Murni yang duluan ngebales pesan gue.
"Mbak, kayaknya di depan kamar gue ada orang mondar mandir deh.. Mbak liat ada orang yang naek ga?"
Gue membalas pesan dari Mbak Murni secepat mungkin masih dengan tangan yang gemeteran. Siapa tau Mbak Murni yang kamarnya di lantai bawah tadi sempet liat ada orang yang naik ke lantai atas.
"Lo yakin, Lin? Barusan gue dari kamar mandi tapi kayaknya di atas sepi-sepi aja deh.."
Gue menahan napas membaca pesan balasan dari Mbak Murni. Dan napas gue tercekat di tenggorokan ketika gue dengar suara di pintu kamar gue.
Ceklek.. Ceklek..
Gagang pintu kamar gue gerak-gerak dong!!
"Mbaaakk.. Tolong! Orang itu berusaha buka pintu kamar gue!! Tolooonggg"
Kali ini gue kirim voice note dengan suara bisik-bisik ke grup saking ga sanggupnya buat ngetik. Suara gue juga ga kalah dengan jari gue yang sama-sama gemeteran.
Ceklek.. Ceklek...
Suara itu terdengar lagi di pintu kamar gue.
"Siapa itu?" teriak gue dengan suara parau menahan ngeri sambil mata gue mencari-cari barang yang bisa gue pake buat dijadikan senjata.
Suara itu terhenti. Dan sebuah bayangan seperti melesat melewati jendela kamar gue. Penasaran, gue lari mendekati jendela kamar dan menyingkap gordennya. Gue jelas melihat seseorang, sepertinya laki-laki, dan dia buru-buru berlari ke arah tangga.
Gue juga langsung buru-buru mengambil hp dan menelfon grup kostan. Mbak Murni yang pertama mengangkat panggilan telfon gue, disusul juga temen kost gue yang lain.
"Orang itu lari ke bawah! Tolong bantu gue kejar, bawa senjata apapun!"
Gue berteriak dan seketika gue denger suara pintu-pintu kamar yang lain terbuka. Gue langsung memberanikan diri juga membuka pintu kamar gue sambil membawa sapu bergagang kayu dan botol cabe bubuk di tangan gue.
Gue keluar ke arah teras dan melihat Maya, Tiur dan Intan sudah siap dengan botol kaca dan sapu juga penggaris besi di tangan-tangan mereka.
"Heyyy!" gue mendengar suara Mbak Murni di lantai bawah berteriak kencang. Kami berempat buru-buru menuruni tangga untuk menghampiri Mbak Murni.
Tapi, ketika sampai di lantai bawah gue melihat Mbak Murni sudah terduduk di lantai dengan wajah yang meringis kesakitan. Mbak Ajeng berdiri di depan pintu gerbang sambil mengacungkan sapu bergagang besi di tangannya. Samar-samar terdengar suara deru mesin motor yang berjalan menjauh.
"Mbak ga apa-apa?" gue menghampiri Mbak Murni dan membantunya berdiri. Gue juga memapah Mbak Murni untuk berjalan ke arah kamarnya dan mendudukkannya di atas tempat tidur.
"Malingnya kabur!" Mbak Ajeng masuk dengan napas tersengal sambil mengacungkan gembok pagar kostan. "Gembok kita dirusak!"
Kita berlima cuma melongo dengan perasaan ngeri dan tak percaya. Jadi tadi beneran ada maling?!
Melihat Mbak Murni masih meringis kesakitan, Maya cepat-cepat berlari ke kamarnya dan kembali dengan membawa botol minyak gosok.
Maya dengan sigap dan telaten mengurut pinggang dan kaki Mbak Murni yang sepertinya keseleo.
"Beneran ada penyusup tadi?" Tiur buka suara.
"Iya, di depan kamar gue.. Dia mau buka paksa pintu kamar gue.." masih dengan kondisi syok gue mencoba menjelaskan apa yang gue denger dan gue lihat tadi.
"Itu jelas-jelas cowok! Dia masuk ke sini dengan cara ngerusak gembok pager.. Tadi dia lari terus sempet nabrak Murni! Gue kejar eh dia kabur pake motor!" Mbak Ajeng yang jago karate merasa gemas karena telat menangkap penyusup itu.
"Mbak sempet liat mukanya ga atau plat motornya?" Intan duduk menempel ke punggung Tiur, sepertinya dia juga sama takutnya sama gue. Bisa jadi penyusup itu random memilih kamar kostan dan kebetulan kamar gue yang lagi apes kebagian buat didatengin sama si penyusup tadi.
Mbak Murni dan Mbak Ajeng menggeleng berbarengan.
"Ga keliatan mukanya.. Dia pake jaket item, celana item, topi item dan masker item juga!" Mbak Murni menyerah dengan pertanyaan Intan, penyusup itu benar-benar tidak terlihat wajahnya.
"Gue cuma liat plat motornya di bagian belakang itu TDY. Tapi gue ga sempet liat nomor depannya.. Dia ngebut dan di luar juga gelap.." Mbak Ajeng mencoba mengingat-ingat meskipun akhirnya dia juga menyerah dengan informasi terkait si penyusup itu.
"TDY..." gue bergumam sendiri. Kayaknya gue pernah liat plat nomor kayak gitu deh, tapi gue lupa dimana.
"Kita lapor polisi ga nih?" Maya menatap semua yang duduk melingkar di kamar Mbak Murni satu per satu.
"Kita ga punya cukup bukti selain gembok rusak ini, emang polisi bakal percaya?" Mbak Ajeng lagi-lagi mengacungkan gembok di tangannya.
"Minimal besok kita lapor Bu Sri dulu deh.. Suruh pasang cctv kek!" Mbak Murni mencoba bangkit dari tempat tidur dan sepertinya pinggangnya sudah mulai membaik.
Ia mengambil minum dan cemilan dari lemarinya. "Sekarang, terpaksa kita ngeronda bareng-bareng aja.. Gue jadi ga bisa tidur lagi nih! Padahal tadi gue abis pipis udah ngantuk banget, cuma gue kok ga denger ada yang naek ke atas ya?!"
"Iya.. Sama!" Kita semua mengangguk setuju. Emang rasa kantuk beneran ilang setelah kejadian tadi. Akhirnya kita semua sepakat bermalam di kamar Mbak Murni sebelum masing-masing mengunci pintu kamarnya dulu dan membawa perbekalan seperlunya, seperti botol minum, bantal, dan charger hp.
"Mudah-mudahan penyusup itu ga balik lagi! Kita ga tau kan dia bawa senjata tajam atau apa.. Terus motifnya juga mau ngapain kita ga tau!" gue membayangkan hal-hal mengerikan yang mungkin bisa terjadi kalau aja penyusup itu berhasil membobol kunci kamar gue atau dia nekat ngelukain Mbak Murni pas mereka papasan di bawah waktu Mbak Murni keluar dari kamar mandi.
Akhirnya, kita ber-enam begadang sampai pagi sambil curhat ngalor ngidul demi terhindar dari hal-hal mengerikan kayak tadi. Sesekali Mbak Ajeng ditemenin sama kita ganti-gantian ngecek ke depan teras untuk memastikan selot pager kostan aman, tidak terbuka sampai pagi.
Dan saking serunya kita bareng-bareng ngobrol, ga terasa azan shubuh terdengar dari pengeras suara mesjid.
"Alhamdulillah.. Nyampe juga ke pagi! Saatnya gue mandi dan siap-siap ngantor!" seru Maya bersemangat sambil membereskan perbekalan yang dia bawa.
Gue, Intan, Tiur dan Mbak Ajeng juga melakukan hal yang sama. Kita semua balik ke kamar masing-masing untuk melakukan aktivitas pagi.
"Nanti sebelum kerja gue aja yang menghadap Bu Sri, sekarang gue mau tidur dulu.." Mbak Murni nyengir sambil mengambil posisi rebahan di atas kasurnya.
"Semangat kerjanya ya, kalian.." seru Mbak Murni sambil ketawa iseng dan dibalas dengan kompak ber-"huuu" dari yang lain.
Mbak Murni emang kerja shift-shiftan dan kebetulan hari ini dia kebagian shift siang, jadi beruntung banget dia bisa tidur dulu pagi ini.
Gue dengan setengah mengantuk berjalan menuju tangga disusul Maya, Tiur dan Intan. Dengan masih malas-malasan, gue memaksakan diri untuk mandi dan mempersiapkan diri seperti biasanya.
Jam menunjukkan pukul enam dan gue udah siap berangkat kerja.
"Gue duluan, May!" teriak gue sambil melambaikan tangan ke arah Maya yang masih menyantap mie instan-nya dengan lahap.
Begitu gue turun dari tangga, Bu Sri udah nongol di situ dengan seperangkat alat pel otomatis dan karbol sachetan yang dikalungkan di lehernya.
"Buru-buru amat jalannya kayak ketemu hantu! Padahal ibu mau nanya sesuatu.." Bu Sri menghadang jalan gue di tangga.
"Semalem ada maling masuk, bu!" sembur gue to the point.
"Ah, masa?? Kok ga ada suara ribut-ribut warga?"
"Beneran bu! Malingnya masuk ke sini.. Tuh ngebobol gembok pager!" tukas gue lagi.
"Jangan ngadi ngadi deh, neng Lini! Kamu tuh emang suka cari-cari bahan biar ada alesan ngajak yang laen pindah kostan kan?"
"Lah, bener saya mah bu.. Tanya aja sama yang laen! Gembok rusaknya ada di Mbak Ajeng kalo ibu ga percaya.. Lagian saya sama yang laen juga pasti bakalan cari kostan lain kalo sikap ibu masih kayak gini.. Bukannya minta maaf sama saya kek, sama Restu kek.. Malah sewot pagi-pagi!"
Gue kesel banget sama sikap Bu Sri. Kayaknya makin hari gue udah enek banget sama kelakuannya. Fix ini mah gue harus buru-buru dapet kostan baru, biar hidup gue tenang dan hati gue ga sewot terus bawaannya tiap ketemu sama ibu kost gue yang satu ini.
"Bener, bu! Lini ga boong.. Kita semua liat malingnya kabur.." Intan turun dari lantai atas, sama-sama udah siap berangkat kerja.
"Emang ada yang ilang?"
"Ga ada sih bu, dia keburu kepergok terus kabur pake motor!"
"Ya udah.. Nanti saya ngomong sama suami saya biar ganti kunci gembok baru.. Nanti malem security harus keliling sih ini.. Kalau maling itu nekat masuk ke rumah saya, terus saya diapa-apain gimana coba!" Bu Sri repot dengan kekhawatirannya sendiri.
Gue sama Intan saling pandang dan tersenyum. "Malingnya juga mikir-mikir kali mau apa-apain ibu!" celetuk Intan sambil cengengesan.
"Oalah kamu ini!! Masih kecil tau apa! Body kayak saya ini nih yang suka bikin maling khilaf!"
"Auk ah bu, terserah! Kita terlambat!" seru gue buru-buru menarik Intan sambil ketawa-tawa. Bu Sri yang niat awalnya tadi mau ngepel kostan ga jadi dan langsung putar balik kembali ke rumahnya.
"Papiiiihhh, honeeyy, ayaahhh.. Semalem ada maling katanyaaa.."
Gue sama Intan geleng-geleng kepala mendengar kehebohan Bu Sri dan suaminya. "Ibu kost lu tuh, kelakuan!" seru gue pada Intan dan kita berdua pun ketawa-tawa.
Sampe di depan pager kostan, langkah gue terhenti dan gue liat Mas Abdan udah nangkring di warung Bu Gaya.
"Pagi, Lin.." senyum Mas Abdan merekah penuh kehangatan menyambut gue. Jujur gue salah tingkah dan kaget dengan kejutan kecil ini. Walaupun dalam hati sebenernya gue masih ingin menghindar dari Mas Abdan karena ancaman dari Mbak Silvi tempo hari, tapi khusus pagi ini gue ga bisa ngelak.
"Gue duluan, Lin.." Intan menepuk bahu gue karena ojek yang dia pesan sudah tiba lebih dulu. Gue melambaikan tangan ke arah Intan sebelum menghampiri Mas Abdan.
"Kok ga ngabarin kalo mau jemput?" tanya gue sambil ga bisa menyembunyikan senyum kesenengan.
"Kalo gue WA dulu, pasti lo banyak alesan! Udah pesen ojek lah.. udah di jalan lah... Yaa jadi gue jemput diem-diem aja!" jawab Mas Abdan sambil tersenyum. Lagi-lagi perasaan gue ciut-ciut grogi kalo liat senyum manis itu.
"Udah sarapan?" tanyanya lagi.
"Umm, tar aja di kantor.. Lagi pengen bubur ayam Bang Fajar.."
"Oh ya udah, nanti kita mampir dulu beli ya.."
"Eh ga usah, Mas.. Gue nitip Pak Ihin aja nanti.."
"Ga apa-apa, kan sekalian lewat.."
Mas Abdan ngasih helm ke tangan gue dan gue ga bisa nolak. Gue pasrah kalo sampe nanti ada yang liat gue boncengan lagi sama Mas Abdan. Mau gimana lagi, bukan gue yang ngejar-ngejar Mas Abdan kan? Tapi cowok ini yang selalu tiba-tiba nongol di depan muka gue!!
"Wak.. Abdan pamit!" Abdan mencium tangan Bu Gaya sebelum menaiki motornya.
"Eh iya, ganteng... Salam buat nyokap lo ya.. Makasih oleh-oleh Turkinya!"
Gue cuma terdiam ketika melihat Bu Gaya tersenyum nyinyir ke arah gue sambil melirik Mas Abdan. Apa maksudnya, coba...? Pasti Bu Sri, Bu Ayu dan Bu Gaya ga suka deh liat gue akrab sama Mas Abdan. Sirik aja, nenek-nenek! Mungkin mereka pikir gosip-gosip Mas Abdan dan jajaran para mantan yang mereka cekokin ke gue, ga mempan! Jadi mereka kesel!
Gue naek ke motor Mas Abdan sambil sengaja memegang pinggangnya dengan posisi sedekat mungkin. Bu Gaya ngelirik-lirik makin ga suka ngeliat sikap gue.
Eh tapi tunggu! Gue balik turun lagi ketika melihat ada sesuatu yang aneh.
"Kenapa?" tanya Mas Abdan menyadari kalau gue turun lagi dari motornya.
"Eh.. Ga! Ga apa-apa kok, mas.." jawab gue gelagapan sambil naik lagi ke atas motornya. Kali ini tanpa pegangan ke pinggang Mas Abdan lagi kayak tadi.
"Udah?" tanya Mas Abdan. Gue hanya mengangguk ga menjawab pertanyaannya. Pikiran gue lagi sibuk nih sekarang. Bentar deh bentar.. Gue baru inget plat nomor yang belakangnya TDY itu kan punya Mas Abdan. Dan kalo Mbak Ajeng semalem ga salah liat, dia bilang kalo motor penyusup yang kabur dari kostan kita juga punya plat nomor belakang 'TDY'.
Apa iya penyusup yang semalem dateng ke kostan dan nyoba buka paksa pintu kamar gue itu adalah Mas Abdan? Atau plat motor Mas Abdan cuma kebetulan sama dengan plat motor yang dipake penyusup itu? Ah! Coba aja Mbak Ajeng bisa liat nomor plat motornya lebih lengkap.. Pasti pikiran gue ga akan se-semrawut ini!
Tapi apa berlebihan kalo sekarang gue curiga sama Mas Abdan? Soalnya, Mas Abdan kan kenal banget sama lingkungan sini. Kalau ternyata penyusup itu emang bener Mas Abdan, gue harus gimana? Ah! Kenapa sih makin hari beban pikiran gue makin nambah aja!
Gue harus cari tau lagi tentang banyak hal. Dan langkah awal gue coba mengingat-ingat plat motor lengkap-nya Mas Abdan.. '1669 TDY', siapa tau Mbak Ajeng juga sempet ngeliat sekilas dan inget nomor lengkap plat motor penyusup itu. Gue cuma bisa berharap, nomor plat motor Mas Abdan hanya kebetulan mirip dengan nomor plat motor si penyusup. Semoga...
***
Ah Restu kenapa selalu mempermainkan ketulusan Lini. 🥺
gandos