Karena permintaan kakeknya , Ellena dan Luis terpaksa menikah dan hidup bersama tanpa cinta dalam pernikahan mereka. Akankah Ellena mampu bertahan dalam pernikahan itu, atau justru memilih untuk pergi? Hanya waktu yang mampu menjawabnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luis Cemburu
Di restoran, Luis dan Ellena duduk di meja, menikmati suasana malam yang tenang. Luis memandang sekeliling restoran tanpa banyak berbicara. Sementara itu, Ellena tampak lebih bersemangat, mengobrol ringan tentang menu dan suasana yang nyaman.
Tak lama kemudian, pintu restoran terbuka dan Martin masuk dengan senyuman lebar. Ia baru saja bertemu dengan teman lamanya di bagian depan restoran. "Ellena! Luis!" serunya sambil melambaikan tangannya pada mereka berdua.
Ellena tersenyum lebar melihat Martin. "Martin! Kemarilah, bergabunglah dengan kami," katanya dengan antusias. Ia melambai ke arah Martin, mengundangnya untuk duduk bersama mereka.
Martin mendekat dan duduk di kursi yang kosong di samping Ellena. "Wah, kebetulan sekali bertemu kalian di sini? Apa kalian sudah dari tadi?" tanya Martin pada keduanya.
Ellena tertawa kecil, tampak sangat gembira lalu menggeleng. "Kami baru saja tiba. Malam ini aku mencoba untuk membuat makan malam lagi, tapi hasilnya sangat mengecewakan. Semua masakanku gosong dan tidak layak di makan," ujarnya dengan wajah sedikit frustasi.
"Hahaha..." Martin tertawa mendengar cerita Ellena. Dan Martin tau jika Ellena memang sangat payah dalam urusan dapur. "Kau tidak pernah berubah, ya, tetap saja payah. Apa kau ingat saat sekolah kita mengadakan camping, dan kau hampir saja membakar tenda gara-gara kepayahanmu."
"Nah iya, aku saja sudah lupa dan kau masih mengingatnya." Ellena terkekeh.
Sementara itu, Luis, yang duduk di seberang meja, merasa tidak nyaman dengan obrolan dan kedekatan mereka berdua. Dia terus menatap tajam kearah Martin yang sedang tertawa saat mengingat masa-masa sekolahnya dengan Ellena.
"Cukup kalian berdua, apa tidak bisa kita makan dulu saja?" ucapan itu menginterupsi obrolan mereka berdua. Sontak Ellena menoleh.
Sementara itu, Martin tampak sedikit bingung dengan reaksi Luis, tetapi ia tetap tersenyum. "Maaf, maaf, kami sedikit keasikan. Jadi, apa yang akan kalian pesan? Makanan di sini terkenal enak, terutama steaknya," ujarnya, mencoba menghangatkan suasana.
Ellena tertawa lepas, suara tawa yang sangat jarang didengar oleh Luis. "Ya, kami sedang mempertimbangkan itu. Tapi, sekarang dengan rekomendasimu, sepertinya kami akan mencobanya," kata Ellena sambil melirik Luis, mencoba mendapatkan persetujuan.
Luis segera menyela ucapan Ellena. "Aku sudah tidak tertarik dengan Steak, aku pesan yang lain saja," ucapnya datar, tiba-tiba Luis kehilangan selera untuk memesan steak.
Percakapan terus berlanjut, dan Luis merasa semakin tidak nyaman. Ellena dan Martin tampak sangat akrab, berbicara tentang masa lalu mereka di sekolah dan pengalaman-pengalaman lucu yang pernah mereka alami. Mereka tertawa bersama, dan Luis hanya bisa melihat, merasa tersisih dalam percakapan mereka.
Ellena tampak sangat lepas dan bahagia, sesuatu yang sangat jarang Luis lihat. Ia merasakan kekesalan yang semakin membesar di dalam dirinya. Tanpa sadar, ia menggenggam gelas di tangannya semakin erat, hingga akhirnya terdengar suara retakan halus. Luis menatap gelas itu, melihat retakan kecil yang mulai merambat.
"Apa kau baik-baik saja, Lu?" tanya Martin, menyadari perubahan ekspresi Luis.
Luis mendongak, wajahnya tetap dingin namun dengan mata yang menyiratkan kemarahan tersembunyi. "Aku baik-baik saja," jawabnya singkat. Namun, tangannya yang terus mencengkram gelas itu membuat retakan semakin besar, hingga akhirnya gelas tersebut pecah dan melukai tangannya.
Melihat itu, Ellena pun sangat panik apalagi ketika melihat darah segar yang mengalir dari tangan suaminya. "Luis! Tanganmu terluka!" serunya dengan cemas. Ia segera memanggil pelayan, "Maaf, tolong bawa kotak P3K ke sini segera!"
Martin juga tampak khawatir. "Luis, kenapa kau ceroboh selalu? Kau harus berhati-hati. Aku akan membantu membersihkan lukanya," tawarnya.
Luis menatap Martin dengan pandangan yang sulit diartikan. "Tidak perlu. Aku bisa menanganinya sendiri," ujarnya dengan nada datar dan dingin. Namun, ia tidak bisa menutupi raut kesakitan di wajahnya saat darah terus mengalir dari luka di tangannya.
Pelayan segera datang dengan kotak P3K, dan Ellena dengan cepat mengambil perban dan antiseptik. "Luis, berikan tanganmu," pintanya, suaranya gemetar.
Luis menyerahkan tangannya dengan enggan, masih memandang Martin dengan pandangan yang tajam. Ellena dengan hati-hati membersihkan luka di tangannya dan membalutnya dengan perban.
"Kenapa kau bisa terluka seperti ini? Sepertinya ada yang salah dengan gelas ini. Kau harus lebih hati-hati," katanya dengan suara lembut, matanya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam.
Martin, yang menyaksikan semuanya, merasa canggung. "Luis, aku minta maaf jika kehadiranku membuatmu tidak nyaman," katanya seolah-olah menyadari perubahan sikap Luis, mencoba meredakan suasana.
Luis hanya mengangguk sekali, tidak berkata apa-apa. Setelah beberapa saat, ia berkata dengan nada dingin, "Tidak apa-apa, ini hanya kecelakaan."
Ellena menghela napas lega setelah selesai membalut luka Luis. "Kau seharusnya lebih berhati-hati, Lu. Aku tidak ingin melihatmu terluka," katanya, tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Ellena beralih memandang Martin dengan ekspresi meminta maaf. "Maafkan kami, Martin. Mungkin sebaiknya kita menyudahi malam ini," ucapnya, masih dengan nada cemas.
Martin tersenyum dan bangkit dari kursinya. "Tidak apa-apa, aku juga harus segera pergi. Tapi, terima kasih sudah mengundangku bergabung," katanya, matanya menatap Ellena dengan pandangan yang penuh makna. Martin tidak lagi tinggal di rumah Luis, dia memutuskan untuk menginap di hotel selama berada di China.
"Martin, hati-hati di jalan," pesan Ellena.
Martin mengangguk dan melambaikan tangan. "Pasti itu. Jaga dirimu, Lu," katanya sebelum berbalik dan pergi.
Ellena memandang Luis dengan tatapan penuh kekhawatiran. "Luis, kau benar-benar tidak apa-apa?" tanyanya, masih memegang tangan Luis yang terluka.
Luis menarik tangannya perlahan, mencoba menyembunyikan rasa sakit. "Aku baik-baik saja," jawabnya singkat. Ia memalingkan wajahnya, berusaha mengendalikan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya.
Ellena menghela napas. "Apa kau yakin? Sepertinya lukanya cukup dalam," katanya dengan suara gemetar.
Luis menatapnya sejenak, ekspresinya tetap dingin. "Semua baik-baik saja, Ellena. Jangan terlalu memikirkannya," jawabnya. Namun, dalam hatinya, Luis tahu bahwa ada sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman, mungkin rasa cemburu yang tidak ia sadari.
"Luis...." panggil Ellena dengan suara rendah yang terdengar jelas oleh pria itu.
Luis menoleh, menatap Ellena dengan pandangan bertanya. "Ada apa?"
Ellena menghela napas dan menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa, sebaiknya kita pulang sekarang." ucapnya sambil berdiri dari kursinya, Luis mengangguk dan segera berdiri juga.
Mereka berjalan keluar dari restoran, meninggalkan suasana canggung di antara mereka. Luis, dengan tangan yang terluka, mencoba untuk tetap tenang. Ellena, dengan perasaan campur aduk, merasa jika ada sesuatu yang harus mereka bicarakan, tetapi ia tidak tahu harus mulai dari mana.
***
Bersambung
agar bisa menyenangkan suamimu...❤️❤️