NovelToon NovelToon
Lelaki Di Persimpangan Mimpi

Lelaki Di Persimpangan Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari dari Pernikahan / Konflik etika / Selingkuh / Penyesalan Suami / Tukar Pasangan
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: She Amoy

Pernikahan Raina dan Riko menjadi kacau karena kehadiran mantan kekasih Raina. Terlebih lagi, Riko yang sangat pencemburu membuat Raina tidak nyaman dan goyah. Riko melakukan apapun karena tidak ingin kehilangan istrinya. Namun, rasa cemburu yang berlebihan itu perlahan-lahan membawa bencana. Dari kehidupan yang serba ada menjadi tidak punya apa-apa. Ketakutan Riko terhadap banyak hal membuat kehidupannya menjadi konyol. Begitu pun dengan istrinya Raina, Ia mulai mempertimbangkan kelanjutan pernikahan mereka. Masa depan yang diinginkan Raina menjadi berubah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She Amoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Memastikan Kematian

Kematian ibunya Intan hanya skenario yang sudah aku buat. Ibunya Intan memang sudah meninggal, tidak lama setelah kami berkabar dan Intan menceritakan soal ibunya yang sakit, beliau menghembuskan napas terakhirnya ketika Arkana masih berusia satu bulan. Aku memang tidak bisa datang melayat waktu itu, hanya mengucapkan belasungkawa di telepon. Untung saja, kabar itu tidak kesampaikan pada Riko. Kesibukanku menyusui Arkana membuat aku lupa dan malas bercerita.

Dalam melancarkan skenario ini, aku chat Intan terlebih dahulu, untuk pura-pura menelepon dan mengabarkan kematian ibunya itu.

Terpaksa aku melakukan sandiwara ini, demi melepasakan sesuatu yang mengganjal soal kematian Krisna. Kalau tidak dengan cara ini, Riko tidak mungkin memberikan izin.

“Terus Arkana gimana? Siapa yang urus?” Riko bertanya soal keberangkatanku besok pagi ke Sukabumi.

“Ria bentar lagi datang Mas, dia seneng banget dititipin Arka kok,” jawabku sambil melipat kerudung dan jaket yang akan kubawa nanti.

Riko memang tidak ingin diganggu. Baik soal anak maupun soal pekerjaan rumah lainnya. Sikapnya berubah-ubah. Kadang dia rajin, kadang malas melakukan apa-apa. Sejak tidak ada pembantu dan tak ada Eyang di sini, aku mengerjakan semuanya sendiri. Bisa dibilang, aku berperan sebagai ibu rumah tangga yang siaga 24 jam.

Sejak Arkana lahir, setiap bayi itu bangun di malam hari, Riko cepat-cepat membangunkanku. Meyuruhku untuk segera mengehntikan tangisan itu. Jika Arkana masih rewel, ia akan pindah tidur ke kursi atau kamar lain yang kosong. Seakan-akan gangguan itu bukan berasal dari anak kandungnya.

“Terus, kamu bawa mobil sendiri?”

“Iya. Kan udah punya SIM.”

Kutoleh wajah Riko. Ada ketidakpercayaan dalam matanya. Hemm, sinisku dalam hati. Sejak awal pertemuan kami, Riko memang tidak pernah percaya padaku. Kecemburuan dan kecurigaan yang ia pelihara itu, hanya menambah frekuensi pertengkaran dalam pernikahan kami.

Jika dihitung-hitung, kebohongan Riko lebih banyak daripada rahasia yang aku tutupi. Lagipula, aku tidak melakukan perselingkuhan. Mantan kekasihku juga sekarang sudah mati. Untuk apa kuceritakan masa laluku ini. Sekali-kalinya bertemu dengan Krisna, hanya saat kami menikah. Anggap saja sebagai tamu undangan.

Dan kali ini, ketika aku ingin mendatangi makam Krisna, apa itu disebut selingkuh? Apa ini dosa? Kalau aku berdosa, dosa-dosaku di masa lalu memang banyak. Tapi sejak aku mengenal Riko, aku tidak pernah berbuat tidak pantas dengan pria manapun.

Anggap saja pergiku ini sebagai "me time". Sesekali bolehlah aku menghirup udara segar sendirian.

Riko sendiri? Berapa banyak yang ia tutupi. Sudahlah, tak perlu kuulang lagi. Jika mengingat bagaimana kebohongan-kebohongannya, aku selalu ingin pergi.

“Memangnya kamu pergi jam berapa? Kenapa nggak nanti saja, pas tokoku tutup?”

“Aku pergi subuh Mas, jadi siang juga sudah bisa pulang lagi. Lagian aneh deh, masa ngelayat yang meninggal bisa diundur, ” jelasku.

Sengaja aku memilih hari di mana Riko sedang banyak pekerjaan. Pekerjaan yang sebenarnya dikerjakan oleh karyawan. Tetapi karena dasarnya Riko sulit mempercayai orang lain, dia selalu melihat karyawannya bekerja secara langsung.

Akupun demikian. Selalu memantau kegiatan Riko dari jauh. Memerhatikan dengan siapa ia bertelepon dan apa saja yang dibicarakannya. Sehingga aku tahu, kondisi kesibukan dia saat ini. Tetapi aku tidak pernah bertanya, berapa penghasilannya tau bagaimana masalah dia dalam pekerjaan.

Percuma. Ya, percuma.

Sudah kucoba ketika awal pernikahan kami. Aku menyusun system laporan keuangan dan manajemen usaha. Tapi Riko keberatan, dia tidak ingin siapapun menyentuh apa yang sudah menjadi miliknya.

Tidak jarang aku bertanya pada diriku sendiri. Apakah Riko mencintaiku? Atau aku mencintai suami pilihanku? Untuk apa Riko menikah denganku.

Aku teringat dengan masa awal kami bertemu. Di mataku, dia adalah sosok pria yang penuh kasih sayang dan bertanggung jawab. Hampir semua keluargaku senang berlama-lama bicara dengan Riko. Sesekali mereka tertawa terbahak-bahak.

Tapi semuanya berubah setelah menikah. Memang benar kata orang, pernikahan bukanlah jaminan kebahagiaan, bukan pula gerbang kebahagiaan. Pernikahan hanya jembatan, dimana dua pasangan akan menciptakan kebahagiaan bersama, selama tujuan dan mimpi mereka sama.

Sejak Eyang Putri berhenti mengirim kebutuhan dapur, Riko memberiku uang belanja secukupnya. Cukup untuk membeli beras, telur, minyak, sabun, dan lauk. Jumlahnya sekitar lima puluh ribu sehari. Jika Arkana butuh pampers atau susu atau makanan lain, aku akan minta lagi. Nafkah sebesar lima puluh ribu itu diberikan Riko setiap pulang dari Ruko. Kalau ada sisa, Riko akan mengambilnya kembali untuk membeli rokok. Alhamdulilah, akhirnya suamiku memberi nafkah.

Urusan kebutuhan pribadiku seperti pelembab, parfum, deodorant, dan lain-lain, tak pernah Riko tanyakan. Aku sendiri sudah lelah meminta. Seperti orang yang setiap hari menagih hutang. Lebih baik aku diam dan menggunakan uang sendiri.

Belum lagi biaya sekolah Aksa dan Ibu di Bogor. Jangankan minta pada suami, melihat usahanya saja, aku sudah prihatin. Untungnya aku masih memiliki sedikit tabungan ditambah hadiah pernikahan dari Krisna. Sehingga masih aman dalam beberapa bulan ke depan.

Aku pamit pergi subuh itu. Riko yang masih tertidur, hanya membuka mata sebentar. Kutitipkan Arkana pada Ria yang sudah datang sejak semalam.

Sebelum menyalakan mesin mobil, aku melihat dua buah struk putih di samping pintu pengemudi. Sebuah transaksi pengambilan tunai dari mesin ATM. Kulihat struk itu punya Riko. Tertera sisa saldo di situ sebanyak tiga puluh juta rupiah.

Tarikan nafas panjang sudah kulakukan berulang-ulang. Kemarahan dan kesedihan memenuhi dada ini. Bagaimana tidak, aku yang setiap hari berusaha menghemat pengeluaran. Tak lagi memerhatikan kebutuhan pribadi, bahkan harus berpikir keras mencari tambahan uang untuk biaya Aksa, tetapi suamiku ini ternyata masih memiliki simpanan. Seharusnya ia memberikan atau setidaknya bertanya soal kebutuhan Aksa.

Memang, Aksa bukan anak kandungnya. Tapi bukankah seharusnya dia juga memenuhi kebutuhanku. Itulah konsekuensi menikahi janda beranak satu. Pernah beberapa kali aku meminta, tapi Riko selalu menjawab tidak punya atau untuk jaga-jaga sehingga uang itu tidak bisa digunakan.

Sebulan yang lalu, Arkana sempat sakit dan harus dicek ke laboraturium. Biaya yang dikeluarkan sekitar 600 ribu. Tanpa berdiskusi denganku, Riko langsung menelepon Eyang Putri untuk minta ganti karena telah mengeluarkan uang enam ratus ribu itu. Gila! Untuk anaknya sendiri ternyata Riko perhitungan. Padahal uang di tabungannya masih cukup untuk itu semua.

Aku masih tertegun di dalam mobil. Jangan-jangan selama ini kebutuhan belanja rumah tangga kami, dikirim dari Eyang? Kalau seperti itu, aku tidak dinafkahi suami. Tapi dinafkahi mertua.

Aku menyalakan mesin, mulai menyetir melewati jalanan yang belum terang sepenuhnya. Setengah jam lagi, perempatan Mampang ini pasti macet. Kubelokan kendaraan ke arah kanan, menembus tol dalam kota dan lanjut masuk ke tol Jagorawi. Kubuka jendela di samping kananku. Sebuah kesejukan menyelinap membaur bersama harapan. Berharap akan kematian Krisna yang hanya dusta. Ah, masih pantaskah aku berharap soal Krisna? Masih pantaskah aku mendoakannya, masihkah ada keajaiban. Mengapa dalam perjalanan ini, luka demi luka semakin terbuka. Berdarah tanpa arah, entah harus menangis pada siapa.

1
pembaca setia
bagus ih ceritanya. ayo lanjutkan Thor
Fathan
lanjut thor
Fathan
bagus banget ceritanya. relate sama kehidupan nyata dan gak lebay.
Fathan
pusing banget tuh anak
Fathan
bodoh
Fathan
tinggalin ajaaa
Fathan
rAina bodoh
Fathan
ngeselin rikooo
Fathan
menarik nih, seru
Fathan
rapi bahasanya
pembaca setia
ceritanya menarik. mengungkap sebuah kejujuran perasaan penulis. Bahasa rapi dan minim typo. rekomendid novelnya
Sunshine🤎
1 like+subscribe untuk karya mu Thor. semangat trus sering² interaksi dan tinggalkan jejak di karya author lain, dan jangan lupa promosiin karya agar popularitas meningkat/Good/
SheAmoy: makasih kakak
total 1 replies
anggita
like👍+☝iklan buat author.
SheAmoy: makasih kak
SheAmoy: makasih banyak kakak
total 2 replies
SheAmoy
thanks kak
Necesito dormir(눈‸눈)
Makin lama makin suka, top deh karya thor ini!
SheAmoy: makasih kaka
total 1 replies
Black Jack
Saya benar-benar tenggelam dalam imajinasi penulis.
pembaca setia: menarik banget nih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!