Cintailah pasanganmu sewajarnya saja, agar pemilik hidupmu tak akan cemburu.
Gantungkanlah harapanmu hanya pada sang pencipta, niscaya kebahagiaan senantiasa menyertai.
Ketika aku berharap terlalu banyak padamu, rasanya itu sangat menyakitkan. Kau pernah datang menawarkan kebahagiaan untukku tapi kenapa dirimu juga yang memberiku rasa sakit yang sangat hebat ?
~~ Dilara Annisa ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda Yuzhi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanda Tangani Itu.
" Tok ! "
" Tok ! "
Fikri mengangkat wajahnya mengalihkan atensinya dari laptop di depannya. " Siapa yang berani menggangguku ? " Gumamnya sedikit kesal. Semua penghuni rumah ini sangat tahu, ketika Fikri membawa pekerjaannya ke rumah tidak ada satupun yang boleh menganggunya di ruang kerja kecuali Dilara.
" Atau Dilara sudah pulang ?! " Gumamnya lagi seketika sumringah. Senyum lebar sontak terukir di wajah penuh kharisma itu. Dia bangkit dari duduknya menuju pintu yang sedari tadi diketuk dari luar.
" Ceklek ! "
" Saya--- ng " Seketika wajah Fikri berubah kelam saat melihat orang yang berdiri di depan pintu. Harapannya tidak sesuai kenyataan, bukan Dilara yang ada di sana tapi Maria dan Ann.
Maria tersipu ketika mendengar panggilan sayang dari sang suami. Panggilan manis yang sudah lama didambakannya.
" Ada apa ? Kenapa menganggu saya ?! " Tanya Fikri datar dengan wajah dingin.
" Ayaaah ! Ann mau main sama ayah ! Ann main di sini, boleh ? " Rengek Ann merengsek masuk tanpa menunggu ijin dari Fikri.
Fikri melempar tatapan dingin ke arah Maria. " Saya sangat tidak suka diganggu saat lagi bekerja dan saya rasa kamu sangat tahu itu. " Geram Fikri dengan suara rendah. Sebisa mungkin ucapannya tidak didengar oleh Ann.
Maria tertunduk takut. Dia memang sangat tahu bagaiamana Fikri. Sebenarnya Maria adalah salah satu staf karywan hotelnya di Menado. Itulah sebabnya sedikit banyak dia mengenali pribadi Fikri meskipun baru dua bulan menikah.
" Ma-af, Kak ! Ann memaksa ingin bermain dengan Kak Fikri. " Cicit wanita hamil tersebut dengan suara terbata.
Fikri mendengus lalu membalikan badannya menuju Ann yang sudah duduk anteng di kursi kerjanya. Fikri berjongkok di depan Ann.
" Ann, sayang ! Ann tidak boleh main di sini ! Ini ruang kerja ayah, bukan tempat bermain. Bagaimana kalau Ann main sama mama di luar. " Ujar Fikri membujuk bocah lima tahun itu seraya mengusap lembut rambut bergelombang gadis kecil itu.
Annelies memanyunkan bibirnya. " Tidak mau ! Ann maunya main sama ayah, bukan sama mama. " Tukas Ann dengan suara tinggi.
" Astagaa ! " Fikri meraup wajahnya frustasi. Hatinya sedikit geram menghadapi anak sambungnya itu. Kenapa dia baru sadar, Ann itu keras kepala dan sedikit susah diatur. Berbeda dengan Cilla, meskipun gadis kecil itu sangat dimanjakan olehnya, tapi Cilla adalah anak yang manis dan penurut.
" Maria ! " Seru Fikri menoleh ke arah Maria yang duduk anteng di sofa. Tatapannya meminta pengertian agar sang istri membujuk Ann untuk menurutinya.
Maria tanggap. Wanita dengan dress selutut itu bangkit untuk membujuk Annelies. " Ann ! Kan mama sudah bilang. Ann tidak boleh ganggu ayah kerja. Ayo kita pergi ke taman belakang. " Ajak Maria pada Ann dengan setengah hati.
Ann mendengus kesal. " Tidak mau ! Ann mau main sama ayah. " Tukasnya membentak sang mama.
Fikri terkejut. " Hei... Kenapa bicara kasar seperti itu sama mama ?! Ann tidak boleh begitu, sayang ! " Ujarnya berusaha tetap lembut.
" Habis mama maksa Ann. Ann tidak suka ! " Ucap Ann semakin emosi. Matanya mulai berkaca-kaca. " Ann mau sama ayah ! " rengek gadis kecil yang memeluk boneka barbie-nya itu.
Fikri bangkit lalu mengulurkan tangannya pada Ann. " Ayo kita bermain di luar. Ayah akan menemani Ann bermain. " Akhirnya dia mengalah. Pekerjaannya mungkin akan ditundanya satu dua jam kedepan.
" Horreee ! Ann main sama ayah. " Sorak gadis kecil itu gembira. Senyum ceria terukir di bibir mungilnya.
Fikri melangkah keluar sambil menggandeng tangan Ann serta diikuti oleh Maria yang mengekor dari belakang. Sekilas mereka terlihat seperti keluarga harmonis pada umumnya.
Fikri mendesah kasar ketika tiba di ruang keluarga di lantai satu. Nampak olehnya ruangan itu dipenuhi oleh mainan Ann yang berserakan di mana-mana. Sekali lagi, dia membandingkan hal ini dengan Cilla.
Cilla adalah anak kecil yang kalau bermain sangatlah tertib. Dia tidak pernah membuat mainannya berserakan sana sini, dan tentunya hal ini berkat bimbingan Dilara. Ahh...Cilla dan Dilara. Dua perempuan beda generasi yang beberapa hari ini sangat dirindukannya.
" Maria ! Jangan biarkan mainan Ann berserakan ! Dilara sangat tidak menyukai keadaan seperti ini ! " Ucap Fikri dingin sambil menatap Maria dengan tajam.
Maria tersentak. " Maaf kak ! Anak-anak memang kalau bermain sudah seperti itu. Hanya perempuan yang punya anak yang mengerti hal ini. Mungkin beda dengan kak Lara, dia kan belum pernah melahirkan anak. " tukas Maria cepat yang ucapannya berhasil mem-provokasi Fikri.
" Lancang kau ! Berani kau menghina istri saya ?! " Geram Fikri dengan tatapan membunuh, kedua tangannya terkepal menahan emosi. Fikri bukanlah tipikal laki-laki penyabar dan lembut. Dia adalah laki-laki yang emosinya gampang terpancing, hanya pada Dilara lah dia bisa berlemah lembut dan selalu sabar.
" Ma-maaf ! Bukan maksudku menghina Kak Lara. Aku hanya-- "
" Ayah ! Ayo kita main rumah barbie ! " Pekik Ann menginterupsi dua orang dewasa tersebut.
Fikri menoleh ke arah Ann masih dengan wajah memerah menahan kesal. " Iya, sayang. Ayo ! " Ujarnya sebisa mungkin meredam emosinya.
Maria hanya tersenyum tipis tanpa rasa bersalah. Wanita hamil lima bulan tersebut mengambil tempat duduk di sofa dengan santai.
" Tak ! "
" Tak ! "
" Tak ! "
Derap langkah kaki lebih dari sepasang terdengar mendekat.
" Assalamualaikum ! " Seru orang yang baru datang.
" Waalaikum salam warrahmatullahi wabarakatuh ! " Sahut Fikri lalu menoleh ke sumber suara.
" Umi ! Abi ! Eh.. Pak Julian ! " Seru Fikri dengan kening berkerut bingung. Hatinya bertanya, untuk apa kedua orang tuanya itu membawa pengacara keluarga ke sini.
" Silahkan duduk ! " Ujar Fikri lagi meskipun masih ada tanda tanya besar di kepalanya.
Ketiga orang yang datang mengambil tempat duduk masing-masing.
" Rumahmu habis diterjang puting beliung ?! " Sarkas Umi menghempaskan tubuhnya di samping Maria lalu melirik sinis pada istri kedua anaknya.
" Umi ! " Ucap Maria mengulurkan tangannya menyalami sang mertua. Umi menyambut tangan itu tapi tetap dengan wajah datar.
" Itu mainan Ann, Mi. " Jawab Maria menunduk takut dengan tatapan sinis sang mertua.
" Biasakan anak untuk selalu tertib, meskipun itu sedang bermain. Apalagi dia anak perempuan, tidak boleh serampangan agar tidak terbawa sampai dewasa. " Ultimatum Umi.
" Iya, Mi. " Sahut Maria tapi dalam hati menggerutu kesal. " Ini nenek-nenek cerewet sekali. " Umpatnya dalam hati.
" Mana Dilara, Mi ? Kalau Umi sama Abi ada di sini, siapa yang temani Lara di rumah sakit ?! " Cecar Fikri merasa khawatir dengan istrinya.
Umi berdecih sinis. " Lara aman. Jangan kira Umi akan menelantarkan menantu kesayangan Umi. " Sarkas wanita paruh baya itu menimbulkan kedengkian di hati Maria.
" Menantu kesayangan. Cih ! Wanita mandul seperti itu dipuja-puja. " Gerutunya dalam hati.
" Iya, tapi Laranya mana, Mi ? " Tanya Fikri lagi tidak puas dengan jawaban Uminya.
" Stop. Masalah Dilara tidak usah pusingkan lagi. Dilara sudah sehat. " Tukas Abi menengahi perdebatan ibu dan anak tersebut.
" Ada hal yang sangat penting saat ini harus kita selesaikan. " Imbuh Abi lagi dengan nada tidak ingin didebat.
" Pak Julian. Mana berkas yang harus ditanda tangani. " Pinta Abi pada Pak Julian.
Pak Julian menyodorkan map plastik berisi banyak lembaran kertas yang entah berisi apa.
" Tanda tangani itu ! " Titah Abi dengan suara berat. Tatapan elangnya menyorot berhasil mengintimidasi Fikri.
" Ap--apa ini ? " seketika hati Fikri menjadi gelisah.
Aku selalu meninggalkan jejak kok Thor...
boleh yaa double up /Pray//Pray/
double up dong Thor ...pliss !/Pray//Pray//Pray/
double up dong
tidak anak tidak ibu,dua duanya bikin kesel /Panic//Panic/
lanjut kak
dan pergi jauh dari fikri
Fikri Maruk...
mau dua duanya.
mana ada perempuan normal, yang rela melihat suaminya dengan perempuan lain ?
agak laen memang kau, Bambang !!
penulisannya rapi dan sesuai dengan kaidah menulis. Semangat berkarya Thor /Good//Good//Good/