NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 13

Jemari bu Jihan cekatan menjahit bagian kemeja lusuh Yoru yang sobek. Aura keibuannya terpancar. Aku yakin, ia sebenarnya menyayangi Yoru. Tapi, dia bingung bagaimana menampakkan sebuah kasih sayang kepada seseorang seperti Yoru. Aku, sebagai seseorang yang bukan siapa-siapanya pun sudah terbayang kebingungan itu.

Untuk pertama kalinya, aku berada di dalam rumah kecil di belakang rumah utama keluarga pak Addin. Tepatnya, rumah yang dihuni Yoru. Bu Jihan bercerita, bahwa dulunya di sini adalah kandang sapi. Terdengar menyedihkan, tapi sekarang bangunan ini memang sudah sangat layak dihuni oleh manusia.

Yoru masih terbaring di kasur kecilnya. Belum sadarkan diri. Bibi Yumi mengobati luka-luka di sekujur tubuh Yoru. Aku iba melihatnya. Tapi tak ada orang yang heran melihat Yoru mendapatkan semua siksaan itu.

"Dari dulu, semua luka yang ia alami tak pernah membuat Yoru berubah," ungkap bu Jihan.

Aku dan Niji terus melihat Yoru yang sedang diolesi obat itu. Dalam keadaan seperti itu, aku seperti melihat sisi lain Yoru. Mungkin, sisi lembutnya. Terlihat kalem dan teduh.

"Jika dengan memukulnya terus sampai seperti tak pernah mengubahnya, lantas kenapa pak Addin tetap melakukannya, Bu. Dia tahu itu sia-sia. Tidak mengubah apa pun. Hanya menempelkan banyak luka tanpa mengubah apa pun," ujarku spontan.

Bibi sudah pulang duluan sejak tadi. Menyisakan aku, Niji, bu Jihan, bibi Yumi dan tentu saja Yoru yang terbaring di sini.

Bibi Yumi memperlihatkan sebuah botol kepadaku, "Ini adalah minyak oles untuk menghilangkan bekas luka. Senantiasa ada di meja Yoru. Ia selalu menggunakan ini setiap kali lukanya telah kering. Kau tahu, sebenarnya Yoru menyayangi kulitnya."

Bu Jihan tersenyum. Lantas mengambil botol berisi minyak oleh itu dari tangan bibi Yumi. Lalu menyerahkannya kepadaku.

"Yoru sangat percaya dengan minyak ini, Shinea. Mungkin karena itu ia tidak ada kapok-kapoknya dibuat babak belur," seru bu Jihan.

Niji turut memegang botol kaca bekas minuman vitamin ini.

"Jadi, kenapa pak Addin tetap melakukannya?" tanyaku lagi karena tidak ditanggapi.

Bibi Yumi dan bu Jihan saling pandang sesaat. Kegiatan mereka yang masing-masing menjahit kemeja dan mengobati Yoru terjeda sejenak. Lantas, menengok ke arahku.

"Kami sudah kehabisan cara, Shinea. Dibilang baik-baik, percuma. Dibilang secara kurang baik juga percuma. Jadi, walaupun pak Addin sudah tahu semua hal yang dilakukan kepada Yoru percuma, ia tetap menghukum Yoru. Setidaknya, ia mendapatkan konsekuensi atas perbuatannya," jelas bu Jihan.

"Tapi, pak Addin adalah keluarganya. Kenapa dia setega itu menyakiti Yoru sampai segitunya?" tanyaku tegas yang kini disertai emosi.

Teman baikku segera merangkul. Lantas mengusap punggungku. Ah, Niji. Kenapa ia melakukan itu. Tindakan justru membuat emosional ini semakin terasa. Tentu saja lebih mudah membuat air mataku turun. Sialnya, kini air mataku benar-benar tumpah. Hei, kenapa aku harus menangis? Aku bukanlah siapa-siapanya Yoru. Bibi Yumi dan bu Jihan yang merupakan keluarganya saja terlihat baik-baik saja.

"Justru, kak Addin melakukannya karena dia tidak tega, Shinea," sambut bibi Yumi. "Dia tidak tega melihat Yoru dihukum oleh orang lain. Dia merasa, cukup dia saja yang menyakiti Yoru. Agar orang lain tidak perlu turun tangan untuk menghukumnya. Karena, ia merasa bahwa Yoru adalah cukup tanggung jawabnya. Bukan orang lain. Jika tidak cukup setimpal hukuman yang dikerahkan untuk Yoru, kak Addin khawatir orang lain akan memperparah keadaan Yoru."

"Dilihat dari mana pun tak ada yang baik-baik saja dari Yoru, Bibi Yumi. Dia parah. Sangat parah. Tak ada yang menjamin Yoru tidak akan mendapatkan hukuman tambahan dari orang lain. Sekali pun tubuhnya terluka parah. Alasan pak Addin sama sekali tidak masuk logikaku. Dia hanya menghukum terlalu keras. Seekor sapi yang mati itu tidak sebanding dengan siksaan yang diberikan kepada Yoru. Pemiliknya saja sudah mengikhlaskan. Aku juga, sebagai seseorang yang menyayangi sapi itu. Setiap ke rumah Niji, aku selalu memberinya makan. Aku sedih mengetahui sapi itu mati. Tapi aku lebih sedih melihat Yoru dipukul sampai seperti itu," uraiku dengan penuh emosi dan bibir bergetar.

Niji turut menangis di sebelahku. Setelah di halaman tadi ia juga menangis.

Bu Jihan melepas benang, jarum serta kemeja Yoru. Lalu memelukku dengan lembut.

"Kami sudah melihat pemandangan itu selama bertahun-tahun. Jika mengikuti hati, kami lebih memilih untuk tidak menontonnya. Tapi, kami rasa lebih baik kami harus tetap menontonnya. Karena apa? Agar kami bisa mengamati kondisinya. Dalam lubuk hati terdalam, kami khawatir jika dia tidak selamat. Oleh karena itu, mungkin dengan kami menyaksikan itu, kami bisa mencegah pak Addin sebelum terlambat," ujar bu Jihan.

"Kami paham kesedihan yang kamu rasakan, Shinea. Karena kami juga merasakan itu. Bahkan jauh lebih lama dan lebih dalam dibanding dirimu," sahut bibi Yumi.

Sebuah ungkapan yang membuatku merasa lebih tenang. Itu dia. Yoru disayangi keluarganya. Tapi, sekali lagi. Mereka bingung bagaimana cara menampakkan kasih sayang itu kepada seseorang seperti Yoru.

Tiba-tiba, pak Addin sudah muncul di bingkai pintu yang terbuka. Seketika, jantungku berdegup kencang. Kencang sekali. Ekspresi pria itu mencekam. Seperti hendak menelanku bulat-bulat. Sepertinya dia mendengar semua percakapan itu. Sudah pasti. Aku yakin dia sedari tadi menguping.

"Gadis-gadis jangan berlama-lama di kamar laki-laki. Sudah siang. Pulanglah!" pinta pak Addin.

Seharusnya, itu adalah ucapan yang normal. Tapi, karena ekspresinya yang seperti itu. Malah membuat bulu kudukku merinding. Seperti pengusiran paksa.

"Baik, Pak. Kami pulang dulu Bu Jihan dan Bibi Yumi." Aku berpamitan buru-buru sambil menarik lengan Niji.

Saat hendak ke luar melewati tubuh pak Addin, ia berdehem yang membuat langkahku terhenti.

"Jangan datang ke sini lagi. Pahlawan tidak dibutuhkan di tempat penuh darah ini. Pergilah," bisik pak Addin kepadaku.

Langkah lemasku bersanding tubuh bergetar. Ucapan dan wajah pak Addin tertekan jelas pada kepalaku. Benar saja. Dia mendengar percakapan penuh emosional itu. Dia pasti tersinggung karena ucapanku. Ya, aku memang terlalu lepas berbicara tadi. Terlalu banyak mengungkapkan isi hatiku.

"Tak apa, Cine. Semua akan baik-baik saja," ucap Niji.

"Iya, aku melihat semua baik-baik saja, kecuali Yoru," jawabku.

Embusan napas Niji terdengar. Kami telah sampai di tempat motor Niji terparkir. Tepatnya di depan gerbang rumah pak Addin. Posisinya berubah menjadi agak pinggir. Pasti karena menghalangi kendaraan lain yang melintas.

"Yoru akan senang, Cine."

"Mana mungkin."

"Tentu saja mungkin, karena dia mendengar ucapanmu tentang kepedulian terhadapnya," jawab Niji.

Aku langsung membulatkan mata dibuatnya. Mulai mengerti maksud Niji.

"Sebenarnya dia sudah sadar. Aku melihatnya membuka mata saat kamu, bibi Yumi dan bu Jihan berbicara. Tapi, dia segera berpura-pura masih pingsan saat menyadari aku melihatnya. Percuma saja. Dia sudah ketahuan sama aku."

Aku menepuk dahi, "Kenapa nggak bilang?"

Niji mengangkat bahu, "Kalau aku kasih tahu, nanti kamu nggak jadi melampiaskan isi hati kayak tadi."

Rasanya malu sekali mengingat kejadian tadi. Gara-gara Niji juga yang mengelus punggungku hingga perasaanku melunak. Arghhh, memalukan!

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!