NovelToon NovelToon
Where Are You?

Where Are You?

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Agnettasybilla

Kalea Ludovica—murid paling keras kepala seantro SMA Bintang dan salah satu murid yang masuk dalam daftar jajaran murid paling disegani disekolah. Masa lalunya yang buruk karena sering dikucilkan keluarga sampai kematian sang adik membuatnya diusir dari rumah ketika masih berusia tujuh tahun.
Tuduhan yang ia terima membuat dirinya begitu sangat dibenci ibunya sendiri. Hingga suatu ketika, seseorang yang menjadi pemimpin sebuah geng terkenal di sekolahnya mendadak menyatakan perasaan padanya, namun tidak berlangsung lama ia justru kembali dikecewakan.

Pahitnya hidup dan selalu bertarung dengan sebuah rasa sakit membuat sebuah dendam tumbuh dalam hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13

...- happy reading, dear -...

...***...

Kepulangan papanya yang mendadak dari luar kota membuat Kalea bahagia. Ia sangat girang menunggu hal itu sejak lama, akan tetapi rasa senangnya tidak berlangsung lama dikarenakan Bagas mengetahui kebohongan yang ia sembunyikan.Hampir tiga jam Bagas menceramahi dirinya.

Sampai pagi ini, Bagas masih betah mendiamkan putrinya itu.

Bagaimana tidak Kalea yang katanya sebentar kerumah Ana kemarin siang itu malah keluyuran sampai sore. Pakaian sekolahnya juga tidak gadis itu ganti sebelum pergi. Alhasil pulangnya kerumah dengan keadaan kaki terluka.

"Pa..." Kalea memanggil papanya yang asik menonton berita di ruang tamu. "Papa, Lea janji gak bohong lagi kok pa."

Lagian ia tidak sengaja melukai kakinya. Sebenarnya kemarin sore itu sandal yang ia kenakan putus, mengingat ia bukan gadis yang akan diam ketika berada di luar rumah membuatnya berlari-lari kesana kemari dan membuat telapak kakinya tak sengaja menginjak pecahan kaca di jalanan.

"Jika tidak mau mendengar omongan Papa, tidak papa. Sejak kamu kecil, Papa sudah sering ingatkan kamu untuk bisa menjaga diri dan tidak berbohong."

Kalea mendengus kesal lalu kedua kakinya ia hentakkan ke lantai, tak peduli dengan rasa sakit di telapak kakinya. Baru sekali ini dia bohong, Papanya sudah mendiamkannya. Bagaimana jika lebih dari itu, kurasa Papanya akan mengusirnya dari rumah.

"Harusnya dengar dulu penjelasan Kalea pa, bukannya marah-marah gak jelas begini."

"Kenapa sih muka lo kusut bangat kayak kain lap baru dijemur," ujar Zion menoleh padanya. Cowok itu sudah siap membawa mereka menuju sekolah.

"Lo juga kak, bukannya tidur dirumah malah keluyuran. Harusnya kakak itu belain Lea pas Papa marah..."

"Kakak kan gak tau kalau lo dimarahin."

Kalea menarik napas dalam lalu menatap ke luar jendela mobil. Berbicara dengan kakaknya tidak pernah dianggap serius.

"Kenapa lo gak pakai sepatu? dan malah pake sendal berbulu begitu? Kita mau ke sekolah bukan ke pasar," kata Zion melihat alas kaki adiknya.

"Aish, siapa bilang mau ke pasar? Memangnya ke pasar pakai seragam begini, hah?!

"Iya ter—"

"Kita kapan nyampenya kalau ngobrol terus kak?" potong Kalea cepat. Raut wajah kesalnya semakin buruk saat mengobrol dengan Zion yang sama sekali tidak membelanya sedikit pun.

Tujuan mereka sekarang menuju sekolah bukan malah mengobrol seperti saat ini. Segera Zion menyalakan mobil lalu keluar dari pekarangan rumah.

"Jadi kaki lo kenapa?" tanya Zion dengan cara baik-baik.

Kalea kira kakaknya itu tidak akan bertanya lagi. Taunya ia malah penasaran. Kalea menoleh dengan kepalanya ia sandarkan melirik sang kakak.

"Sakit Kak, sakit! Gak mungkin gaya-gayaan sampai kaki ini di perban."

"Santai dong kalau ngomong. Gue kan peduli sama lo, makanya nanya seperti itu."

"Peduli apanya sih kak? Kakak udah tau Kalea pulang jalan kaki bukannya di jemput atau apa, ini malah salahkan Lea lagi..." Kesal Kalea memanyunkan bibirnya.

"Emang lo ada nelpon gue atau apa gitu kemarin sore? Lagian lo kan bareng Letta dan Ana jadi buat apa gue jemput lo lagi. Biasanya juga kayak gitu kalau mau main..."

"Memangnya kalau Lea sama teman Lea, kakak gak mau peduli lagi gitu? Apa harus Lea benar-benar terluka parah kakak baru peduli, iya?"

"Lo gak pernah ya jaga omongan lo, Lea? Makin mari makin kasar ajah ngomong lo. Lo hargain gue ngga sih sebagai kakak Lo?!"

Zion membentak--menaikkan volume suaranya membuat Kalea syok dengan mata berkaca-kaca. Kalea perlahan mendadak diam. Teriakan keras Zion padanya membuat gadis itu menundukkan kepala, menahan sesuatu agar tidak jatuh dari sudut matanya.

"Gue turun di sini..." pinta Kalea tanpa menoleh pada kakaknya.

"Sekolah masih jauh..."

"Turunin gue, gue bilang!!" Kalea mengamuk. Zion langsung menepikan mobil.

"Anggap janji yang pernah keluar dari mulut kakak selama ini gak pernah terucap. Kalea menyesal menaruh kepercayaan sama kakak..."

Kalea turun dan membanting pintu mobil dengan keras. Zion yang berada di dalam mobil memukul stir mobil. Ini tidak boleh terjadi. Segera ia turun dan menghampiri Kalea yang berdiri dekat pohon.

"Maafin kakak ya, kakak gak ada maksud buat bentak kamu tadi." Zion meraih tangan Kalea namun dengan cepat ditepis kasar oleh gadis itu.

"Kakak masih ingat gak sama janji kakak dulu? Kakak janji gak bakalan lakuin hal yang membuat Kalea ingat semua kelakuan mereka dulu, tapi apa, kakak sama ajah sama masa lalu Kalea.."

"Sakit tau kak diingatkan hal yang sama walau dengan cara yang berbeda," sambung Kalea membuat Zion mengembuskan napas panjang. Zion terdiam, sementara Kalea mengetikkan sesuatu di ponselnya.

"Jangan kayak gini dek. Kakak minta maaf, ini yang terakhir..."

Tin..

tin...

Mobil merah milik Letta berhenti di depan mobil Zion. Segera Kalea berlalu dengan kaki terseok-seok meninggalkan kakaknya begitu saja. Melihat sikap Kalea seperti itu membuat Zion resah dan menendang udara kosong di depannya.

Lima menit kemudian

"Bukannya itu kakak lo ya? Kenapa lo minta dijemput sama kita," ujar Ana dari kursi depan.

"Gue dibentak. Lo bayangin ajah gue ini adiknya tapi seenak jidat marahin gue."

"Sabar Ra. Gimana pun dia tetap kakak lo kok, apapun dia bilang jangan gampang masukin hati."

***

Sekolah SMA Bintang sudah ramai akan murid-murid yang berlalu lalang dilingkungan sekolah. Mobil Letta memasuki parkiran sekolah disusul mobil Zion dari belakang. Diparkiran sekolah sudah ada Gabriel dan lainnya tiba dan lebih dulu menatap keanehan yang tak jauh dari tempat mereka berada.

"Kalea, dengerin kakak dulu. Kakak minta maaf buat kejadian tadi. Sumpah, kakak gak bermaksud ngomong gitu." Zion mati-matian meraih tangan adiknya yang selalu ditepis dan di hempaskan.

"Apa lagi? cukup kakak gini in Kalea. Kalau kakak merasa keberatan punya adik seperti Kalea bilang kak. Jangan sok baik tau-taunya menyakiti!"

"Kalea tau kok Kalea hidup memang gak akan bisa buat semua orang bahagia. Sejak kecil Kalea—"

Gadis itu menitikkan air mata. Zion meremas kuat tangannya. Ia menarik napas panjang. Kedua sahabat Kalea serta Gabriel dan yang lainnya menganga tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Kalea berubah 180 derajat dari sebelumnya.

"Kakak minta maaf..." lirih Zion di hadapan Kalea. Tidak peduli dengan pandangan murid lain yang menatap mereka. Hubungan Kalea dan Zion sebagai kakak adik cukup anak-anak Vesarius dan kedua sahabat Kalea yang tau.

"Gak bisa.. maaf..." ujar Kalea mengusap kasar pipinya yang basah dan berlalu dari sana. Kepergian gadis itu disusul oleh Ana dan Letta.

"Adik lo kenapa bisa sekasar itu? Gak biasanya itu anak ngomong gitu. Lo cari ribut lagi sama adik lo sendiri?" kata Adit duduk disebelahnya.

"Benar tuh, gue dengar lo minta maaf. Masalahnya apa?" tanya Bobby.

"Gue ngebentak dia pas di mobil..."

Zion mengangkat wajahnya. Ekspresinya langung berubah. "Wajar gue marah karena dia gak sopan ngomong sama kakaknya sendiri. Setidaknya status gue dihargai sebagai kakaknya."

Gabriel yang menelan sarapan paginya meletakkan sendoknya dan angkat bicara.

"Wajar gimana nya? kali ajah lo yang gak ngertiin susana hatinya. Bisa jadi adek lo lagi gak mood. Chika juga gitu..." Chika, adek perempuan Gabriel yang duduk di bangku sekolah dasar.

Gabriel benar. Sebelumnya gadis itu memang lagi marah-marah karena kesal pada Papanya. Karena sikap Zion yang tidak terlalu serius menanggapi malah ke pancing omongan Kalea yang sedikit menggunakan nada bicara yang meninggi.

"Harapan dia sama lo cukup besar. Gue gak tau arah pembicaraan dia tadi kemana, tapi dibalik semua itu dia pernah punya masalah besar. Setidaknya lo harus bersikap lebih sabar hadapin sikap adik lo yang kayak gitu, apalagi adik lo cewek. Lo tahu gimana perempuan kalau lagi ngambek," lanjut Gabriel panjang lebar..

"Sial bangat ya punya adik cewek kalau lagi marah. Bikin moodyan gak jelas kayak ini orang," kata Bobby.

Adit berdiri dari kursi lalu menjinjing ransel sekolahnya berwarna biru. Jam dinding menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit, masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi sebelum pelajaran di mulai.

"Masuk kelas yuk, mumpung jamnya Bu Nana. Kasian itu guru gajinya ngalir terus, ilmu gue gak nambah sama sekali," ajak Adit membuat mereka berdiri dari tempatnya menuju ruangan kelas di lantai tiga.

Gabriel berjalan bersama beriringan dengan Zion, sedangkan Adit, Bobby dan Haris berjalan di depan mereka. Adit tidak lepas memandangi adik kelasnya yang melewati mereka hingga sentilan keras di jidatnya membuat Adit mengaduh kesakitan.

"Jaga mata lo, njir! Baru juga putus udah mau cari ganti ajah," kata Bobby.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!