Achassia Alora adalah gadis misterius yang selalu menutupi identitasnya. Bahkan hampir semua orang di sekolahnya belum pernah melihat wajahnya kecuali beberapa guru dan kedua sahabatnya. Gadis yang di anggap miskin sebenarnya adalah cucu dari keluarga kaya raya yang terbuang. Begitu banyak rahasia yang ia sembunyikan, bahkan dari ibunya sendiri.
Setelah bertahun-tahun ia hidup tenang bersama ibunya, sang Kakek kembali datang dalam kehidupan mereka dan memburunya untuk kepentingan bisnisnya. Tentu saja Achassia selalu menghindar dengan cara apapun agar tidak tertangkap oleh Kakeknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AzaleaHazel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Situasinya masih sama seperti sebelumnya, belum ada yang membuka suara di antara mereka. Achassia juga tidak bicara sama sekali, memangnya apa yang akan ia katakan? Ia kesini mampir kesini hanya untuk menunggu Sagara, jadi ia tidak akan bicara jika tidak ada yang bertanya.
Ting..
Ada notifikasi masuk dari ponsel Acha, semua kompak menoleh pada ponsel yang berada di atas meja itu. Kini suara ponselnya memecahkan keheningan yang sejak tadi terjadi. Acha menghela nafas lega, akhirnya ia bisa mengatasi rasa canggung ini, tangannya terulur meraih ponselnya yang ada di meja. Ternyata pesan dari Sagara, pria itu bilang sebentar lagi pekerjaannya akan selesai.
"Lo mau pergi?" Tanya Anya membuka suara.
"Hmm." Balas Acha.
"Kemana?" Tanya Anya lagi.
"Ada urusan." Ucap Acha enggan memberitahu.
Anya mendengus. "Gue tanyanya, Lo mau kemana?" Tanyanya lagi. Acha langsung menatapnya dengan tatapan tajam, membuatnya diam dan tidak bertanya lagi.
"Acha sendiri perginya?" Tanya Luna yang hanya di balas anggukan dari Acha.
"Gue baru tau ini cafe nyokap Lo." Kata Chaziel memperhatikan cafe ini.
"Ternyata Lo emang se misterius itu ya, jangan-jangan bokap Lo miliarder." Lanjut Chaziel asal ceplos.
Anya menendang kaki Chaziel. "Hust." Bisik Anya kesal.
"Apaan sih?" Tanya Chaziel.
"Papa-nya Acha udah meninggal." Sahut Luna memberitahu, suasananya jadi hening beberapa detik.
"Mama sama gue cuma punya cafe ini." Kata Acha, bukankah benar apa yang ia katakan? Ia dan Isvara memang hanya memiliki cafe ini dan rumah.
Chaziel merasa tidak enak. "Ehh sorry ya, Ca. Gue nggak tau." Ucap Chaziel menyesal membuat Acha mengangguk.
"Mangkanya jangan nyerocos mulu jadi orang." Sahut Anya kesal.
"Yee, nggak ngaca Lo." Ceplos Gavin membuat Anya memutar bola matanya malas.
"Cuma berdua sama Tante Vara?" Tanya Arkan yang berada di sebelahnya.
Acha mengangguk "Cuma Mama yang gue punya." Ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya pada ponselnya.
"Keluarga Lo yang lain? Kakek, Nenek sama yang lain kemana?" Tanya Gavin penasaran.
Acha langsung menatap tajam Gavin. "Cuma Mama." Kata Acha menekan ucapannya.
Gavin bergidik ngeri melihat tatapan tajam Acha. "O-oh oke." Jawabnya tergagap.
Pantas saja Anya tadi langsung diam begitu Acha menatap tajam, sekarang ia tau bagaimana tajamnya mata gadis itu.
Acha masukkan ponselnya ke dalam tas karena Sagara sudah selesai dengan pekerjaannya. "Gue duluan." Ucap Acha.
"Sekarang banget perginya? Acha kan baru nyampe." Tanya Luna cemberut. Sedangkan Acha hanya mengangguk.
"Penting banget ya?" Tanya Anya, Acha malah mengendikkan bahunya tidak yakin membuat Anya kesal.
"Gue temenin deh." Ucap Anya lagi, tapi Acha kembali memberikan tatapan tajam padanya. Anya hanya bisa menghela nafas pasrah.
"Nanti pulangnya jangan kemaleman." Peringat Acha pada Anya dan Luna, mereka mengangguk mengerti.
Acha bangkit dari duduknya, ia berbalik dan melangkah menjauh dari meja mereka, tapi baru beberapa langkah panggilan Arkan menghentikannya.
"Ca." Panggil Arkan membuat Acha menoleh kearah cowok itu.
Arkan menyampirkan jaketnya di pundak Acha. "Udah malem, nanti dingin." Ucapnya.
Acha tersenyum, walaupun hanya terlihat matanya saja karena wajahnya tertutup masker. "Makasih, gue duluan." Pamitnya membuat Arkan mengangguk.
Arkan menepuk kepala Acha dua kali. "Hati-hati." Ucapnya.
Semua mata tentu saja menatap kearah Arkan dan Acha. Chaziel dan Gavin melirik sinis kearah Arkan, bukankah akhir-akhir ini Arkan mendekati Luna? Tapi kenapa sekarang malah bersikap manis pada Acha? Tanya mereka dalam hati. Nanti mereka akan bertanya pada Arkan, tidak mungkin kan jika bertanya sekarang karena ada Anya dan Luna.
"Heh, Lo suka ya sama Acha?" Tanya Anya sinis, ia merasa tidak terima jika Arkan mempermainkan kedua sahabatnya, meskipun ia tau Acha tidak mudah terbawa perasaan.
Arkan menggeleng. "Enggak." Jawabnya jujur.
"Terus kenapa sikap Lo kaya gitu sama Acha?" Kata Anya masih tidak percaya.
"Nggak tau kenapa tiap liat Acha gue jadi pengen punya adek cewek." Ucap Arkan jujur, perasaanya berbeda pada Acha, tapi itu murni karena ia menganggap gadis itu seperti adik perempuannya bukan karena menyukai gadis itu.
"Minta bikinin sono sama Mak Bapak Lo. Jangan temen gue!" Balas Anya galak.
Arkan menghela nafas. "Sibuk, lagian nggak enak kalau masih kecil." Ucapnya, saat ini saja orang tuanya masih berada di luar negeri.
"Enak dong Arkan, kan lucu soalnya masih bayi." Sahut Luna membuat Arkan tersenyum.
"Eh, tapi Acha juga lucu kaya kelinci." Lanjut Luna memberitahu.
"Kalau tidur, soalnya nggak kelihatan galak." Sahut Anya membuat Luna mengangguk setuju.
Chaziel dan Arkan tersenyum mendengar kedua gadis itu membicarakan Acha. Sedangkan Gavin juga mengangguk setuju jika Acha memang galak, terbukti dari tatapan tajamnya tadi.
Kainoa dan Bumi masih betah untuk tidak membuka suaranya sejak tadi. Anya dan Luna juga tidak peduli, lagipula mereka tidak mengajaknya kemari, itu semua kemauan mereka sendiri, jadi untuk apa di ambil pusing.
...🍃🍃🍃🍃🍃...
Achassia baru saja memasuki cafe yang Sagara datangi untuk meeting tadi. Tadinya Sagara ingin menghampiri gadis itu ke cafe Isvara, tapi Acha menolak karena takut pembicaranya akan di dengar oleh Mama-nya dan teman-temannya.
"Baru dateng nghela nafas aja." Kata Sagara karena saat Achassia datang sudah menghela nafas.
"Lama banget sih." Gerutu Acha kesal.
"Namanya juga meeting. Kamu kenapa lagi?" Tanya Sagara melihat wajah cemberut gadis itu.
"Om Aga, kenal orang ini?" Tanya Acha menyodorkan foto seorang pria. Siapa lagi kalau bukan ayah Alin.
Sagar mengangguk. "Beberapa hari lalu datang ke kantor buat nawarin kerja sama." Jawab Sagara mengingat wajah orang di foto itu.
"Udah Om terima?" Tanya Acha lagi.
Sagara menggeleng. "Belum, emang kenapa? Tumben kamu kepo sama urusan ginian." Tanya Sagara mengerutkan keningnya.
"Jangan terima dulu, biarin aja." Pinta Acha membuat Sagara menatapnya aneh, karena tidak biasanya gadis ini tertarik masalah pekerjaannya.
"Kamu ada masalah sama orang ini?" Tanya Sagara menunjuk foto ayah Alin.
Acha menggeleng. "Bukan, tapi sama anaknya." jawabnya.
"Anaknya gangguin kamu?" Tanya Sagara yang di balas gelengan dari Acha.
"Sekarang sih belum, bentar lagi pasti iya." Ucap Acha yakin, apalagi saat Anya dan Luna memberitahunya jika Alin terlihat sangat marah padanya.
"Emang ada masalah apa sama anaknya?" Tanya Sagara heran, karena baru kali ini ia mendengar Acha bermasalah.
Jangan tanya darimana Sagara bisa tau, pria itu selalu mengawasi Acha lewat temannya yang menjadi guru di sekolah gadis itu. Tapi Sagara tidak tau tentang Acha yang selalu menyembunyikan wajahnya, ia hanya menanyakan apakah gadis itu pernah bermasalah di sekolah atau tidak.
Acha menggeleng. "Nggak ada sih sebenernya, tapi cowok yang di kejar deketin Acha." Ucapnya tidak yakin, ia juga belum tau maksud Kainoa mendekatinya.
"Mereka pacaran?" Tanya Sagara.
Acha menggeleng. "Cowoknya nggak mau." Selama ini Kainoa memang selalu mengabaikan Alin, tapi gadis itu masih saja mendekati Kainoa.
"Kirain kamu ngrebut pacar orang." Kata Sagara mengejek, membuat gadis itu meliriknya tajam.
"Sembarangan, Acha nggak mungkin gitu ya." Kesal Acha berkacak pinggang.
"Iya-iya, becanda." Ucap Sagara membuat Acha mendengus.
"Itu jaket kamu?" Tanya Sagara melihat jaket yang di kenakan Acha.
Acha melirik jaket yang ia pakai. "Kenapa?" Tanya Acha balik.
"Kaya pernah liat, tapi lupa dimana." Jawab Sagara membuat Acha menggelengkan kepalanya. Seingat Sagara, ia pernah melihat jaket itu, tapi entah dimana.
Selesai membahas masalah Achassia, Sagara memesankan makanan kesukaan gadis itu. Saat akan mengantar gadis itu pulang, tiba-tiba Acha mengajaknya mampir ke salah satu mall. Tentu saja pria itu tidak bisa menolak, walaupun ia merasa lelah, tapi jika melihat wajah bahagia Achassia, rasa lelahnya sedikit berkurang.