NovelToon NovelToon
Mafia Posesif Terobsesi Cinta Detektif Bar-Bar

Mafia Posesif Terobsesi Cinta Detektif Bar-Bar

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Mafia / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / suami ideal
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: Bilah Daisy

Mempunyai Hubungan Toxic dengan suaminya merupakan hal biasa bagi Sara, hal itu sudah wajar jadi ia tak terlalu peduli. Leo sang mafia agresif namun sangat menyayangi istrinya masih saja ia tenggelam dengan obsesi masa kecilnya selain obsesi cintanya pada Sara. Kehidupan yang awalnya seperti biasanya berubah menjadi aneh saat Sara mendapatkan tranplantasi jantung oleh seseorang yang tak di ketahuinya. Di balik pernikahannya yang kembali berjalan lancar setelah Sara sembuh, Sara mulai mendapati sisi gelap suaminya karena kepekaannya yang kuat sejak menerima transplantasi jantung. Hal itu membuat Sara menjadi takut pada suaminya, sebenarnya apa sisi gelap dari Leo hingga membuat Sara takut setelah mengetahuinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilah Daisy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kecurigaan

" buka baju mu." Ucap Sara membuka bajunya.

" Ha?"

" Buka baju mu."

" Kamu mau ngapain?"

Sara tersenyum lalu memukul belakang kepala Leo. " Baju mu basah, nanti bisa busuk."

" Ya makanya jangan ngomong setengah-setengah."

" Ih otak kamu mesum banget sih."

" Mesum begini, tapi aku nggak pernah langsung nusuk kamu kan?"

" Kamu vulgar banget sih, diam nggak."

" Tapi cerita kamu yang tadi bilang kamu di selamatin anak cowok apa bukan aku ya?"

" Emangnya kenapa?"

" Soalnya aku juga pernah nyelamatin anak kecil cewek gitu."

Sara lantas melihat Leo dari bawah hingga atas dan tersenyum meremehkan.

" Nggak mungkin."

" Kenapa tidak?"

" Soalnya dia tu ganteng banget sedang kamu... Jauh berbeda lah. Mungkin yang kamu nyelamatin waktu itu bukan aku."

" Iya sih, mungkin bukan kamu. Soalnya anak itu tengil banget mana sok cantik lagi."

" Apa kata mu?"

" Kamu kok marah?"

" Gimana jika cewek yang kamu nyelamatin itu beneran aku?"

" Kamu kan bilang nggak mungkin."

" Isss nyebelin iii!" Sara lalu masuk ke kamar mandi.

Saat masuk, ia membanting pintu kamar mandi membuat Leo heran.

" Maunya apa sih?" Leo mengerutkan keningnya. " Nggak jelas banget, tapi emang nggak mungkin dia sih. Anak kecil itu terlalu cantik, pasti udah cantik banget sekarang." Leo tersenyum.

xxxxxxxxxxx

Reva, Sam, dan Bian kini kembali berkumpul di ruangan mereka dan masih membahas kematian Evelyn yang janggal.

" Sam, tu anak nggak balas apa-apa?" Tanya Reva.

" Nggak, dia baca dong. Nggak di balas."

" Nggak mungkin tu anak marah karena di skor kan? Ini gara-gara Lo sih." Tunjuk Reva pada Bian.

" Kok gue sih, dia nggak bakalan marah karena itu. Lagian bukan gue yang skor dia, tapi pak kepala sendiri kali."

" Nggak biasanya ni anak nggak ngebalas pesan gue. Apa tu anak..."

" Tu anak nggak pernah nggak ngebalas pesan kalo dari kita-kita. Mungkin aja..." Bian mengerutkan keningnya.

" Kenapa?"

" Jangan-jangan suaminya nih yang megang hp nya."

" Kok jadi suaminya lagi sih? Lo dendam apa sih sama suaminya?"

" Gue nggak dendam anjink. Tapi suaminya itu kek nyebelin banget, larang Sara buat gini gitu. Apalagi dia tu posesif banget, Sara nggak boleh deket sama siapa aja kecuali cewek. Gue aja dia curigain."

" Wah, kak Leo sangat romantis." Reva tersenyum. " Gue mau punya suami kek gitu."

" Khayal Mulu Lo." Ucap Sam. " Jadi gimana nih? Gue cari di google juga informasinya nggak terlalu akurat, soalnya kancing modelan gini banyak. Andai ada mereknya, pasti bakalan mudah."

" Lo udah nanyak sama penjual baju gitu?"

" Udah, dia malah ngira gue mau beli. Nggak guna juga tanyain mereka, jawabannya pada ngawur."

" Lo tanya kek gituan di mana?"

" Pasar dekat rumah gue."

" Sini nggak Lo, gue pukul Lo!" Kesal Bian.

" Pasih BI." Reva menghala Bian. " Udah ih."

" Lo tolol banget sih, ngapain Lo tanya kancing kek gituan di pasar ha! Nggak sekalian Lo nanyak Ama tukang bengkel?"

" Ya kalo ke mall, gue malu."

" Malu kenapa Lo?"

" Gue belum punya duit, nggak enak banget pergi dari mall tapi nggak bawa apa-apa."

" Uuughh!" Bian memegang kepalanya frustasi. " Oke kita ke rumah Sara aja." Bian lalu mengambil jaketnya.

Beberapa saat kemudian*

Sara menyilangkan tangannya di dadanya sambil melihat 3 manusia yang duduk tak sopan di hadapannya.

" Lo pada ngapain ke sini? Mau numpang makan atau numpang tidur? Apa perlu gue sediain kamar?"

" Wah bagus tuh." Sam tersenyum.

Sara menarik napas dalam-dalam. " Ada apa gerangan kalian kemari?"

" Ah bener, gue sampe lupa." Sam lalu mengeluarkan kancing itu. " Ini ada di tangan Evelyn waktu mayatnya di periksa."

" Kancing?"

" Iya, Lo tahu nggak ini kancing apa?"

" Dilihat-lihat sih ini kancing kemeja." Ucap Sara memerhatikan kancing itu.

" Dan Lo tahu nggak? Tusukan di perutnya tu bukan pisau, tapi belati." Jelas Reva. " Heran nggak tu? Soalnya kita cuma nemu pisau di sel, tapi bentuk tusukannya belatih."

" Belatih?"

" Nah gue tanya tu, siapa Lo tahu ni kancing apa."

Sara terdiam sejenak dan mengingat kancing baju Leo yang hilang kemarin.

Ia pun mengerutkan keningnya saat kembali memerhatikan kancing hitam itu.

' ini punya Leo.' batinnya. ' kok bisa...'

" Sar? Lo tahu nggak?"

" Nggak." Sara menggelengkan kepalanya. " Gue nggak yakin. Tapi biar gue aja yang cari, Lo pada pulang aja." Sara berlari naik ke atas.

" Dasar tu anak." Bian merasa kesal.

Di atas, Sara langsung menanyai kancing itu pada Leo.

" Leo aku mau nanyak."

" Apa? Temen kamu udah pulang?"

" Kenapa kancing baju kamu ada di sel?"

" Ha?"

" Temen-temen aku nemuin kancing baju kamu di tangan Evelyn. Mereka curiga pemilik kancing ini pembunuhnya."

" Mungkin jatuh waktu di sel kali."

" Kalo emang jatuh kenapa ada di tangan Evelyn?"

" Kemarin aku tuh jalan-jalan ke sana juga dan lihat cewek yang ketawa-ketawa gitu, aku kan penasaran jadi aku samperin. Terus tiba-tiba aja narik kerah aku, utung ada penjaga yang nolongin aku."

" Kok kamu bisa masuk?"

" Kamu kan kasi aku tanda pengenal warna hijau itu, aku masuk dan penjaganya cuma diam aja."

" Huff, syukurlah jika seperti itu. Aku sempat curigain kamu. Maaf."

" Tidak apa-apa. Aku ngerti." Leo tersenyum.

Sara lalu kembali turun, ternyata teman-temannya masih ada di sana, mereka makan cemilan begitu banyak dan bahkan menonton tv.

" Gue kira Lo pada pulang."

" Nanggung, filmnya kerena banget nih."

" Sekalian tidur ae Lo pada di sini."

" Wah ide bagus tu, besok juga kita libur."

" Omong-omong, tu kancing milik suami gue."

" Apa?" Bian langsung fokus pada Sara. " Yang bener Lo?"

" Dengerin gue dulu, kan kemarin dia mau jalan-jalan nah gue kasi tanda pengenal agar dia nggak di tegur. Katanya dia dari sel tahanan khusus juga, saat dia lihat tu Evelyn dia penasaran karena tu anak ketawa-ketawa sendiri. Dia langsung narik kerah baju suami gue saat dia mendekat. Nah gitu."

" Dan Lo percaya?"

" Maksud Lo?"

" Gimana jika dia boong?"

" Nggak mungkin ah, dia nggak pernah bohong Ama gue. Walaupun mau dia... Pokoknya dia nggak bakalan boongin gue, penjelasannya juga tadi masuk akal."

" Ckkk, padahal tu kancing bukti kuat." Ucap Reva.

" Terus belatihnya gimana dong?" Tanya Sam. " Masa harus nyari belatih itu lagi."

" Begini, saat suami Lo masuk ke sana tu anak masih hidup kan? Dan setelah 20 menit ada penyampaian kematiannya, berarti masih ada yang masuk gitu selain suami Lo?"

" Mungkin gitu sih, misalnya kalo suami yang ngelakuin itu pasti ada bercak darah atau ke anehan lain sama dia."

" Jadi Lo juga curiga in suami Lo?"

" Ya Lo pada curigaiin suami gue juga kan? Gue nggak mungkin ngelindungin suami gue jika dia udah bunuh orang."

" Misalnya kalo dia pernah bunuh orang gimana?"

" Ya... Ya nggak mungkin lah. Lo nggak pernah lihat sisi lembut dia."

" Emangnya dia punya sisi lembut?" Tanya Bian.

" Eh Lo diam ya."

" Sara." Panggil Leo menuruni tangga. " Kamu mau ikut nggak?"

" Kemana?"

" Aku mau ke rumah sakit, di panggil om Keenan soalnya. Katanya ada alat medis yang harus kamu tanda tangani."

" Kenapa harus di rumah sakit?"

" Ya nggak tahu juga."

" Oke, kalo gitu aku." Sara lalu berdiri. " Eh gue pergi ya, kalo kalian pada masih mau disini, terserah deh, gue mau pergi dulu."

xxxxxxxxxxx

Sara tersenyum lebar sambil terus melihat sekitaran tempat itu dengan lampu jalan yang begitu terang dan cukup sepi.

Sesekali ia berbalik menatap Leo yang juga hanya diam menatap ke depan melihat air danau yang tenang.

Sudah 10 menit mereka diam-diaman begitu, melihat Leo yang sepertinya ingin tenah, Sara pun juga hanya diam saja menatapnya.

" Kamu mau ngomong apa? Kenapa dari tadi kamu gerak terus?" Tanya Leo yang masih fokus melihat ke sungai.

" Kita ngapain di sini? Kata kamu kita mau ke rumah sakit."

" Kamu percaya?"

" Iya."

" Barusan tadi kamu bilang suami kamu nggak bakalan bohongin kamu, tapi kamu percaya sama aku."

Sara pun langsung terdiam dan tersenyum. " Kau membohongi ku?"

" Itu artinya kamu sangat percaya sama aku kan."

" Kenapa kamu ngelakuin itu..."

" Hari ini ulang tahun mama dan tidak ada perayaan di keluarga Amstrong, namun jika itu ulang tahun ayah dan kakek semuanya bergembira dan merayakannya meski mereka sudah mati."

" Kenapa kamu ngomong gitu, itu sedikit aneh. Memangnya orang mati bisa ulang tahun? Sangat aneh, keluarga mu aneh karena merayakan ulang orang mati. Mereka pasti percaya hal takhayul."

" Kamu tahu dari mana?"

" Benner mereka percaya takhayul?"

" Iya." Angguk Leo. " Mereka sangat kuno, memercayai ritual leluhur di keluarga kami."

" Ah, padahal aku hanya asal bicara saja. Keluarga konglomerat memang aneh."

" Yang terpenting aku mencintai mu."

" Kamu kenapa tiba bahas itu?"

" Jika suatu hari sisi buruk aku terungkap, kamu masih mau nggak sama aku?"

" Mulai alay nih, kamu tu punya banyak sisi buruk tapi aku nggak ninggalin kamu."

" Aku serius Sara."

" Sisi bagaimana lagi coba? Semua sisi buruk kamu aku tahu, nggak nepatin janji, barusan kamu bohongin aku, kasar, keras kepala, posesif, tegaan sama orang lain, suka gebukin orang, palsuiin dokumen orang, sisi buruk yang mana lagi coba yang nggak kamu punya?"

Leo lantas menyandarkan dahinya di bahu Sara. " Masih ada sisi buruk aku yang nggak kamu tahu..."

" Jika kamu sampai bunuh orang, aku bakalan ninggalin kamu."

" Bagaimana jika itu benar?"

" Nggak, kamu nggak bakalan lakuin itu. "

" Aku minta maaf."

Sara lalu memeluk suaminya dan mengelus-elus rambutnya lembut.

" Tidak apa-apa, aku mengerti. Jangan buat aku terus-terusan khawatir sama kamu gini dong."

" Jangan tinggalin aku."

" Siapa juga yang mau ninggalin kamu!" Sara memukul punggung Leo.

" Sssttt... Itu sakit."

" Kenapa?"

" Nggak apa-apa."

" Biar aku lihat dulu."

" Bukan apa-apa, nggak usah."

" Biarin aku lihat dulu, pasti ada yang aneh nih."

Sara lalu mengangkat setengah baju Leo, matanya terbalak kaget ketika melihat 2 bekas jahitan panjang di sekitar pinggangnya.

Ia menitihkan air matanya dan kembali menutup baju Leo.

" Kamu dapat luka dari mana?"

" Itu nggak apa-apa..."

" Nggak apa-apa apanya! Aku kan udah bilang jangan sampai terluka saat bekerja!! Kenapa kamu terluka! Jahitan itu masih basah! Itu pasti luka baru kan!" Ucapnya menangis keras.

" Kamu ngapain sih nangis di sini..."

" Jangan terluka..." Sara berjongkok dan menutup wajahnya. " Kamu kenapasih, kenapa kamu buat diri kamu luka..."

" Jangan nangis dong, aku nggak apa-apa."

Leo hanya tersenyum dan memeluk istrinya yang tengah menangis sesenggukan itu.

xxxxxxxxxxx

Mereka lalu kembali ke rumah, Leo langsung membaringkan dirinya di ranjang tanpa membuka bajunya terlebih dahulu.

Sedang Sara yang baru sampai ke kamar setelah membuat bubur di bawah langsung terdiam saat melihat Leo yang tertidur seperti itu.

Ia pun meletakkan buburnya di meja dan mendekati Leo secara perlahan.

Sara membuka kancing baju Leo satu persatu dengan begitu pelan agar tak membangunkan Leo.

" Hmm.."

" Maaf, maafkan aku." Ucap Sara. " Kamu pasti kepanasan, buka baju kamu dulu. Biar aku bantu."

" Tidak usah.." ucap Leo lemah.

Sara pun menatap sendu Leo dan kembali membuka sedikit baju Leo untuk melihat luka jahitannya tadi.

Ia terus menatap luka jahit Leo hingga ia kembali menitihkan air matanya lagi.

Ia kembali menatap Leo dan mengengam tangan Leo. Sara perlahan mendekatkan wajahnya pada wajah Leo dan mengecup dahinya.

" Apa yang terjadi pada mu?" Tanya Sara dengan suara kecilnya. " Kenapa kamu bisa terluka?"

Namun Leo tak menjawab.

" Jangan terluka, kamu buat aku takut."

" Aku baik-baik saja."

" Meski kamu ngerasa baik-baik saja, jangan sampai kamu terluka. Kamu membuat aku nggak baik-baik aja."

" Maaf..."

" Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Tidurlah."

" Aku minta maaf untuk semuanya."

" Untuk apa?"

Namun Leo tak menjawab lagi, Sara pun pergi mematikan lampu kamar mereka dan duduk di sofa.

Ia mengambil handphonenya untuk bermain game agar tak ketiduran. Entah mengapa, Leo tiba-tiba demam.

Semalam ia melakukan hal-hal yang berat agar dirinya tak ketiduran.

Setiap 20 menit sekali, ia terus menganti handuk kepala Leo. Sara terus melakukan itu berulang kali hingga pagi hari pun tiba.

Karena air yang ia bawa tadi sudah mulai dingin, Sara pun kembali turun untuk mengambil air hangat. Dan saat dirinya kembali, Sara melihat Leo yang kesusahan membuka bajunya.

" Kamu ngapain sih, kenapa nggak manggil aku." Ucap Sara. " Apa pinggang kamu sakit?"

" Nggak kok."

" Demam kamu sudah turun, syukurlah..."

Namun Leo langsung memeluknya membuat Sara tentu bingung.

" Ada apa?"

" Kenapa kamu nggak tidur?"

" Kamu demam tinggi banget, nggak mungkin aku ninggalin kamu tidur kan."

" Aku minta maaf."

" Kamu dari tadi malam terus minta maaf loh, kamu kenapa sih? Ngawur terus tadi malam."

" Benarkah? Aku baru demam lagi setelah sekian lama."

" Kamu bicara seperti orang yang mati saja, baru demam juga kayak orang mau mati.

" Kamu mau aku mati?"

" Udah ih, kamu makan dulu ya. Aku turun dulu ambil buburnya."

" Aku rasa aku sudah sembuh, nggak usah makan bubur."

" Kau yakin?" Sara menempel tangannya di dahi Leo. " Iya, baguslah. Demam kamu turun."

" Aku juga nggak mau makan."

" Kenapa?"

" Nggak lapar aja."

" Ah benar, duduklah dulu. Bersandar lah di sini." Suruh Sara.

Sara lalu mengambil kotak p3k di lemari dan mengambil alat dokter khusus yang sudah lama ia simpan.

Ia lalu kembali duduk di samping Leo dan memerbersihkan sekitar luka jahit Leo sebelum memotong jahitannya itu.

Melihat Sara yang begitu serius, Leo lantas tersenyum.

" Kamu ngapain senyum?"

" Kok kamu bisa tahu buka bekas jahitan luka?"

" Entahlah, aku mengikuti kata hati aku aja."

" Kata hati?"

" Sebelumnya aku tak pernah tahu tentang beginian, namun belakangan ini aku menjadi dokter dadakan di kantor ku. Apa sakit?"

" Tidak." Leo menggelengkan kepalanya. " Rambut kamu makin panjang, kamu nggak ada niatan buat potong? Aku pikir kamu nggak suka rambut panjang."

" Iya, sebelumnya begitu. Tapi entah kenapa aku malah jijik lihat rambut pendek aku, jadi aku mencoba memanjangkannya lagi."

" Apa kamu tahu kamu itu aneh?"

" Aku tahu, aku juga bingung. Selesai, jangan terlalu banyak bergerak."

Sara lalu membereskan barang-barang yang berserakan di meja dan kembali menaruhnya di lemari.

" Sebaiknya kamu nggak usah mandi dulu deh, aku takut jika luka kamu kena air. Gimana nanti kalo perih."

" Baiklah dokter Sara."

" Benarkan? Aku bertingkah seperti seorang dokter. Padahal mengobati luka kecil saja aku tidak bisa, dan entah kenapa sekarang aku bisa?"

" Bakat terpendam kamu kali."

" Oh benar, lusa nanti aku akan kembali bekerja."

" Baiklah."

xxxxxxxxxxx

Di pagi hari yang cerah, Sara kembali masuk bekerja membaut dirinya begitu senang tak karuan saat memasuki kantor polisi.

Semua orang langsung menyambutnya dengan penghormatan yang menandakan jabatannya memang tinggi.

Sementara itu di dalam*

" Bi, Sam mana? Belum datang? Nanti dia sama Sara harus ke TKP lagi loh buat meriksa." Tanya Reva.

" Nggak tahu."

" Eh btw..."

Namun belum sempat bicara, Reva langsung mengaga lebar saat Bian membuka bajunya untuk gantinya baju.

Dia bahkan mematung di tempatnya sambil terus melihat perut kotak seksi milik Bian.

" Va, Lo bisa bantuin gue nggak?" Tanya Bian. " Reva? Woi, Lo dengerin gue nggak sih?"

" Ha? Lo ngomong apa?"

" Tolong tarik baju gue ke bawah."

" Iya. Iya, gue datang."

Dengan tangan yang gemetar, Reva menarik baju bagian belakang baju Bian dengan pelan.

Namun saat Bian berbalik, jaraknya antara Reva begitu dekat hingga membuat Reva kaget dan hampir jatuh ke belakang.

Dan untungnya dengan tangan sigapnya menahan pinggang Reva yang hampir jatuh.

" Lo nggak apa-apa."

" Nggak..." Mata Reva melotot besar menatap mata Bian. ' kok dia ganteng banget di liat dari deket sih?'

" Va? Lo baik-baik aja nggak?"

Namun Reva hanya diam hingga mata mereka terus menatap lama seperti itu membuat pipi Reva merah merona.

" I am comeback!" Ucap Sara memasuki ruangan. " Kalian lagi ngapain..."

Bian yang kaget langsung melepas genggamannya pada Reva hingga Reva pun jatuh ke lantai.

" Aww!"

" Reva! Lo baik-baik aja!"

" Sepertinya tangan gue... Jantung gue nggak baik-baik aja."

" Ha?" Heran Sara. " Lo sih! Kok malah bikin Reva jatuh!"

" Gue nggak sengaja."

' nggak, nggak, aku nggak bakalan cinta sama dia kan? Nggak gue nggak suka dia.'

Bian dan Sara pun segera membantu Reva berdiri dan mengobati tangannya yang sepertinya tergilir.

TO BE COUNTED...

1
Anita Jenius
Seru banget ceritanya.
aku baca sampai sini dulu ya.
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Meihua Yap imut
jangan blng nanti suami sara lah pembunuh ayahnya, kalo benar kasian sara menerima kenyataan suami nya pembunuh yang ia cari
shookiebu👽
Wuih, seru abis!
Valentino (elle/eso)
cerita ini bisa bikin saya menangis! Tapi juga sukses bikin saya tertawa geli beberapa kali.
0-Lui-0
Ayo thor, kangen sama kelanjutan cerita yang seru ini! Update sekarang juga, ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!