Marsha Aulia mengira, ia tidak akan pernah bertemu kembali dengan sang mantan kekasih. Namun, takdir berkata lain. Pria yang mengkhianatinya itu, justru kini menjadi atasan di tempatnya bekerja. Gadis berusia 27 tahun itu ingin kembali lari, menjauh seperti yang ia lakukan lima tahun lalu. Namun apa daya, ia terikat dengan kontrak kerja yang tak boleh di langgarnya. Apa yang harus Marsha lakukan? Berpura-pura tidak mengenal pria itu? Atau justru kembali menjalin hubungan saat pria yang telah beristri itu mengatakan jika masih sangat mencintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04. Perpisahan
Waktu berlalu begitu saja. Hingga tak terasa besok Marsha dan rekan-rekannya akan berangkat ke ibukota, Jakarta. Dalam rangka pertukaran pekerja.
Karena akan berpisah dalam waktu yang cukup lama—satu tahun kedepan. Chef Made pun mengajak para pekerja dapur yang akan bermutasi, untuk makan malam bersama, sebagai salam perpisahan.
Pantai Jimbaran di pilih menjadi tempat mereka menikmati kebersamaan untuk yang terakhir kali di tahun ini.
“Sayang sekali namaku tidak masuk daftar mutasi.” Ucap Chef Made dengan berpura-pura sedih.
Mereka kini sudah menempati sebuah meja di salah satu restoran sea Food. Selain Chef Made, ada Marsha, Chef Robby, Chef Mitha, dan empat orang koki senior. Total ada delapan orang, dan hanya Chef Made dan Chef Mitha saja yang tidak berangkat.
“Jangan maruk, Chef. Baru dua tahun lalu pergi ke Jakarta.” Jawab Chef Mitha. Ia dan Chef Made mendapat giliran di waktu yang sama.
“Ya. Mau lagi, boleh ‘kan?” Pria itu tak mau kalah.
“Chef, menggantikan aku saja.” Celetuk Marsha. Ia kemudian tersenyum kaku saat Chef Robby menatapnya dengan memicingkan mata.
“Job desk kita berbeda, Sha.” Chef Made menggelengkan kepala tanda menolak.
“Ciee job desk. Sudah seperti orang kantoran saja, Chef. Padahal sehari-harinya kita berkutat dengan wajan.” Salah seorang dari empat lainnya menanggapi dengan tergelak.
“Ya. Anggap saja begitu—
Obrolan mereka terinterupsi, ketika tiga orang pramusaji datang membawa pesanan makanan.
“Padahal setiap hari sudah biasa membuat yang seperti ini.” Chef Mitha berbicara sembari menunjuk hidangan yang tersaji di atas meja.
“Beda vibes, Chef. Situ biasanya ‘kan bergulat dengan tepung dan oven.” Chef Made menjawab ucapan rekannya.
Wanita berusia tiga puluh tahun itu, baru akan menjawab. Namun, di dahului oleh Marsha.
“Wah, chef Made dan Chef Mitha cocok, ya. Bisa nih, pajak jadiannya.” Gadis itu terkekeh di akhir ucapannya.
Chef Made yang baru saja memakan sebutir kacang goreng yang di ambil dari atas piring sayur kangkung, tiba-tiba tersedak.
“Sha, kalau bicara lihat-lihat, dong. Untung aku cuma makan sebiji kacang.”
“Jangan bicara yang aneh-aneh, Marsha.” Chef Mitha menimpali dengan tatapan nyalang.
Marsha pun tergelak.
“Sudah. Kita bicaranya nanti saja. Sekarang mari kita nikmati hidangan ini terlebih dulu.” Chef Robby menengahi. Karena yang berbicara menjabat sebagai atasan, mereka pun menurut.
Makan malam di pinggir laut, diiringi dengan debaran ombak itu terasa sangat menyenangkan. Selesai menikmati hidangan, mereka kembali mengobrol. Karena hanya tersisa hari ini saja waktu yang dimiliki bersama.
“Chef, jangan lupa berkabar ya kalau sudah sampai di Jakarta.” Chef Made beralih menggoda Chef Robby. Sejak tadi, pria dewasa itu hanya menyimak obrolan para bawahannya saja.
“Idih. Memangnya Chef Made siapanya Chef Robby? Sehingga beliau harus memberi kabar?” Chef Mitha kembali menimpali.
“Ya, siapa tahu disana Chef Robby ketemu jodohnya.”
Gelak tawa pun terdengar di meja makan berbentuk persegi panjang itu.
“Jodoh saya masih jauh, Made.” Ucap Chef Robby sembari menatap ke arah Marsha. Namun, gadis yang ditatap justru tak menyadari. Ia sibuk mengobrol dengan senior koki lainnya.
Chef Mitha yang menyadari itu pun menendang kaki Marsha dengan pelan. Gadis itu menoleh, kemudian Chef Mitha memberikan kode lewat lirikan matanya.
“Ya, Chef?” Seketika Marsha bertanya karena mendapati Chef Robby melihat ke arahnya.
“Kata Chef Robby, mau berjodoh sama kamu.” Chef Made menjawab. Membuat suasana meja makan para pekerja dapur itu seketika hening.
“Jangan percaya ucapan Made, Sha. Kamu tahu sendiri dia itu pelawak berkedok koki.” Chef Robby pun berdiri, meminta ijin untuk pergi ke toilet.
“Padahal kalian berdua cocok. Kenapa tidak di coba saja, Sha?” Salah satu senior koki bertanya.
Marsha menggelengkan kepalanya pelan. “Aku belum kepikiran untuk menjalin hubungan.”
“Ya, pendekatan saja dulu. Ingat umur juga, Sha.” Yang lain menimpali.
Marsha hanya menanggapi dengan senyum tipis.
“Kalau kamu jadian sama Chef Robby, kamu tidak perlu memasak. Setiap hari di buatkan makanan enak oleh suami.” Chef Made menambahkan.
“Urusan memasak aku juga bisa Chef. Atau, kenapa tidak Chef saja? Mau tidak sama aku?” Marsha melempar gurauan.
“Kamu mau jadi istri kedua saya?”
“No way.” Mereka pun kembali tertawa.
“Aku senang bisa melihat kamu tertawa lepas seperti itu, Sha. Andai aku bisa menjadi di balik tawamu itu.” Ucap Chef Robby yang memperhatikan dari jauh.
\~\~\~
Pukul tujuh pagi waktu Bali, Marsha sudah bersiap meninggalkan tempat kostnya di daerah Kedonganan, Kuta. Kemudian pergi ke hotel tempatnya bekerja, berkumpul bersama para Staff hotel yang akan berangkat ke Jakarta. Mereka akan di antar menggunakan sebuah mini bus menuju bandara.
Pesawat mereka akan lepas landas pukul sebelas siang nanti.
Marsha, Chef Robby dan keempat koki senior pun berpamitan pada rekan-rekan mereka di dapur restoran. Meski akan berpisah selama satu tahun kedepan, suasana haru sangat terasa. Karena selama ini mereka sudah sangat dekat seperti keluarga.
“Chef, saranku nanti di Jakarta ungkapkan saja perasaannya pada Marsha. Daripada dia diambil orang atau pekerja hotel disana.” Bisik Chef Made saat Chef Robby berpamitan padanya.
Pria asal Bali itu tahu betul bagaimana perasaan Chef Robby pada Marsha. Sehingga ia sering melempar gurauan, siapa tahu umpannya termakan, dan mereka pun jadian.
“Doakan saja, Made.” Balas Chef Robby sembari menepuk pundak bawahannya itu. “Aku titip dapur. Jaga baik-baik.”
Chef Made pun menganggukkan kepalanya.
“Sudah siap semuanya?” Tanya pria berusia tiga puluh lima itu kepada mereka yang akan ikut bersamanya.
“Chef aku pergi dulu, ya.” Marsha berpamitan pada Chef Made dan Chef Mitha.
“Ingat selalu bertukar kabar, Sha.” Balas Chef Mitha.
“Chef Robby, aku titip Chef Marsha, ya.” Imbuh Chef Made.
Mereka pun keluar dari dapur untuk bergabung bersama para Staff hotel lainnya.
Langkah Marsha terasa berat meninggalkan pulau dewata. Lima tahun sudah ia menetap di pulau yang menjadi tujuan wisata dunia itu.
“Kenapa?” Tanya Chef Robby saat melihat Marsha melangkah dengan pelan, dan sesekali menatap ke belakang.
“Belum iklhas untuk meninggalkan pulau ini, Chef.” Jawabnya jujur.
“Cuma satu tahun, Sha. Nanti kita kembali lagi. Atau jangan-jangan kamu ingin menetap di Jakarta?” Chef Robby mempersilahkan Marsha untuk masuk ke dalam mobil terlebih dulu.
Marsha menggeleng pelan. Jangankan menetap, untuk tinggal sebentar saja ia enggan. Gadis itu tidak ingin bertemu dengan masalalunya. Tetapi, apa mungkin sekarang Rafael tinggal di Jakarta? Bisa jadi pria itu menetap di Yogyakarta ‘kan? Seharusnya Marsha tidak perlu terlalu khawatir. Mantan kekasihnya itu bukan asli dari ibukota. Ada kemungkinan ia menetap di daerah asalnya. Semoga saja.