NovelToon NovelToon
Kakak Atau Suami?

Kakak Atau Suami?

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / nikahmuda / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua / trauma masa lalu
Popularitas:9.6k
Nilai: 5
Nama Author: Your Aunty

Kendati Romeo lebih tua belasan tahun, dengan segudang latar belakang militer, dia masih bersedia menikahi Ansela, yang kala itu masih duduk di bangku SMA.

Tapi tentunya, ini diikuti dengan beberapa kesepakatan. Berpikir bahwa hubungan mereka tidak mungkin bertahan lama, mengingat perbedaan usia mereka. Alih-alih suami dan istri, mereka sepakat untuk seperti kakak-adik saja.

Setidaknya, itulah yang dipikirkan Romeo! hingga ketika tahun berlalu, dunianya berahkir jungkir balik.

••

Dia mendapati, bahwa Ansela adalah seseorang yang paling dia inginkan, dan paling tidak bisa dia gapai, meski gadis itu disisinya.

Dengan tambahan persaingan cinta, yang datang dari sahabatnya sendiri, yang kepada dia Romeo telah berhutang nyawa, ini hampir membuatnya kehilangan akal.

“AKU BUKAN KAKAKMU! AKU SUAMIMU.”


••

Baca perjuangan sang Kapten, di tengah sikap acuh tak acuh sang Istri. ✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Your Aunty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13

Semendaratnya pesawat, Romeo masih tidak bebas. Seperti bagaimana mereka berangkat, tangannya masih penuh dengan barang-barang, saat Ansela sedang asyik dengan koper scooter miliknya. Belum lagi, tambahan kebas ditangannya akibat memijat, membuat Romeo sedikit tidak berdaya.

"Sela, pelan-pelan!" Peringat Romeo lagi. Sungguh, dia baru tahu ternyata memiliki seseorang untuk dijaga bisa semelelahkan ini.

"Kak Romeo, ayo cepat sedikit." Mendengar ini, Romeo mau tidak mau harus setengah berlari. Dia menjadi objek dari banyaknya pasang mata. Karena selain tampan dan sangat manly, dia benar-benar terlihat kontras dengan barang-barang lucu milik Ansela.

Meskipun begitu, semua masih berjalan baik. Tapi tidak lagi, ketika alarm Bandara tiba-tiba berbunyi.

"ANSELA!" Romeo segera menarik Ansela, dan membuatnya berdiri dari koper scooter.

Orang-orang yang berlalu lalang menjadi panik. Teriakan sedikit terjadi, manakala para petugas Bandara mulai menutup akses keluar masuk.

Ansela meremas pinggir baju Romeo.

"Kakak ...."

"Jangan khawatir! tidak apa-apa." Romeo membawa masuk Ansela dalam pelukannya. Walaupun dia seorang abdi negara, tapi saat ini dia sedang tidak bertugas dan merupakan seorang suami, jadi dia tidak bisa gegabah.

"Ayo," Romeo membawa Ansela ke ujung, tempat dimana ada banyak orang hendak menyembunyikan gadis itu.

Setelah beberapa saat, barulah di ketahui bahwa seseorang telah membawa bahan dasar bom, dan saat ini dia sedang mencoba kabur. Jadi pemeriksaan akan dilakukan besar-besaran.

Sebagai seorang pasukan militer, adalah bagian dari insting Romeo untuk ikut membantu dalam situasi ini.

"Sela, kau diam disini! jangan melakukan apapun yang menarik perhatian. Orang itu sedang dicari dan terdesak, memiliki kemungkinan melakukan apapun. Jadi kau harus diam, dan berhati-hati."

Ansela mengangguk mantap. Tapi meski begitu, Romeo memastikan lagi. "Sela, apa kau mendengar?"

Ansela mengangguk cepat. Namun melihat raut wajah Ansela, Romeo merasa tidak nyaman. Tidak nampak ada emosi takut disana. Gadis itu sangat santai, sambil celengak-cekinguk melihat situasi, seolah dia ada dalam permainan baku tembak.

"Sela?"

"Yaampun iya, kenapa Kakak mengulang-ulang."

Romeo membuang nafas kasar, "Baiklah Kakak akan pergi ke depan, untuk mencoba membantu."

"Iya sudah, jangan khawatir." Ujar Ansela.

"Baiklah, Kakak pergi."

Romeo belum lama pergi, ketika hal yang paling tidak dia inginkan, malah terjadi di tempat. Dia yang baru memasuki kantor keamanan Bandara, terhenti langkah, karena teriakan memenuhi gema.

Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang, instingnya sudah tidak baik. Romeo tanpa aba-aba langsung berbalik kembali, hanya untuk mendapati Ansela sedang di ujung koridor dengan pisau di kulit leher gadis itu.

Untuk seketika kulit kepala Romeo seolah mati rasa. Untuk pertama kalinya, dia merasakan sesuatu yang lebih menakutkan dari baku tembak militer pertamanya.

Tapi tunggu apa itu? sekarang bukan hanya kulit kepalanya yang mati rasa, tapi seluruh tubuhnya juga. Dia tidak mungkin salah melihatnya. Dalam situasi seperti ini, Ansela masih mencoba membuat gelembung dari permen karet di mulutnya.

"LEPASKAN GADIS ITU!" Seruan para anggota keamanan, yang sudah mengarahkan pistol ke arah mereka. Melihat hal ini, Romeo menjadi gugup. Bisa saja salah seorang mengambil tindakan, dengan menembak. Tapi beruntung kalau tembakan itu tepat, tapi kalau tidak? ... membayangkan ini, membuat Romeo kehilangan akal.

Dia tidak bisa memikirkan apapun selain Ansela saat ini, sehingga pistol-pistol yang tadinya mengarah kepada penjahat itu, kini semua mengarah padanya. Bagaimana tidak? Romeo merampas pistol salah seorang anggota keamanan disitu.

"Lepaskan dia." Ada kedinginan dalam kata-kata Romeo. Dia bersumpah, dia tidak keberatan menembak siapapun saat ini.

"Pak, anda siapa! tolong turunkan pistolnya, pihak kami akan menanganinya." Kata seorang diantara mereka, setelah melihat cara Romeo memegang pistol.

Caranya yang profesional dan terlatih, menunjukkan garis besar identitas-nya.

Tapi Romeo tidak berkutik, dia terus melangkah ke depan secara perlahan.

"JANGAN MENDEKAT, ATAU AKU TIDAK AKAN SEGAN."

Melihat pisau itu telah menyentuh kulit Ansela, Romeo sedikit gemetar, dan terpaksa mundur. Keringat keluar dari setiap pori-porinya, menunjukkan betapa kuat debaran jantungnya sekarang. Tapi meski begitu, ini adalah saat paling fokus yang pernah dialaminya. Karena saking fokusnya, Romeo mulai kehilangan pendengaran terhadap segala sesuatu di sampingnya.

Dia sudah tak bisa mendengar, dan hanya bisa melihat situasi Ansela di depan sana.

Ansela yang melihat itu, merasa takut, tapi juga merasa lelah berdiri. Tapi setelah dia ingat, dia memang pantas dalam situasi seperti ini, karena ini memang salahnya.

Bukannya dia tidak patuh pada ucapan Romeo. Dia hanya sedang asyik memakan permen karet. Namun karen sikapnya yang sedikit teratur dalam kebersihan, dia tidak tahan memegang pembungkus permen. Melihat pria disamping-nya dengan pakaian kucel, Ansela mengeluarkan uang dan memberinya pada pria itu, asal pria itu mau membuang sampahnya. Ya sekalian membantu juga, pikirnya.

Tapi jelas itu semua hanya alasan bagian luar. Pada kenyataanya, Ansela hanya terlalu malas dan ceroboh. Jadi dia tidak menyangka, bahwa pria yang coba di suruhnya, ternyata adalah penjahat yang dicari. Langsunglah, dia dijadikan sandera.

Melihat pandangan mata Romeo, Ansela tahu bahwa pria itu akan menembak. Jadi dia berteriak, "Ayo Kapten cepat tembak, kakiku sakit."

"Akh," Ansela mengerang kesakitan cairan merah mengalir.

"Kau, beraninya kau---"

DUAR. DUAR.

Dua tembakan, satu ke tangan dan kedua ke paha. Romeo bersumpah, jika ini bukan Bandara dimana semua mata melihatnya, dia tidak akan segan menaruh peluru dijantung atau kepala pria itu.

Dengan nafas memburu, dia tidak bisa mengatakan apapun, selain daripada berlari untuk menggapai Ansela.

"Maaf, maafkan Kakak. Maaf." Ujar Romeo dengan gemetar.

Tidak lama dalam pelukannya, Romeo segera membawa Ansela dengan gaya bridal style. Melarikan gadis itu, ke ruang perawatan.

"Tolong, tolong dia." Dengan banyaknya bantuan, mereka dengan cepat diarahkan.

Ansela masih memegang lehernya, bisa merasakan cairan merah itu. Tapi alih-alih takut dia lebih kepada jijik sekarang.

"Jangan menangis, jangan menangis Sela."

"Mari disini Pak!" Kata seorang Dokter.

Romeo menaruh Ansela di Bed Pasien, tangannya semakin gemetar hebat melihat leher gadis itu. Sungguh, kalau terjadi sesuatu, maka dia tidak akan bisa melanjutkan hidupnya dengan baik.

"Nona, tolong lepas tangan anda."

Tapi Ansela menggeleng, dia mempertahankan tangannya di leher.

"Sela, dengar kau harus melepas tanganmu, kau harus segera di periksa. Jangan takut, Kakak disini! Kakak mohon." Romeo benar-benar memohon, sampai menyatukan kedua tangannya.

Melihat hal ini, Ansela langsung tidak enak hati. Tapi dia mencoba jujur, "Aku jijik!"

Mendengar ini Dokter akhirnya mengangguk mengerti.

"Eh, begini Nona, ... tutuplah mata anda, dan kami akan bekerja, saya berjanji ini hanya sebentar. Benar-benar sebentar."

Mendengar ini, Ansela akhirnya setuju. Dia dengan patuh menutup mata, sementara tangan Romeo juga ikut membantu menutupi matanya, sambil terus menerus mengawasi jalannya pengobatan. Beruntung itu memang hanya luka goresan, tidak menyentuh bagian berbahaya sama sekali.

"Sudah Pak, kami sudah selesai."

"Terimakasih Dok."

Romeo mengangkat telapak tangannya, hanya untuk menemukan Ansela menutup mata. "Sela? Sela? Ansela?" Romeo seketika menjadi panik, menoel-noel pipi gadis itu.

"DOKTER!!"

"Pak, tunggu sebentar---"

"DOKTER TOLONG DIA."

"Pak, tenang---"

"Dokter, dia tidak sadar. Dia---"

Ucapan Romeo terhenti dengan bunyi gemelatuk gigi. Dia menatap Ansela lekat-lekat dan mendapati gadis itu benar-benar tertidur dengan gigi yang berbunyi.

"Pak, sepertinya adik anda kelelahan." Dokter berusaha keras menahan tawa, takut Romeo tersinggung.

Romeo sedikit tidak fokus, malah menggeleng.

Melihat gelengan kepala itu Dokter mengernyit, "Pak, anda bisa melihatnya sendiri. Adik anda hanya tertidur." Nada kesal mulai terdengar, karena Romeo tampak tidak percaya dengan ucapan mereka.

Tapi mereka tidak menyangka, akan dikagetkan dengan ucapan selanjutnya "Bukan, dia bukan adikku. Dia Istriku."

Bukan hanya Dokter dan perawat di ruangan itu yang terkejut. Tapi seorang gadis dengan rambut bergelombang di balik pintu, juga menutup mulutnya tidak percaya.

"Ansela brengsek itu menikah?"

•••

Setelah hampir sejam berlalu, Ansela akhirnya bangun. Dia menatap sinar matahari yang menembus gorden, merasa asing dengan ruangan ini. Dia menoleh ke sana kemari, tanpa sadar menggerakkan lehernya terlalu banyak. "Ahh!"

Romeo yang tertidur di sofa dengan mode siaga, langsung terbangun hanya dengan satu jeritan itu. "Sela, kau sudah bangun?" Romeo sampai terjatuh, karena begitu tergesa-gesa ingin mendekati Ansela.

"Jangan, jangan di pegang. Itu sudah di perban, dan bukan luka berat."

"Kita dimana?"

"Kita masih di Bandara, di dalam ruang perawatan. Apa kau butuh sesuatu?"

Ansela menatap jam dinding, yang sudah menunjukkan pukul delapan. Padahal rencana berangkat subuhnya, agar bisa mengejar jam sekolah, tidak menyangka akan ada kejadian seperti ini.

Ansela menggeleng, tapi dengan cepat mengangguk. "Aku mau pulang saja."

Melihat ini, Romeo setuju. "Ya, ayo ...." Dia memberikan tangannya, tapi hanya ditatap Ansela dengan tidak suka.

"Ada apa lagi?"

"Mana kursi rodaku?"

"HAH?" Romeo tanpa sadar, meninggikan nada suaranya. Mau bagaimana lagi, dia benar-benar terkejut. "... ta-tapi untuk apa?"

Ansela mengangkat bahunya, "Apalagi? aku sedang sakit, mana mungkin aku berjalan."

Satu menit tidak cukup bagi Romeo, untuk bisa menangani situasi. Dia mengerti apa yang Ansela katakan, tapi dia tidak yakin Ansela mau mengerti, dengan apa yang dikatakannya.

"Sela begini, ..." Romeo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Yang terluka adalah lehermu, jadi ... kenapa harus memakai kursi roda." Ada jeda bagi Romeo, sebelum menyelesaikan ucapannya.

Tapi Ansela tidak bodoh, dia hanya tidak masuk akal saja. Dengan memutar bola mata jengah, Ansela seolah ingin berkata Romeo sedikit payah. "Kak, apa kau mendengar ucapan terahkirku, sebelum kau menembak?"

Sesungguhnya Romeo tidak mendengar apapun saat itu. Dia hanya mendengar dari cerita orang-orang disitu, saat Ansela memanggilnya Kapten dan menyuruh menembak, karena kakinya sakit. Ya, kaki sakit! "Kakimu sakit?"

"Yas. Itu Kakak tahu, kakiku lelah karena terlalu lama berdiri saat di sandera."

Tidak, Romeo yakin sekali bahwa itu tidak selama yang Ansela hiperbola-kan. Karena dia sendiri yang bertindak, jadi dia tahu setiap perhitungan waktunya.

Tapi melihat wajah keras kepala Ansela, serta momen mencekam yang baru saja terjadi, Romeo akhirnya mengalah. Dia setuju untuk meminta kursi roda, walaupun bayarannya adalah rasa malu pada pihak Bandara. Bukan hanya dia saja, tapi orang-orang juga berpikir sama, bahwa penggunaan kursi roda ini adalah hal yang konyol.

1
V'marbe
ceritanya gak pernah mengecewakan
selalu beda dari yang lain
tapi satu yang PASTI ceritanya selalu bagus
Fairuz Nuna
bagus
Umie Irbie
kenapa anselanya penyakitan siiii,.😒😫
Umie Irbie
ngg suka sama sikap sela,. males nya kebangetan,. 😡😡😡😡😡😡 ngg masuk akal malas nya 😒
Umie Irbie
sweeet bngeeeet dialognya 😀
王贝瑞: Mampir juga kak ke My Secret Lover 😄
total 1 replies
Umie Irbie
romeo bodoh,. 😡😡 berarti ini bener2 ngg ada romantisnya donk 😫
Umie Irbie
ngg suka sama sifat malas sela😩😫 ngg suka wanita pemalas,. bisa di rubah ngg yaaaaa jadi mandiri dan punya martabat 🤭
Sweet_Fobia (ᴗ_ ᴗ )
Ngga kecewa sama sekali.
Umie Irbie
awal yg menarik 😀 mudah di fahami ceritanya 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!