Besar tanpa rasa takut, sering ditindas dan di bully dari kecil membuat lelaki ini kebal oleh hinaan serta ejekan.
Awalnya dia selalu diam, tapi karena diamnya malah ditertawakan, dianggap sebagai bentuk ketakutan, dan justru makin membuat orang lain senang mempermainkannya. Kini dia berubah menjadi apa yang orang label kan pada dirinya.. Menjadi penjahat yang sesungguhnya!
Tapi.. Hati kecilnya selalu ingin sambat akan ketidak adilan yang selama ini dia rasakan. Dia lelah berpura-pura kuat.. Dia juga manusia biasa.. Yang ingin Sambat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Sakti..
Di ponpes itu memang tidak membedakan antara si kaya dan si miskin. Tempat menuntut ilmu yang diperuntukkan bagi mereka yang bersungguh-sungguh ingin mendalami ilmu agama juga ilmu lain yang bisa para santri serap selama mondok di sana. Berharap nantinya setelah lulus dari sana bisa menjadi hafiz atau orang-orang yang paham agama. Yang ilmunya bisa berguna untuk diri sendiri dan sesama karena percuma menjadi pintar jika kepintarannya hanya dipakai untuk membodohi orang lain saja. Setiap santri lulusan dari pondok pesantren di sana diharapkan bisa menjadi manusia berguna ketika terjun langsung menghadapi kerasnya dunia luar area ponpes.
Alka tidak lagi menutup diri seperti yang sudah-sudah. Hanya saja dia memang pendiam. Sudah bawaan dari orok kalau sikapnya tidak bisa familiar kepada orang yang belum dia kenal.
Tentang traumanya pada sentuhan dengan laki-laki dewasa, Alka mengakali dengan benar-benar menjaga jarak dengan siapapun meski sudah saling kenal. Alka bukan lagi anak kecil yang mudah dibodohi sekarang, pengalaman pahit masa lalu membuatnya berusaha berdiri di atas kaki sendiri. Membela dan mempertahankan apa yang dia yakini benar.
"Al.. Habis lulus dari sini kamu mau lanjut ke mana? Mau tetep nerusin nyantri di sini?" Tanya Pandu yang berkutat dengan pakaian basah yang dia bawa dengan ember kecil. Bocah 11 tahun itu menyelesaikan kewajiban mencuci pakaiannya sendiri.
"Nggak tau." Alka, dia memakai kemeja di lipat sebatas siku dengan celana panjang tanpa menggunakan sarung. Penampilannya selalu berbeda dengan santri lainnya.
"Kamu mah enak Al.. Bapak mu kaya, donatur terbesar di sini. Juga merupakan salah satu pendiri pondok ini. Sekolah di luar apa lanjut nyantri di sini juga santuy aja buatmu mah." Kali ini Galih ikut berkomentar.
"Iya lho, kamu kok ya beruntung banget sih Al. Punya bapak kaya, punya ibu cantik, punya adek manis, kamu sendiri mayan ganteng, meski murid baru kamu bisa langsung ngikutin pelajaran di sini. Kamu cepet hafal alquran dan hadis juga artinya.. Liat deh, kamu kalo disandingin sama Tio kayak langit dan tembelek sapi. Beda banget lah.." Ucapan Pandu membuat Tio yang baru menyelesaikan acara menjemur pakaian jadi kesal.
"Mulutnya si Pandu minta dilulurin tembelek sapi kayaknya, lemeez banget beneran. Aku diem dari tadi kok ya tetep kena senggol." Tio mengambil hanger sisa yang tidak dipakai.
"Eh bujuk.. Pinjem elah, pelit amat cuma minjem gantungan baju aja nggak dikasih. Baru punya gantungan baju aja dipinjem kagak boleh, apalagi kalo kamu sekaya Alka. Emang Alloh itu nggak salah ngasih rejeki ke orang," Pandu ngomel ketika dia tidak dikasih pinjam gantungan baju milik Tio.
"Apa? Apaaa?? Tadi aja ngata-ngatain aku. Udah cantolin aja semvak mu ke bambu itu aja, lagian daleman udah bolong-bolong gitu kok mau dipenterin, nggak malu?" Tio masih kesal karena disamakan dengan tembelek sapi. Namanya juga bocah, bercandanya suka lain emang.
"Malu kenapa? Aku pake semvakku di dalem ini, ketutup boxer sama sarung. Nggak keliatan meski bolong-bolong juga. Dan aku kan jemurnya tak pepetin di samping punya mu sama punya Galih, nggak ada yang ngeh kalo itu punyaku hehehe." Pandu nyengir tanpa dosa.
"Nanti punyaku tak kasih nama. Biar punya identitas! Nggak kecampur sama punya kalian." Kali ini Galih tergerak untuk mengambil spidol permanen setelah menyelesaikan acara nggak penting ini.
Alka hanya tersenyum samar. Kalau saja orang tau bagaimana dirinya sebelum ada di sini, orang nggak akan menyebutnya beruntung..
"Al.. Adek kamu itu namanya siapa? Cakep banget gila. Kok dia nggak mondok aja di sini sih?" Tanya Tio tiba-tiba.
"Secara teknis dia lebih tua dari ku tapi dia manggil aku kakak." Alka membeberkan kebenaran.
"Eh, gimana gimana kok aku nggak paham?!" Tio mendekatkan diri pada Alka yang hanya mengangkat bahunya.
"Dih cerita jangan setugel-setugel gitu dong. Udah kek orang lagi pup tapi pas belum tuntas kamar mandi udah di gedor-gedor bikin prustasi! Nyeseknya itu lho.. Nggak bisa nabung emas batangan secara maksimal." Pandu emang agak gimana..
"Orang gila! Aku lagi makan pe'a!! Ngomongnya ih." Galih yang lagi ngemil kacang atom nemu di saku celana jadi tak berminat meneruskan acaranya ngemilnya karena perumpamaan nyeleneh Pandu.
"Pandu hari ini emang lagi kurang sajen." Ucap Tio menatap miris pada Pandu.
Yang lain tertawa. Pandu pun ikutan ngakak, tak ada beban meski mereka saling tuding dengan kata-kata nggak jelas ala mereka. Alka? Sudah mau senyum aja rasanya suatu yang mahal buat dia. Jangan berharap banyak pada anak itu.
"Aku sama Ai bukan saudara kandung. Tahun ini aku 11 tahun dia mau 15 kayaknya." Alka mulai bercerita.
"Ai? Namanya bagus ya.. Ai Ai.. Panjangnya Ailopyuu. Iya kan?" Pandu bersuara.
"Ndu Ndu, kamu keknya butuh air kobokan deh. Kok kasihan aku liat kamu lama-lama." Ucap Galih kesal karena cerita Alka terpotong oleh kegajean Pandu.
"Emang kurang satu ons itu anak satu. Dari tadi nyebelin mulu." Tio ikut memberondong Pandu. Yang di sudutkan malah ngakak tak karuan.
"Lanjut Al.. Aku pengen tahu lebih banyak tentang calon bidadari surga ku." Tio minta dislepet pake sarung pak RT.
"Nggak ah. Nanti tanya aja sendiri sama orangnya kalo dia ke sini." Alka melenggang pergi. Diikuti ketiga temannya yang masih merayunya agar mau bercerita tentang Aini, saudara tirinya.
Malam harinya, Alka selesai setor hafalan quran. Dia berjalan sendiri menuju kamarnya. Ketiga temannya masih berkutat dengan bacaan mereka masing-masing yang tidak kunjung selesai meski Alka berusaha sabar menunggu mereka. Nyatanya kesabaran Alka hanya bertahan beberapa menit saja, dia memilih masuk kamar karena merasa tidak ada lagi yang harus dia kerjakan di dalam masjid.
"Sakti.."
Deg. Alka mematung seketika. Tidak ada orang yang mengenal nama itu. Lantas siapa yang memanggilnya dengan nama kecilnya. Nama yang membuat dirinya risih dengan tubuhnya sendiri. Nama yang ingin dia kubur bersama kenangan pahit masa lalu.
"Sakti.."
Lagi-lagi suara itu menggema di telinganya. Alka melihat ke sekeliling tempat yang dia pijak. Tidak ada siapapun. Alka merasakan dirinya seperti dipermainkan seseorang.
"Aku bukan Sakti." Jawab Alka dengan suara gemetar.
Tidak ada lagi suara lain selain desir angin bergesekan dengan dedaunan. Alka masih diam tak bergeming di posisinya.
"Heh, kok kamu malah nungguin di sini? Katanya mau langsung masuk kamar." Tio mengagetkan Alka yang sudah banjir keringat dingin pada dahinya. Wajahnya juga nampak pucat sekarang.
"Eh.. Kamu sakit? Buset kamu pucet banget." Tio memperhatikan Alka yang menggeleng cepat. Dia berjalan pelan seperti kakinya ada yang menahan. Alka ternyata belum seberani itu.. Mendengar nama Sakti di sebut saja sudah membuat dirinya gemetaran dengan keringat dingin membasahi badan.
jgn smpe kamu knp² krna melindungi Alka😫
biar gimanapun sepak terjangmu di dunia hitam, tapi ada sisi baik dalam hatimu 🤧
klo malaikat maut dteng menjemputmu, suruh aja buat dtengin si Johan, manusia lucknut yg gak ada faedahnya sama sekali itu😒😒😒
sabar sabar kok malah emosi😌
seharusnya baca sambat dulu baru Rungkat 🤦🏻♀️
baca sambat jerohanku ikut tegang😳, semoga alka gk kenapa2
kesel ia deg degan iya tegang nya juga ada rasanya nano nano
atau malah pasukan ayahnya yang nembak Johan dulu
sedari kecil sudah dipaksa kuat dan dewasa lebih awal..
bahkan utk jalan hidup saja harus mengikuti keinginan org lain..
giliran memiliki pilihan, malah ditentang..😞
smoga aja kelak kamu bisa mendapatkan kebahagiaanmu itu ya Al
kenapa author harus ngenalin alka sama starla
padahal Lita tetangga sebelah jomblo akut
yaampun jangan lah ketemu Johan, kok aku takut.. takut trauma mu kumat Al.. kamu gk tau aja Johan penyuka sesama.
ngeriii😖😖😖
eh bener gak sih tulisan nya gini 😅😅
pokoknya itu plan cukup alka dan author yang tau yang baca cukup ikutan nyimak aja