"Aku mau kita bercerai mas!." ucap Gania kepada Desta dengan sangat lantang.
"Aku dan adikmu tidak mempunyai hubungan apa-apa Gania?." Desta mencoba ingin menjelaskan namun Gania menolak.
"Tidak ada apa-apa? tidur bersama tanpa sehelai kain apapun kamu bilang tidak ada hubungan apa-apa, apa kamu gila?."
"Bagaimana kita akan bercerai, kamu sedang hamil?."
"Aku akan menggugurkan anak ini!." Gania yang pergi begitu saja dari hadapan Desta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi cahya rahma R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Keesokan harinya nyonya Dewi dan Vania ingin pergi ke salon untuk perawatan. Sedangkan Gania yang sudah bersiap untuk ke kantor menatap ke arah mereka yang sedang berjalan keluar dari dalam rumah untuk menuju ke mobil. Nyonya Dewi dan Vania seketika melengos begitu saja saat melewati Gania yang masih menuruni anak tangga.
Gania menatap tidak suka ke arah mereka berdua. Bahkan mereka setiap harinya hanya menghambur-hamburkan uang saja, padahal Gania lah yang selalu bekerja setiap hari di perusahaan milik keluarganya. Sedangkan mereka hanya menikmati uangnya saja. Di tambah perusahaan cabang satu kini semakin merosot pendapatannya dan tidak pernah maju saat Desta yang mengelola perusahaan tersebut. Maka dari itu tuan Maxim enggan dan tidak percaya jika Desta lah yang menjadi Direktur di perusahaan besar miliknya.
"Kapan ayah akan menceraikan mak lampir, serta anaknya siluman ular itu, aku sudah tidak sabar melihat mereka angkat kaki dari rumah ini, benar-benar membuat mataku sakit saja." ucap Gania pelan.
"Hari ini selain ke ke salon Vania juga mau beli baju bu." ucap Vania yang masih berjalan di samping ibunya.
"Beli lah yang banyak, mama sudah mengambil uang di laci lemari ayahmu dengan nominal yang banyak, kita habiskan saja hari ini." ucap nyonya Dewi begitu bahagia.
"Tentu saja.. ayo cepat." ucap Vania yang begitu antusias untuk belanja.
Saat nyonya Dewi dan Vania baru saja tiba di depan pintu rumah, tiba-tiba mereka melihat ada dua polisi sedang berbicara dengan security.
"Biarkan kami masuk, kami perlu bertemu dengan nona Dewi dan juga anaknya nona Vania atas perintah pak Maxim." ucap polisi tersebut kepada pak Bambang.
Nyonya Dewi dan juga Vania yang mendengar polisi tersebut sedang mencari mereka seketika saling bertatapan.
Pak Bambang yang mendengar polisi tersebut di perintah oleh majikannya seketika mempersilahkan untuk masuk. Saat pak Bambang membalikan tubuhnya ia seketika terkejut karena nyonya Dewi dan Vania sudah berada di depan pintu.
"Ini nyonya Besar Dewi dan nona muda Vania pak?." ucap pak Bambang kepada polisi tersebut.
Dua polisi bernama Galuh dan Gino seketika berjalan mendekat ke arah nyonya Dewi dan juga Vania.
"Selamat pagi bu, permisi apa benar ibu yang bernama ibu Dewi, serta ini putri ibu yang bernama Vania?." tanya Gino kepada mereka.
"Iya pak benar.. ada apa ya? kenapa bapak mencari kami?." tanya nyonya Dewi.
"Maaf buk kalian berdua harus ikut kami ke kantor polisi." ucap Gino lagi.
Nyonya Dewi dan Vania yang mendengar ucapan Gino seketika sangat terkejut. Bagaimana bisa mereka tiba-tiba akan di bawa ke kantor polisi.
"Hah.. kenapa kita mau di bawa ke kantor polisi pak? memang salah kita apa?." tanya Vania dengan raut wajah yang begitu takut.
Gania yang masih di ambang pintu yang melihat ada polisi di depan rumahnya seketika juga terkejut. Di dalam hati Gania ia juga bingung, kenapa ada polisi di rumahnya sepagi ini. Siapa yang akan di tangkap?
"Kita mendapat perintah dari pak Maxim, selaku suami ibu Dewi, untuk menangkap ibu atas dugaan pembunuhan berencana." jelas Galuh.
"Pembunuhan berencana? kami tidak melakukan pembunuhan berencana pak, tidak ada yang kita bunuh." ucap nyonya Dewi.
Galuh seketika mengeluarkan obat-obatan yang pernah nyonya Dewi berikan kepada tuan Maxim. Di antaranya adalah obat pelumpuh saraf, obat diare, bahkan masih banyak lagi obat yang lainnya untuk meracuni tuan Maxim.
"Ini adalah obat yang ibu beli dari salah satu dokter, untuk ibu berikan kepada suami ibu yang tidak lain adalah pak Maxim." ucap Galuh.
Nyonya Dewi dan juga Vania yang melihat obat-obatan tersebut seketika semakin cemas. Bagaimana pak polisi itu bisa mempunyai obat-obatan tersebut. Bukankah hanya mereka yang mempunyai obat tersebut.
"Saya tidak tahu itu obat apa pak? dan saya juga baru pertama kali melihatnya. Obat yang saya berikan Kepada suaminya saya memang obat yang sudah dokter anjurkan untuk penyakitnya, yaitu penyakit jantung." nyonya Dewi yang mengelak.
"Tapi ini bukan obat jantung buk, dan laboratorium juga sudah menyatakan bahwa ini bukanlah obat untuk penyakit jantung, melainkan obat-obatan keras dengan dosis yang mematikan." ucap Galuh lagi yang tidak percaya dengan ucapan nyonya Dewi.
"Sebaiknya ibu jelaskan saja nanti di kantor polisi, mari ikut kami terlebih dahulu." Gino yang mencoba membawa mereka berdua, namun mereka menolaknya.
"Bapak tidak bisa membawa kami begitu saja, tanpa bukti, lagi pula suami saya tidak mungkin melaporkan kami ke kantor polisi, mungkin ini hanya salah paham." nyonya Dewi yang tidak terima jika di bawa ke kantor polisi.
"Kenapa tidak mungkin?." ucap tuan Maxim baru saja turun dari dalam mobil polisi.
Nyonya Dewi dan Vania yang melihat tuan Maxim semakin terkejut. "Ayah.." ucap Vania menatap ke arah ayah tirinya.
Gania yang melihat ayahnya sudah turun tangan seketika tersenyum. Akhirnya ayahnya sudah sadar bahwa wanita yang salama ini ia nikahi bukanlah wanita yang baik.
"Turun kamu, dokter gadungan!." perintah tuan Maxim ke arah dalam mobil. Dan tidak lama keluarlah dokter Agus yaitu dokter kepercayaan nyonya Dewi dan juga Vania.
Nyonya Dewi yang melihat dokter Agus hanya terdiam. Kini dirinya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, bahkan sudah tidak bisa untuk beralasan. "Mati kau Dewi." ucap nyonya Dewi di kepada dirinya sendiri di dalam hati.
"Ayo jalan.." Perintah tuan Maxim sambil mendorong tubuh dokter Agus untuk berjalan, dengan kedua tangan di borgol.
"Mau beralasan apa lagi kamu, Dewi.. akui semua kesalahan mu di kantor polisi nanti, karena aku sudah membawa barang bukti, orang yang selama ini bersekongkol dengan mu, yaitu dokter Agus." ucap tuan Maxim berjalan ke arah nyonya Dewi dan Vania.
"Buk.. bagaimana ini, kita ketahuan.. Vania ngga mau di penjara." ucap Vania pelan sambil menatap ke arah ibunya.
"Diam anak bodoh!." maki nyonya Dewi dengan suara sangat lirih.
"Mari ikut kami sekarang ke kantor polisi, dan jelaskan semua di kantor posisi buk." Galuh seketika juga ikut memborgol tangan Vania, sedangkan Gino memborgol tangan nyonya Dewi.
"Lepaskan pak.. saya tidak bersalah, saya tidak tahu apapun tentang obat itu?." Vania yang memberontak menolah di borgol.
"Buk.. cepat lakukan sesuatu, Vania ngga mau di penjara." ucap Vania kembali menatap ke arah ibunya yang dari tadi hanya diam saja tanpa melakukan apapun.
"Ayo jalan.." Galuh yang sudah mendorong Vania untuk masuk ke adalah mobil polisi.
"Ibu.. kenapa ibu hanya diam!." teriak Vania yang melihat ibunya juga masuk ke dalam mobil polisi yang lainnya.
.
.
.
Niat nya ke salon, jadi ke kantor polisi deh🤣
banysk yg antri.