Bismillahirrohmanirohim.
Blur
Ulya sedang seorang gadis muslimah yang sedang menunggu dokter memeriksa ibunya dengan rawat wajah khawatir. Tapi disaat dia sedang terus berdoa untuk keselamatan sang ibu tiba-tiba dia melihat seorang bocah sekitar berumur 4 tahun jatuh tak jauh dari tempatnya berada.
Ulya segera membantu anak itu, siapa sangka setelah bertemu Ulya, bocah itu tidak ingin berpisah dengan Ulya. Anak kecil itu ingin mengikuti Ulya.
"Jadilah pengasuh Aditya, saya akan menyanggupi semua syarat yang kamu mau. Baru pertama saya melihat Aditya bisa dekat dengan orang asing apalagi perempuan. Saya sangat meminta tolong sekali, Ulya agar kamu meneriam tawaran saya." Raditya Kasa Hans.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilmara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13.
Bismillahirrohmanirrohim.
Hai semua, sebelum lanjut seperti biasa author mau ingetin tolong jangan lupa like dan komen, soalnya karya ini sedang mengikuti lomba, author dengan sangat mohon dukungan kalian semua. Like, komen, favorit yang utama.
Selamat membaca semua 🤗.
Pyar!
"Aduh, gimana sih! Pelan-pelan dong kalau jalan." Kesal Milda menatap tajam pada Ulya.
"Maaf kan, saya nyonya, saya tidak sengaja." Sesal Ulya.
Padahal jelas semua orang di dapur dapat melihat kalau gelas yang tadi di pegang oleh Milda bukan jatuh karena tersenggol Ulya, melainkan nyonya besar keluarga Kasa itu sendiri yang sengaja menjatuhkan gelasnya tepat saat Ulya lewat barusan.
"Sekali lagi maaf nyonya, biar saya bereskan terlebih dulu."
"Makanya kalau jalan hati-hati dong, setiap hari gelas di rumah saya pecah semua abis lah, memang situ mampu ganti!"
"Sekali lagi saya minta maaf nyonya, saya jelas tidak mampu menggantinya." Ulya masih saja menunduk tak berani menatap Milda.
'Gimana mau ganti coba, orang biaya kuliah aja anak nyonya yang bayarin, sanggup sih minta sama kak Fahri.' Sayangnya kata-kata itu hanya bisa Ulya ucapkan dalam hati.
"Sudah cepat beresin, ngapa masih bengong disitu."
"Astagfirullah," kaget Ulya. " Baik nyonya." Buru-buru Ulya pergi mengambil sapa untuk membereskan pecahan gelas barusan.
Para pekerja di rumah itu hanya bisa menatap tak percaya nyonya mereka, sayangnya semua orang tetap bungkam tidak dapat berkata-kata, daripada kena semprot nyonya mereka. Bagaimana mereka mau percaya kalau aslinya nyonya mereka itu baik, tapi sudah berhari-hari ini selalu marah dan menatap tak suka pada Ulya. Padahal semua pekerja di kediaman Kasa sangat menyukai Ulya.
Gadis itu bukan hanya cantik, dia ramah pada semua orang dan bisa mengerjakan banyak hal, tak sungkan untuk membantu orang lain. Ulya juga enak diajak ngobrol.
"Aku rasa mama sudah sangat keterlaluan, Mas." Arion menatap mamanya malas dari atas tangga rumah.
Kejadian beberapa saat lalu tak luput dari pandangan Hans dan Arion yang masih berdiri di tangga kedua paling atas, dari tangga kedua laki-laki itu bahkan dapat melihat sangat jelas apa yang sebenarnya terjadi, memang benar mama mereka melakukan semuanya secara sengaja. Bukan kesalahan Ulya.
"Memang benar Ar, tapi mas yakin. Mama sendiri pasti merasa bersalah atas apa yang beliau lakukan." Sahut Hans akhirnya setelah lama terdiam.
"Kalau Arion pikir-pikir lagi kasihan juga mbak Ulya. Tapi mas sadar nggak sih, mama ngelakuin semua ini karena salah, Mas Hans juga."
"Loh, kok jadi mas yang salah."
Tentu saja Hans tidak akan terima dirinya disalahkan. Tatapan tajam Hans layangkan pada adiknya itu, sayangnya Arion sama sekali tidak peduli akan tatapan tajam Hans, dia tidak takut.
"Coba dulu kalau mas bisa cari pengasuh yang bener buat Aditya, terus juga kenalan perempuan yang nggak matren dan gatel, mbak Ulya pasti nggak akan kena imbasnya, Mas."
Hans dan Arion yang masih berdiri di atas tangga malah saling berdebat satu sama lain, mereka tidak lagi memperhatikan apa yang terjadi di dapur.
Di dapur Ulya baru saja akan membersihkan pecahan gelas tadi, siapa sangka secara tiba-tiba Aditya datang dari taman belakang sudah berlari kearah Ulya.
"Mbak Liaaa..." Teriak Aditya berlari kearah Ulya, lari Aditya sangat kencang padahal masih 4 tahun sampai tidak ada yang sempat mencegah anak laki-laki itu.
"Aditya jangan kesini." Cegah Ulya.
Ulya sangat takut Aditya terkena pecahan beling, bukan hanya Ulya yang meneriaki Aditya agar tidak berlari kearah Ulya, tapi juga Milda sayangnya mereka beruda telat.
"Aditya!"
Semua orang di dapur menahan nafas saat kaki Aditya hampir menyentuh pecahan beling, beruntung Ulya bergerak cepat jadi bocah laki-laki itu jatuh tepat di pangkuan Ulya.
"Alhamdulillah, Aditya tidak apa?"
"Aditya baik-baik caja, mbak Lia." Jawabnya mentapa polos Ulya.
"Seah...au......" Ringis Ulya saat merasakan sakit bercampur perih di kakinya.
"Astagfirullah, inalilahiwainalilahirojiu'n, darah ada darah. HANS CEPAT PANGGIL DOKTER." Heboh Milda saat melihat darah terus mengalir dari kali Ulya.
Sontak Hans dan Arion yang masih berada di tangga kaget akan teriakan mama mereka.
"CEPAT HANS PANGGIL DOKTER!" Teriak Milda semakin kencang bercampur khawatir karena darah di kaki Ulya terus mengalir padahal dia memaki kaus kaki, tapi kaus kakinya sudah basah karena darah.
"Ya Allah Lia, sini Aditya sama grandma dulu, kasihan kaki mbak Lia."
Aditya langsung masuk ke dalam gendongan neneknya saat Milda merentangkan kedua tangannya di hadapan Aditya.
Kala Aditya sudah berada di gendongan sang nenek, Ulya berusaha untuk bangkit, saat bergerak dia merasakan kakinya semakin lebih sakit juga semakin lebih perih.
"Jangan bergerak Lia. Hans cepat bawa Ulya ke kamarnya." Suruh Milda saat Hans sudah berhasil menghubungi seorang dokter khusus keluarga Kasa.
"Tapi-"
Belum sempat Ulya menolak Hans sudah mengakat tubuh mungil gadis itu ala bridal style, sontak saja Ulya yang kaget langsung mengalungkan kedua tanganya di leher Hans, sambil mengucap istighfar pelan, Ulya tidak ingin terjebak posis seperti sekarang ini bersama yang bukan mahramnya.
"Astagfirullah." Walaupun Ulya beristighfar dengan suara pelan sekali, namun Hans yang memilik pendengaran tajam masih bisa mendengar Ulya berucap istighfar.
"Grandma, mbak Lia tidak apa-apakan."
"Insya Allah, kita doakan semoga tidak serius."
Milda dan Aditya mengikuti Hans menuju kamar Ulya, Arion sudah berangkat sekolah, para pekerja juga sudah kembali melanjutkan pekerjaan mereka.
15 menit berlalu seorang dokter perempuan yang seumuran hampir sama seperti mamanya Ulya sudah datang beliau segera memeriksa kaki Ulya, tak lupa mencabut pecahan gelas yang masih ada beberapa di kaki Ulya secara perlahan-lahan.
"Bagaimana dok, apa ada hal serius?" tanya Milda sangat khawatir. Setelah dokter selesai membersihkan luka Ulya.
"Mungkin sedikit, untuk membuat lukanya tidak terjadi impeksi saya sarankan agar Ulya tidak banyak bergerak dulu, lalu jangan lupa kaki Ulya dibersihkan 2 kali sehari menggunakan kassa steril yang dibasahi cairan NaCl atau povidone iodine, jangan menutup luka terlalu ketat. Lukanya memang tidak lebar tapi dalam dan ada dibeberapa tempat juga. Saya akan memberikan resap obatnya." Jelas dokter panjang lebar yang disimak secara saksama oleh 4 orang di kamar itu.
"Terima kasih banyak dokter Rumi."
"Sama-sama ibu Milda, saya akan kembali memeriksanya lagi 3 hari kedepan. Saya permisi dulu."
Setelah kepergian dokter Rumi tiba-tiba semua orang diam membisu, Ulya sendiri bingung kenapa nyonya Milda bisa sepanik ini bukankah nenek, Aditya itu sama sekali tidak menyukai dirinya.
"Mbak Lia, Are you oke?"
"Mbak Lia baik-baik saja Aditya tidak ada yang serius."
"Dia tidak bodoh Ulya, jelas Aditya mendegar semua kata dokter tadi. Jangan selalu berpura-pura tetap kuat di hadapan orang lain." Sanggah Hans.
Eh!
Ulya tidak tahu jika Hans sering memergoki dirinya menangis tiap malam karena perlakuan Milda, padahal mama Milda tidak sungguh-sungguh membenci Ulya.
"Bisa tinggalkan mama bersama Ulya berdua."
"Tapi grandma Aditya-"
Belum selesai Aditya bicara, Hans sudah menggendong anaknya keluar dari kamar, melihat itu Ulya gemetar takut, hanya beruda bersama nyonya Milda di kamarnya.
"Ulya."