Setelah kepergian istrinya, Hanan Ramahendra menjadi pribadi yang tertutup dan dingin. Hidupnya hanya tentang dirinya dan putrinya. Hingga suatu ketika terusik dengan keberadaan seorang Naima Nahla, pribadi yang begitu sederhana, mampu menggetarkan hatinya hingga kembali terucap kata cinta.
"Berapa uang yang harus aku bayar untuk mengganti waktumu?" Hanan Ramahendra.
"Maaf, ini bukan soal uang, tapi bentuk tanggung jawab, saya tidak bisa." Naima Nahla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Bagian mana yang meresahkan, aku kalem loh, cuma minta jawaban iya atau tidak," ujarnya tak setuju dengan pendapat perempuan yang ada di sampingnya.
"Semuanya, bisa kita jalan, atau aku turun saja," ancam Nahla terlihat lelah. Sebenarnya ia tidak minat keluar, sedikit tertekan dan tidak nyaman mendadak diposesifin.
"Baiklah, aku sabar nunggu beberapa jam lagi, aku ingin mendengar besok dari mulut kamu sendiri, dari hati kamu," ujar Hanan mengalah. Kembali melajukan mobilnya.
Pria itu berhenti di suatu rumah warga, tepatnya rumah Mbok Ijah yang terletak di pemukiman tak begitu jauh dari kompleks rumahnya. Sengaja mengambil Icha yang petang itu dibawa pulang asisten rumah tangganya karena beliau harus pulang jika sore hari.
"Tunggu sebentar," ujar Hanan beranjak. Meninggalkan Nahla tetap di mobil dengan benak bertanya-tanya. Mau ke mana lagi?
Tak berselang lama, terlihat pria yang tengah ditunggu muncul sambil menggendong putrinya. Gadis kecil itu dimasukkan ke mobil oleh ayahnya di bagian belakang. Tahu Miss Nahla sudah di mobil, wajah yang sedari siang cemberut itu berubah ceria.
"Hallo Miss, Icha kangen," ujar gadis itu menyapa antusias.
"Hai, maaf ya tadi motor Miss Nahla rusak, jadi nggak bisa datang, habis ini Icha mau belajar apa?"
"Aku pindah belakang ya Mas," ujar Nahla mengganti tempatnya di dekat Icha.
Hanan tidak melarang, keduanya memang terlihat akrab sekali. Sepertinya akan susah dipisahkan jika kemungkinan terburuk Nahla menolak lamarannya. Bukan hanya dirinya yang kecewa, tetapi putrinya pasti akan lebih kecewa.
"Icha tadi di rumah siapa?" tanya Nahla menghangatkan suasana. Kehadiran Icha memecah kecanggungan dan kekakuan di antara dua manusia dewasa itu.
"Dititip di rumah Mbok Ijah, kan selalu gitu Miss, kalau papa belum pulang Icha dibawa pulang sama simbok," jawab Icha jujur sekali.
Nahla tersenyum mendengar celotehan jujurnya. Hatinya begitu peka, pasti tidak mudah bagi Icha yang kesehariannya hanya dengan ayahnya saja dan itu pun kalau malam.
Setelah perjalanan kurang lebih dua puluh lima menit, sampai di rumahnya. Nahla dan Icha langsung masuk ke kamar Icha. Sementara Hanan masuk ke kamarnya. Mandi kilat, lalu menunaikan ibadah yang sedikit terlambat. Hanan juga sudah memesan makanan untuk makan malam di rumah bersama.
Pria itu keluar setelah isya. Icha dan Nahla pun masih ada di dalam kamarnya. Hanan yang hendak beranjak mengetuk pintu, urung demi mendengar bel rumahnya berbunyi. Rupanya abang kurir yang mengantar pesanan makanannya.
Sementara Nahla masih menemani Icha sambil mengobrol manja.
"Icha tadi belajar apa di sekolahan?" tanya Nahla semakin akrab saja. Gadis kecil itu juga tidak mempertanyakan perihal tadi kenapa Miss Nahla tidak datang, wajahnya kembali ceria saat sudah bertemu.
"Banyak, mewarnai, dan melengkapi kata-kata," jawab Icha jujur sekali. Menceritakan kegiatannya tadi di sekolah dengan ceria.
"Keluar yuk, mungkin ayah Icha sudah menunggu," ujar Nahla setelah cukup lama mengobrol. Tidak ada sesi belajar, terlihat Icha juga sudah lelah, walau masih semangat bercerita.
Gadis kecil itu mengangguk, mendatangi ruang makan. Hanan sendiri yang tengah menyiapkannya.
"Ayo sayang, makan dulu!" interupsi pria tiga puluh lima tahun itu sembari menarik kursi agar putri dan tamunya duduk menempati. Nahla ikut membantu meladeni bagian Icha, walau sedikit canggung, Nahla ikut makan malam di sana.
Usai makan malam, Hanan mengemas meja sementara Nahla ditarik Icha untuk menemaninya kembali ke kamar. Sebenarnya perempuan itu hendak pulang karena takut kemalaman.
"Icha, Miss Nahla pulang dulu ya, sudah malam Icha bobok, besok Insya Allah ketemu lagi," ujarnya pamit.
Icha cemberut, sepertinya dia tidak rela Miss Nahla pulang. Melihat wajah Icha yang masam selalu membuat Pak Hanan putar haluan.
"Tolong temani dulu, nanti kalau sudah tidur, baru aku antar pulang," pintanya lembut.
Selalu tidak tega menolak, Nahla pun mengiyakan, kembali masuk ke kamar Icha yang meminta dikelonin setelah mengikuti makan malam. Gadis kecil itu perlahan menutup matanya lelap. Rencananya Nahla akan langsung pulang karena merasa lelah juga dan mengantuk. Rasanya malas sekali beranjak jika tubuh lelah sudah bertemu dengan bantal. Namun, ia tersadar sedang di mana dirinya berada.
Nahla keluar dari kamar gadis kecil itu setelah memastikan Icha benar-benar terlelap. Membenahi selimutnya dulu, lalu neranjak dengan senyuman. Sungguh ia lelah sekali dan harus segera pulang.
"Icha sudah tidur?" tanya Hanan yang sudah menunggunya di sofa ruang tengah sambil bersibuk ria dengan laptopnya.
"Iya, aku pamit pulang ya, tidak usah mengantar, sudah pesan taksi, kasihan Icha ditinggal sendirian."
"Apa tidak apa-apa, aku antar saja, Icha ditinggal sebentar tidak akan bangun. Dia biasanya betah sampai pagi baru bangun. Aku tutup laptopku dulu."
"Tidak usah Mas, sebentar lagi paling taksinya datang, Mas lanjut aja kalau lagi sibuk."
"Nggak begitu sih, cek laporan data tadi yang belum sempat direview ulang. Duduk sini dulu, mau kopi?" tawar pria itu tidak ada unsur basa-basi.
"Tidak usah Mas, duduk saja," sahut Nahla menempati sofa kosong tepat di depan Hanan duduk.
"Terima kasih, aku udah nggak sabar nunggu besok," ujar pria itu tersenyum.
Nahla hanya menimpali dengan senyuman tipis. Lalu menilik ponselnya yang bergetar.
"Taksinya udah datang? Aku minta maaf ya, selalu ngrepotin, ini lagi udah malam begini, harusnya aku mengantar sampai rumah. Apalagi tadi pamitnya begitu sama bapak."
"Nggak pa-pa kok, kasihan Icha kalau sendirian di rumah."
"Makanya pengen cepet halal, biar tidak usah pulang sekalian, atau malam ini tidur di sini saja, biar aku yang pamit sama bapak dan ibuk."
"Jangan, pulang saja, ini juga taksinya udah di depan," ujar Nahla tak apa-apa.